:
Oleh H. A. Azwar, Jumat, 25 Maret 2016 | 23:17 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 703
Jakarta, InfoPublik - Indonesia masih butuh tambahan ribuan tenaga mediator untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang melibatkan pekerja dan pengusaha.
Tenaga mediator yang ada saat ini masih sangat jauh dari memadai dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada di Indonesia.
Direktur Jenderal Perselisihan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan JSK) Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang mengungkapkan, saat ini tenaga mediator hubungan industrial yang dimiliki Kemnaker hanya berjumlah 897 orang.
Jika dibandingkan dengan perusahaan di Indonesia yang berjumlah 264.489 orang, jumlah mediator Kemnaker dinilai masih sangat kurang.
Mediator Hubungan Industrial yang ada saat ini masih sangat jauh dari memadai jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan di Indonesia. Jumlah mediator sampai saat ini sebanyak 897 orang sedangkan jumlah perusahaan sekitar 264.489 perusahaan, kata Dirjen Haiyani saat memberikan sambutan pada Forum Grup Diskusi dengan tema “Arah dan Kebijakan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ke Depan” di kantor Kemnaker Jakarta, Kamis (24/3).
Akibatnya, menurut Haiyani, tidak semua perusahaan mendapat pembinaan mediator. Padahal dia menyebutkan, idealnya satu orang mediator hubungan industrial membina delapan perusahaan setiap bulan atau 92 perusahaan per tahun.
Penelitian tim ahli dari Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan idealnya satu orang mediator hubungan industrial mampu membina delapan perusahaan setiap bulan atau 92 perusahaan per tahun, ujar Haiyani.
Haiyani menambahkan, jika didasarkan pada penelitian tersebut seharusnya Kemnaker memiliki 2.755 orang mediator. Itu artinya, Kemnaker masih kekurangan 1.858 mediator karena saat ini hanya memiliki 897 orang.
Idealnya Kemnaker memiliki 2.755 orang mediator. Namun, mengingat saat ini jumlah mediator Kemnaker hanya 897 orang, maka kita masih kekurangan 1.858 mediator lagi, imbuh Haiyani.
Sesuai aturan dalam UU Nomor 2 tahun 2014, penyelesaian perselisihan dapat di lakukan di luar pengadilan dengan mekanisme lebih cepat dan memenuhi rasa keadilan para pihak karena penyelesaiannya berdasarkan musyawarah mencapai mufakat. Tenaga yang menyelesaikan perselisihan ada tiga yaitu mediator, konsiliator dan arbiter.
Mediator PHI memiliki tugas melakukan pembinaan hubungan industrial, pengembangan hubungan industrial dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial di luar pengadilan. Mediator hubungan industrial terdiri dari mediator yang berkedudukan untuk jabatan struktural, fungsional dan non fungsional.
Haiyani menjelaskan, peran fungsional mediator hubungan industrial yang berkualitas ditentukan dengan hasil mediasinya apakah cukup diselesaikan di luar peradilan saja atau di bawa sampai ke dalam peradilan.
Kondisi mediator saat ini masih sangat memprihatinkan, selain saat ini secara kuantitas, secara kualitas juga masih memerlukan peningkatan kapasitas dalam pembuatan anjuran, jelas Haiyani.
Haiyani mengatakan mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan sesuai persyaratan yang ditetapkan Menaker.
Tugas mediator adalah melakukan mediasi dan berkewajiban menerbitkan anjuran tertulis kepada para pihak berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan, kata Haiyani.