- Oleh MC PROV BANTEN
- Selasa, 10 Desember 2024 | 19:14 WIB
: Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Wardiana (Foto: Dok KPK)
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Jumat, 6 Desember 2024 | 10:50 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 185
Jakarta, Infopublik - Sikap permisif atas perilaku korupsi kecil (petty corruption) dapat menjadi bibit praktik korupsi dalam skala besar. Seperti, terbiasa menerima gratifikasi, yang di dalamnya terdapat unsur konflik kepentingan (conflict of interest).
Hal tersebut diungkap Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Wardiana, kepada perangkat kerja Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat di Bandung, Jumat (6/12/2024).
“Dalam Perkom KPK Nomor 2 Tahun 2019 sudah dijelaskan aturan tentang penerimaan gratifikasi. Maka, bagi seorang penyelenggara negara berhati-hati terhadap penerimaan gratifikasi, karena bisa berujung pada unsur suap menyuap,” tegas Wawan.
Di sisi lain, data penindakan KPK menunjukkan gratifikasi dan suap menjadi perkara terbesar yang ditangani, yakni mencapai 1.035 perkara. Pada sektor pendidikan, Wawan memberikan contoh titik rawan terjadinya perilaku gratifikasi, seperti pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) atau ketika kenaikan kelas.
“Sebagai tenaga pendidik, tugas utama kita mendidik dan memberikan contoh baik bagi generasi penerus bangsa. Tidak ada alasan apapun menerima gratifikasi dalam bentuk seperti apapun, karena hal tersebut dapat mencederai prinsip nilai integritas,” tegas Wawan.
Pengendalian penerimaan gratifikasi sendiri dapat dilaporkan oleh seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN), pejabat daerah, atau penyelenggara negara, lewat aplikasi Gratifikasi Online (GOL) atau Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) di setiap institusi terkait. Pelaporan wajib dilakukan 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima oleh penerima gratifikasi.
“Nantinya, akan ditinjau lebih lanjut status barang yang diterima apakah menjadi milik negara atau merupakan gratifikasi sah yang akan menjadi pemilik penerima. Jika tidak lapor dan ketahuan, maka hati-hati kita dapat dianggap sebagai penerima gratifikasi tersebut,” tandas Wawan.
Sebagai upaya mencegah terjadinya penerimaan gratifikasi, yang berujung pada delik tindak pidana korupsi, seluruh perangkat kerja pendidikan wajib menjadi teladan untuk menumbuhkan nilai integritas. KPK dalam memotret integritas di sektor pendidikan telah membuat indikator yaitu Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan.
Menilik hasil SPI Pendidikan tahun 2023, indeks integritas pendidikan mencatatkan skor sebesar 73,70 atau kondisi integritas pendidikan berada pada level 2 (korektif) dari skala level 1-5. Meski demikian, implementasi nilai integritas pendidikan telah diinternalisasi ke dalam kurikulum pendidikan antikorupsi.
“Melalui pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai integritas, kami berharap bisa menciptakan lingkungan yang bebas dari praktik korupsi. Setiap individu diharapkan dapat memahami pentingnya nilai kejujuran dan transparansi dalam setiap aspek kehidupan,” terang Wawan.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, menegaskan kembali agar seluruh perangkat kerja Disdik Jawa Barat dapat menghindari praktik negatif. Sehingga ke depannya, dapat menjadi contoh baik, bagi sesama rekan kerja lebih luasnya dengan peserta didik.
“Maka dari itu hindari hal-hal negatif seperti korupsi di dalam sistem pendidikan kita di Provinsi Jawa Barat. Semoga hal ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk meningkatkan kualitas dan internalisasi pendidikan antikorupsi,” pungkas Bambang.
Selain perangkat kerja yang hadir secara langsung, kegiatan dalam rangka menyambut Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024 itu, dihadiri juga secara daring oleh 895 satuan pendidikan dari tingkat SMA/SMK sederajat serta seluruh cabang dinas yang di Jawa Barat.