:
Oleh G. Suranto, Rabu, 20 April 2016 | 08:39 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 955
Jakarta, InfoPublik - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK-BPPT), dalam rangka diversifikasi bahan bakar telah berupaya memberikan solusi secara menyeluruh dari hulu.
Solusi yang ditawarkan yaitu cara-cara pengelolaan ketersediaan sumber daya energi yang stabil sampai ke hilir yaitu dari sisi pengguna akhir energi tersebut secara efektif dan efisien.
Direktur Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK-BPPT), Adiarso mengatakan, pemanfaatan potensi biomassa harus diperluas, karena dari semua jenis energi terbarukan hanya biomassa saja yang dapat berperan ganda, yakni sebagai sumber bahan bakar padat pembangkit listrik, maupun sebagai bahan baku untuk produksi bahan bakar cair dan gas.
“Sumber bahan bakar berbasis sawit menjadi pilihan strategis, mengingat Indonesia merupakan penghasil Crude Palm Oil (CPO) yang tersebar di dunia (32 juta ton per tahun) berikut dengan limbah cair (POME) maupun padatnya yang juga melimpah,” kata Adiarso saat acara media gathering Deputi TIEM BPPT di Jakarta, Selasa (19/4).
Menurutnya, inovasi teknologi bahan bakar berbasis sawit yang dilakukan BPPT mencakup pure plant oil (PPO), biodiesel, green petroleum, dimethyl ether (DME), bioethanol dan biogas.
Disebutkan, dengan mempertimbangkan pentingnya keberlanjutan dalam penyediaan energi nasional, dan dalam rangka meningkatkan ketahanan dan kemandirian nasional di bidang energi, dan demi kontinuitas penyediaan bahan bakar ramah lingkungan, Indonesia perlu membangun sistem industri energi, khususnya bahan bakar alternatif nasional.
Ia menambahkan, peranan teknologi berbasis sumber terbarukan dan batubara, semakin penting di masa mendatang, namun potensi yang ada (low rank coal, biomassa) tidak bisa langsung dan maksimal dimanfaatkan tanpa melalui inovasi, dan ditentukan dalam desain PLTU, karena batubara dengan kualitas bagus sebagian besar dialokasikan untuk kebutuhan ekspor.
Sebagai informasi, krisis energi bahan bakar dalam dekade terakhir berdampak pada kelistrikan nasional. Masalah energi yang terjadi saat ini adalah penyediaan listrik yang belum maksimal (rasio elektrifikasi masih sekitar 76 persen), pemakaian BBM fosil yang masih cukup besar dan kurang efisien.