- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Kamis, 19 Desember 2024 | 20:13 WIB
: Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kastorius Sinaga, dalam Dialog FMB9 di Jakarta, Senin (14/10/2024). Foto: You Tube FMB9
Oleh Eko Budiono, Selasa, 15 Oktober 2024 | 07:46 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 374
Jakarta, InfoPublik - Staf Khusus Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga, mengatakan tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Papua naik sebesar 5,6 persen selama hampir satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Hal tersebut diikuti dengan tingkat kemiskinan turun dari 27,6 persen pada 2014 menjadi 21 persen pada 2023.
“Peningkatan IPM di Papua tidak terlepas dari implementasi Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP), yang menyasar tiga variabel utama, yakni Papua cerdas, sehat, dan produktif,” kata Kastorius, dalam Dialog FMB9 di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Menurut Kastorius, melalui program-program yang terfokus dan berbasis pada kebutuhan masyarakat, pemerintah berhasil mengatasi tantangan yang dihadapi di Papua.
Kastorius menegaskan, Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) memiliki delapan variabel turunan yang lebih spesifik, termasuk penanganan stunting, akses pendidikan, dan harapan hidup.
“Pendekatan ini secara langsung menargetkan masalah-masalah riil yang dihadapi masyarakat Papua,” ujarnya.
Tak hanya itu, pemerintah dalam mendorong kemajuan Papua juga telah menggelontorkan dana otonomi khusus (otsus) yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan layanan dasar.
Selama 10 terakhir, sekitar Rp117 triliun telah dialokasikan pemerintah untuk dana otsus. Dana otsus dalam 10 tahun terakhir itu meningkat 16 persen dari yang digelontorkan sejak 2004.
Peningkatan alokasi dana otsus ini berkontribusi besar terhadap kemajuan yang telah dicapai di Papua, termasuk dalam sektor kesehatan dan pendidikan.
"Pengelolaan dana otsus ini semakin efektif berkat pengawasan ketat dari Badan Pengawas dan Pemberdayaan Pembangunan Otonomi Khusus (BP3OK)," kata Kastorius.
Meskipun pembangunan Papua menghadapi berbagai tantangan, termasuk geografis yang kompleks dan akses yang sulit dijangkau, namun upaya pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur transportasi dan aksesibilitas yang telah dibangun mampu menurunkan angka kemiskinan.
Konektivitas yang lebih baik dapat mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan, yang pada gilirannya berdampak positif terhadap peningkatan IPM.
"Kami berkomitmen untuk memperbaiki konektivitas antar wilayah, yang sangat krusial bagi distribusi logistik dan pelayanan masyarakat," tambahnya.
Tak hanya itu, program penanganan stunting juga merupakan salah satu langkah konkret pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua.
Dengan target penurunan stunting minimum 4 persen setiap tahunnya, pemerintah berfokus pada penyediaan gizi yang baik bagi anak-anak.
"Kami percaya bahwa dengan mengatasi masalah gizi, kita dapat meningkatkan produktivitas dan kesehatan generasi muda Papua," ucap Kastorius.
Kemudian pemekaran wilayah di Papua yang menghasilkan empat daerah otonomi baru (DOB) juga diharapkan dapat mempercepat laju pembangunan.
Belajar dari pengalaman pemekaran Papua Barat pada 1999 silam, wilayah ini menunjukkan laju peningkatan IPM dan penurunan kemiskinan jauh lebih impresif.
“Dengan enam provinsi baru di Papua, kami yakin dampak positif akan semakin meluas," tuturnya.
Keberhasilan itu menunjukkan bahwa dengan pendekatan yang terencana dan fokus, pembangunan di Papua dapat memberikan hasil yang signifikan.
Selain itu, dengan upaya yang berkelanjutan, Papua diharapkan akan terus mengalami kemajuan dalam meningkatkan IPM dan menurunkan tingkat kemiskinan, menjadikan wilayah ini lebih sejahtera dan berdaya saing.