Naik Iuran, Peserta Mandiri BPJS Kesehatan Dinilai Berisiko Sakit Lebih Tinggi

:


Oleh Dian Thenniarti, Selasa, 19 April 2016 | 08:12 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 217


Bandung, InfoPublik - Kepala Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kantor Cabang Utama Bandung, Rahmanto Fauzi mengungkapkan, peserta mandiri BPJS atau kalangan pekerja bukan penerima upah (PBPU) dianggap memiliki risiko sakit lebih tinggi.

Inilah salah satu alasan mengapa pada akhirnya, penyesuaian besaran iuran BPJS hanya di berlakukan bagi peserta mandiri, khususnya kelas 1 dan 2.

Dibandingkan kalangan penerima bantuan iuran (PBI) dan pekerja penerima upah (PPU), masyarakat dari kalangan PBPU pada umumnya baru mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan saat mereka terindikasi sakit atau saat membutuhkan perawatan di rumah sakit.

"Setelah terdaftar, beberapa peserta (dari PBPU) kurang tertib membayar iuran. Beberapa peserta yang dinilai kurang tertib itu baru membayar iuran dan melunasi tunggakan ketika jatuh sakit dan harus menjalani rawat inap," ujar Rahmanto Fauzi kepada InfoPublik, Selasa (12/4).

Padahal, hakikatnya iuran BPJS yang dibayarkan para peserta bersifat gotong royong, yakni yang sehat membantu si sakit, atau subsidi silang, sehingga pembayaran iuran harusnya dilakukan semenjak peserta sehat, bukan ketika sakit melanda.

Saat ini jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan di wilayah Kota Bandung mencapai 1,6 juta jiwa, dari jumlah tersebut sekitar 600 ribu peserta terdaftar sebagai PPU, 380 ribu merupakan peserta mandiri, dan sebagian besar sisanya merupakan peserta PBI.

Menanggapi naiknya iuran peserta mandiri BPJS kesehatan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) justru mendesak pemerintah membatalkan kenaikan iuran peserta mandiri. 

Ketua YLKI Tulus Abadi menilai, seharusnya pemerintah hanya menaikkan iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang menjadi tanggungan negara.

Menurutnya, berapa pun iuran yang dipatok BPJS, finansial BPJS akan tetap defisit, bahkan jebol apabila belum ada perbaikan fundamental dari sisi hulu. Yakni memperbaiki perilaku hidup sehat masyarakat dengan tindakan preventif promotif dan mengembalikan distrust masyarakat kepada pelayanan kesehatan tingkat dasar.

Tulus pun meminta pemerintah dan manajemen BPJS untuk tidak beranggapan bahwa masyarakat tidak akan mengeluarkan dana tambahan bagi kesehatan setelah adanya BPJS. "Justru yang terjadi sebaliknya, masyarakat lebih banyak mengeluarkan bujet kesehatan sebagai akibat masih buruknya pelayanan BPJS," ucapnya.