:
Oleh Yudi Rahmat, Kamis, 14 April 2016 | 00:02 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 387
“Veri-vali data kemiskinan melibatkan Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS), Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), serta Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil),” ujar Mensos pada Rakor Pemberdayaan Sosial di Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/4).
Tahap veri-vali, kata Mensos, yaitu menetapkan 40 persen warga status ekonomi terendah untuk Basis Data Induk (BDI). Kemudian, yang diintervensi melalui Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) 25 persen pada Basis Data Terpadu (BDT).
“SK Mensos untuk BDI telah selesai dan BDT menunggu finalisasi dari Ditjen Dukcapil agar semua kementerian/lembaga, kabupaten/kota serta provinsi jelas referensi dalam program penanganan fakir miskin,” tandasnya.
Melaui BDI dan BDT tersebut, akan memberikan efisiensi yang sangat signifikan karena kabupaten/kota dan provinsi tidak perlu repot lagi melakukan pendataan serupa terhadap warga fakir miskin.
“Banyak manfaat adanya BDI dan BDT, salah satunya bagi kabupaten/kota dan provinsi tidak perlu repot lagi melakukan pendataan serupa terhadap warga fakir miskin,” katanya.
Untuk pembaruan data (update) angka kemiskinan, Kemensos telah menyiapkan seperangkat sistem yang didukung dengan sumber daya manusia yang telah dididik melalui bimbingan teknis.
“Kemensos telah membangun Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT), melalui perangkat lunak Sistem Informasi Kesejaheraan Sosial (SIKS) di lima kabupaten dan tahun ini dikembangkan di 50 kabupaten/kota,” tandasnya.
Melalui SLRT tidak hanya bisa update terkait KIP, KIS, KKS, bahkan untuk urusan seperti belum ada jaringan listrik dan jalan rusak juga bisa diusulkan. Juga membuat pilot project 10 Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos).
Di 10 Kesos tersebut ditempatkan dua orang yang didukung software dan jaringan internet untuk menjalan SLRT pada SIKS tersebut. “Untuk menjalankan SLRT pada SIKS disiapkan 1028 SDM yang telah berikan bimbingan teknis dan disebar di 288 kabupaten/kota di Indonesia,” katanya.
Pemerintah daerah pun diharapkan tidak cepat memindahkan 1028 SDM ke tempat dan posisi lain, sebab tidak mudah untuk merekrut dan melatih SDM baru. “Pemda agar memberikan waktu yang cukup bagi mereka untuk bekerja dan menyelesaikan tugasnya, sehingga SLRT pada SIKS bisa berjalan efektif,” harapnya.
Dengan SLRT tersebut, secara bertahap veli-vali tidak perlu turun ke lapangan cukup menggunakkan sistem dan infrastuktur sudah bisa online dengan keterbatasan anggaran, SDM, serta masih ada daerah yang jauh sehingga masih terjadi blank spot. “Veri-vali lebih lebih siap dengan teknologi informasi yang bisa menginput dari desa dan tempat tersebut, sekaligus posko untuk di kecamatan setempat,” terangnya.