:
Oleh H. A. Azwar, Sabtu, 9 Januari 2016 | 22:18 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 712
Jakarta, InfoPublik - Perusahaan-perusahaan industri diminta agar mengoptimalkan upaya-upaya dalam mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Caranya dengan meningkatkan aspek pelaksanaan dan pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan kerjanya masing-masing.
Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan Kesehatan Kerja (PPK dan K3) Kementerian Ketenagakerjaan Muji Handaya, mengatakan, salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja adalah masih rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan K3 di kalangan industri dan masyarakat.
Selama ini penerapan K3 seringkali dianggap sebagai cost atau beban biaya, bukan sebagai investasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Akibatnya, terjadi kecelakaan di dunia industri yang tidak sedikit, kata Muji saat dialog terbatas dengan insan media massa di kantor Kemnaker Jakarta, Jumat (8/1).
Menurut Muji, untuk mencegah terulangnya kejadian akibat K3 selama ini, perlu peningkatan upaya-upaya K3 dalam mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja melalui sosialisasi dan kampanye nasional K3 ke kawasan-kawasan industri dan masyarakat.
Upaya membangun kesadaran akan pentingnya K3 harus terus ditanamkan sejak dini. Para pengusaha, pekerja dan masyarakat umum harus dilibatkan secara terus menerus sehingga keselamatan kerja menjadi hal yang diutamakan, ujar Mudji.
Dijelaskannya, sebuah fakta bahwa masyarakat di Indonesia tahu tentang K3 setelah tua. Ketika mereka selesai di dunia pendidikan, apapun stratanya kemudian masuk ke dunia kerja baru dia tahu mengenai K3. “Banyak kita yang tahu tentang K3, setelah masuk kerja,” jelasnya.
Muji mengingatkan bahwa, kecelakaan kerja bisa terjadi di kegiatan aktivitas formal dan informal, termasuk peledakan maupun kebakaran. Dari catatan BPJS Ketenagakerjaan, sebanyak 98-100 ribu kasus setiap tahunnya terjadi di Indonesia dengan jumlah angkatan kerja 121 juta orang.
Dari 98 ribu kasus tersebut ada 2.400 tewas, belum termasuk cacat tetap sebanyak 40 persen, cacat anatomis dan cacat fungsi. Namun, dibandingkan Negara Eropa yang rata-rata 600 ribu, sebenarnya angka kecelakaan kerja di Indonesia tergolong kecil, terangnya,
Muji pun mengungkapkan, beberapa kecelakaan kerja di beberapa sektor usaha diantaranya kasus peledakan dan kebakaran di PT Mandom Indonesia, jatuhnya pesawat lift dengan korban pekerja PT Nestle Indonesia, robohnya crane di gedung Mitra I Malang, kecelakaan kerja di Alfamart Pekanbaru dan kebakaran di beberapa perusahaan lainnya, telah menimbulkan korban jiwa tidak sedikit.
Selama ini, menurut Muji, pemerintah dalam hal ini terus melakukan upaya-upaya pencegahan dan memberikan reward and punishment bagi pelaksanaan sistem manajemen K3 (SMK3) di perusahaan-perusahaan.
Selama ini kita fokus pada upaya-upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tapi kita juga secara tegas menjatuhkan sanksi bagi pelanggaran norma-norma K3 dan memberikan penghargaan bagi perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan K3, ujarnya.
Penerima penghargaan tahun 2015 itu meningkat sebesar 25 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan perusahaan penerima penghargaan nihil kecelakaan kerja (zero accident award) tahun 2015 sebanyak 7249 perusahaan atau terjadi peningkatan sebanyak 14,95 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya, pungkas Muji.