Menaker: Saatnya Jurnalis Bicarakan Perbaikan Kesejahteraan Hidupnya

:


Oleh H. A. Azwar, Kamis, 24 Maret 2016 | 13:35 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 486


Jakarta, InfoPublik - Selama ini, dunia jurnalistik selalu membicarakan kesejahteraan masyarakat, khususnya pekerja/buruh. Namun, di sisi lain, para jurnalis sering kali terbengkalai nasibnya.

"Sudah saatnya dunia jurnalistik  membicarakan nasib sendiri agar kesejahteraan wartawan juga lebih baik," ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri dalam acara penganugerahaan “Liputan Media Terbaik Tentang Isu Perburuhan dan Serikat Pekerja” yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan FNV Mondiaal di Hall Stasiun Gambir, Jakarta, Rabu (23/3).

 

Dunia jurnalistik sendiri memiliki andil yang sangat besar dalam mengawal dinamika dan perubahan zaman. Maka, tidak salah ketika dunia jurnalistik atau pers merupakan “Pilar Demokrasi ke-4”. Untuk itu, menurut Menaker, sudah saatnya para jurnalis juga harus memikirkan nasibnya dalam rangka mewujudkan kehidupan yang adil dan sejahtera bagi para jurnalis.

Menaker mengatakan jurnalis merupakan salah satu jenis profesi yang harus ada kejelasan dalam status profesinya. “Harus ada kejelasan antara pihak pemberi kerja dengan pihak jurnalis/wartawan sebagai pekerja. Sehingga, kewajiban masing-masing pihak dapat terlaksana dengan baik. Begitupun dengan hak-hak masing pihak akan dapat terpenuhi sebagaimana mestinya,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya implementasi hubungan industrial yang harmonis antara pemberi kerja dengan pekerja. Salah satunya dengan mengedepankan dialog ketika ada perselisihan ataupun perbedaan pendapat.

Dengan adanya dialog, dampak negatif dari perselisihan maupun perbedaan pendapat yang ada dapat terhindarkan. Selain itu, implementasi hubungan industrial yang harmonis akan turut mewujudkan hubungan yang saling menguntungkan antara pemberi kerja dan pekerja yang dibungkus dengan nuansa kekeluargaan. “Apapun model bisnisnya, pemberi kerja harus jelas, hubungan kerja jelas, hak dan kewajibannya juga jelas,” paparnya.

Pada kesempatan tersebut, Hanif juga menilai isu ketenagakerjaan saat ini masih menjadi isu pinggiran dalam dunia media. Padahal, isu ketenagakerjaan memiliki cakupan yang penting berkenaan dengan aspek kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, isu ketenagakerjaan meruapakan salah satu isu utama yang seharusnya mendapat perhatian bersama. “Isu ketenagakerjaan merupakan isu yang sangat amat penting, namun masih cenderung dianggap isu pinggiran,” tuturnya.

Terkait kondisi profil ketenagakerjaan Indonesia, Hanif menilai masih memperihatinkan. Dimana angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh lulusan menengah ke bawah (SMP) sebesar 60 persen dan 42 persennya adalah lulusan dasar ke bawah (SD).

"Dengan fakta tersebut, daya saing angkatan kerja Indonesia pun menjadi rendah. Dengan profil angkatan kerja semacam itu praktis pilihan menjadi terbatas," kata Menaker.

Keadaan profil angkatan kerja yang rendah tersebut turut menjadikan tenaga kerja Indonesia dalam posisi yang dilematis. Dengan jenjang pendidikan yang rendah, mereka akan susah untuk mendapatkan pekerjaan dan bersaing dengan tenaga kerja yang lebih kompeten.

Adapun seandainya mereka mendapatkan pekerjaan, pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan low level, dimana beban kerja dan upah kadang tidak seimbang. Selain itu, posisi low level juga semakin menempatkan tenaga kerja pada posisi yang tidak kompetitif. Jenjang karir dan profesi mereka tidak berubah, sekalipun mereka memiliki masa kerja yang sudah cukup panjang.

Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya profil angkatan kerja tersebut. Di industri garmen yang kerjaannya masang kancing baju, mungkin 50 tahun ya masang kancing baju terus.

Profil angkatan kerja yang rendah juga menyebabkan ketimpangan sosial, dimana kesenjangan sosial pun bisa semakin melebar. Faktor ketenagakerjaan berpengaruh terhadap kesenjangan di Indonesia. Antara kaya dan miskin. Kota dan desa. Terampil dan tidak.

Dengan begitu kompleksnya persoalan ketenagakerjaan, Menteri Hanif meminta kepada seluruh elemen masyarakat untuk lebih peduli lagi terhadap isu-isu ketenagakerjaan. Upaya mewujudkan kehidupan ketenagakerjaan Indonesia yang lebih baik tidak bisa dijalankan oleh satu pihak, yakni negara atau pemerintah saja, tetapi juga kepedulian masyarakat, pengusaha, dan serikat pekerja.

"Butuh komitmen semua pihak, tidak hanya pemerintah dan negara, tetapi juga pengusaha dan serikat pekerja, untuk mendorong meningkatnya daya saing angkatan kerja kita," pungkas Menaker.