Keterampilan Bernegosiasi Jadi Kunci Perundingan Bersama

:


Oleh H. A. Azwar, Rabu, 30 Maret 2016 | 10:46 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Keterampilan bernegosiasi dalam hubungan industrial menjadi kunci efektivitas dan efisiensi perundingan bersama melalui mekanisme negosiasi sukarela.

Banyaknya jumlah SP/SB baru di perusahaan ternyata tidak terbukti memberikan dampak yang signifikan pada efektivitas dan efisiensi perundingan bersama.

Demikian diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri dalam sambutannya pada acara Penandatanganan  Kesepahaman Bersama antara Ditjen PHI dan Jamsos Kemnaker dengan Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh tentang Penyelenggaraan Pelatihan Bagi Pelatih (Training of Trainer) Keterampilan Bernegoisasi Dalam Hubungan Industrial di kantor Kemnaker, Jakarta, Selasa (29/3).

Menurut Hanif, di sisi lain, ternyata masih banyak pengaturan syarat kerja di perusahaan yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perusahaan yang sudah memiliki Perjanjian Kerja Bersama namun proses perundingannya masih memakan waktu yang lama, bahkan berakhir dengan gagal berunding, hingga terjadi mogok kerja dan pemutusan hubungan kerja.

Kepercayaan diri dan optimisme untuk berkomunikasi dan bernegosiasi pekerja/buruh melalui SP/SB perlu mendapat perhatian dan pelatihan soft skill secara berkelanjutan oleh federasi SP/SB sebagai induk afiliasi yang lebih strategis dalam menentukan arah perjuangan pekerja/buruh sesuai sektor usahanya, ujar Hanif.

Hanif menjelaskan bahwa, kaderisasi tim perunding baik di kalangan pengusaha maupun SP/SB merupakan tanggung jawab bersama, dan keberadaan para trainer terampil bernegosiasi dalam hubungan industrial sangatlah penting, untuk mengambil inisiatif dan peran strategis dalam memperkuat budaya berunding serta meningkatkan keterampilan bernegosiasi tim perunding dalam hubungan industrial di internal maupun eksternal unit organisasinya.

Pemerintah, melalui Kesepahaman Bersama ini, tentunya mendukung dan berkomitmen sepenuhnya untuk memfasilitasi inisiatif dan langkah-langkah strategis para trainer terampil bernegosiasi dalam hubungan industrial sesuai agenda pembangunan nasional.

Begitu juga untuk para pimpinan federasi SP/SB dengan Kesepahaman Bersama ini agar kiranya dapat memberikan motivasi, dukungan dan komitmen untuk memfasilitasi kegiatan para trainer terampil bernegosiasi dalam hubungan industrial untuk melakukan pelatihan dan sosialisasi kepada seluruh anggota organisasinya sesuai Kesepahaman Bersama ini, jelas Hanif.

Hanif berharap model kerjasama seperti ini dapat dikembangkan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN, untuk menunjang aspek-aspek pembangunan ketenagakerjaan lainnya, seperti pengembangan kompetensi kerja dengan melibatkan partisipasi federasi SP/SB sesuai sektor usahanya.

Dalam sambutannya, Hanif juga menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada para pimpinan federasi SP/SB yang telah mengambil inisiatif dan berpartisipasi dalam Kesepahaman Bersama ini, dan juga kepada para trainer terampil bernegosiasi dalam hubungan industrial atas partisipasinya dalam mensukseskan agenda pembangunan nasional.

Semoga Kesepahaman Bersama ini menjadi momentum dan tonggak sejarah perbaikan iklim ketenagakerjaan dan iklim investasi melalui peran nyata federasi SP/SB untuk kelangsungan usaha dan peningkatan kesejahteraan pekerja, pungkas Hanif.

Sebelumnya, Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker Haiyani Rumondang dalam laporannya menyatakan pelatihan ini diselenggarakan untuk meningkatkan jalinan kerjasama yang selama ini sudah dibangun dengan serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) dan meningkatkan kualitas pendidikan teknik negosiasi di bidang hubungan industrial dalam rangka meningkatkan daya saing tenaga kerja sebagaimana diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019.

Sejak tahun 2013-2015 Ditjen PHI dan Jamsos Kemnaker telah menyelenggarakan training of trainer keterampilan bernegoisasi dalam hubungan industrial dengan melibatkan diantaranya 104 aktivis SP/SB dari 28 federasi SP/SB yang telah dinyatakan lulus training of trainer, kata Haiyani.

Menurutnya, keterlibatan aktivis SP/SB dalam training of trainer dimaksudkan untuk mengoptimalkan salah satu fungsi SP/SB dalam pelaksanaan hubungan industrial, yaitu mengembangkan keterampilan dan keahliannya sebagaimana diamanatkan pada Pasal 102 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Selama ini para trainer yang telah lulus training of trainer keterampilan bernegoisasi dalam hubungan industrial, belum secara optimal dapat memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan bernegoisasi kepada para anggotanya di unit organisasi masing-masing, ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Haiyani, kesepahaman bersama ini, para trainer tentunya dapat menjadi landasan aktivitas dan pengembangan pelatihan keterampilan bernegoisasi di unit internal maupun eksternal organisasinya dalam rangka optimalisasi fungsi SP/SB untuk melakukan kaderisasi tim perunding hubungan industrial.

 

Disamping itu, dalam Rencana Strategis Kemnaker tahun 2015-2019 mengamanatkan salah satu target kegiatan Ditjen PHI dan Jamsos dalam pengelolaan kelembagaan dan kerjasama hubungan industrial yaitu memberikan pelatihan teknik bernegosiasi dalam hubungan industrial bagi para pelaku hubungan industrial selama periode 2015-2019 sebanyak kurang lebih 50 ribu orang dan tahun ini sebanyak 10.520 orang pekerja/buruh dan pengusaha.

Pada tahun 2015 telah tercapai jumlah pelaku hubungan industrial yang mendapatkan pelatihan teknis negosiasi sebanyak 6.850 orang pekerja/buruh dan pengusaha yang tersebar di 33 provinsi dengan melibatkan partisipasi 164 orang trainer terampil bernegosiasi dalam hubungan industrial dari unsur pemerintah, unsur aktivis SP/SB, dan unsur aktivis organisasi pengusaha serta pengusaha.

Jumlah trainer yang telah lulus training of trainer keterampilan bernegoisasi dalam hubungan industrial ini dari unsur SP/SB pada saat ini berjumlah 104 orang.

Dengan semakin banyaknya jumlah SP/SB dan unsur pengusaha yang mendapatkan pengetahuan mengenai teknik bernegosiasi dalam hubungan industrial, diharapkan budaya negosiasi di tempat kerja akan lebih berkembang dan lebih diutamakan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara bipartit atau pembuatan Perjanjian Kerja Bersama. Dengan demikian maka hubungan industrial yang harmonis di dunia kerja sebagaimana yang kita harapkan bersama akan dapat terwujud dan ditingkatkan, kata Haiyani.