Mahkamah Konstitusi Gelar Sidang Pengujian Materiil UU P2SK terhadap UUD 1945

: Para pemohon pada sidang dengan nomor perkara 85/PUU-XXII/2024 yang dilaksanakan pada Kamis (1/8/2024) di MK/ foto: youTube MK


Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Kamis, 1 Agustus 2024 | 17:05 WIB - Redaktur: Untung S - 329


Jakarta, InfoPublik – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) terhadap UUD 1945.

Sidang tersebut dilaksanakan pada Kamis (1/8/2024) dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan. Permohonan dengan nomor perkara 85/PUU-XXII/2024 diajukan oleh Giri Ahmad Taufik dan Wicaksana Dramanda yang berprofesi sebagai dosen, serta seorang mahasiswa bernama Mario Angkawidjaja. Sidang dipimpin oleh majelis hakim yaitu Enny Nurbaningsih, Anwar Usman, dan Guntur Hamzah.

Berdasarkan siaran pers MK pada Kamis (1/8/2024), menurut para pemohon, pasal-pasal yang diuji berpotensi merugikan kepentingan dan hak konstitusional mereka sebagai warga negara dan nasabah bank. Mereka mengklaim bahwa hal itu mengancam jaminan sistem perbankan yang independen serta pembagian urusan yang tepat bagi bank sentral dan lembaga-lembaga moneter konstitusional lainnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 23D UUD 1945. Selain itu, hak untuk memajukan diri dalam memperjuangkan hak secara kolektif (Pasal 28C ayat 2 UUD 1945) dan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil (Pasal 28D ayat 1 UUD 1945) juga terancam.

Potensi kerugian konstitusional tersebut muncul karena gangguan terhadap independensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam menjalankan tugasnya sebagai regulator independen. Kewenangan persetujuan Menteri Keuangan terhadap rencana kerja dan anggaran operasional LPS dapat mengurangi independensi LPS dan membuka ruang intervensi politik, yang mengikis hak konstitusional para pemohon untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum.

Konsep independensi LPS terkait dengan jaminan konstitusional tersebut diatur dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 dan berkaitan dengan kebutuhan akan lembaga negara keempat di luar trias politica Montesquieu. Kehadiran lembaga negara yang spesialisasi dan independen ini memastikan keputusan didasarkan pada pertimbangan teknokratik dan evidence-based decision making, memberikan kepastian yang dapat diprediksi oleh para pemangku kepentingan, termasuk para pemohon sebagai nasabah.

Para pemohon menilai bahwa keterlibatan Menteri Keuangan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran LPS dapat menciptakan pengaruh yang tidak semestinya, melanggar jaminan sistem perbankan yang independen, serta hak-hak konstitusional yang diatur dalam Pasal 23D, 28C ayat 2, dan 28D ayat 1 UUD 1945.

Oleh karena itu, para pemohon meminta MK untuk menyatakan sejumlah pasal dalam UU P2SK dalam permohonannya diuji ke MK. Para pemohon berpendapat bahwa beberapa ketentuan dalam UU tersebut, terutama yang berkaitan dengan kewenangan Menteri Keuangan dalam memberikan persetujuan atas berbagai hal, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Mereka menilai bahwa ketentuan-ketentuan ini memberikan terlalu banyak kekuasaan kepada Menteri Keuangan dan berpotensi menghambat transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan sektor keuangan.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Jumat, 4 Oktober 2024 | 16:00 WIB
Indonesia Percepat Aksesi OECD dengan Peluncuran Portal Digital Koordinasi
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Rabu, 2 Oktober 2024 | 09:00 WIB
MK Gelar Bimtek PHPKada bagi Tim Hukum Partai Politik
  • Oleh Pasha Yudha Ernowo
  • Selasa, 1 Oktober 2024 | 17:46 WIB
KY Minta Pengadilan Tingkatkan Pengamanan untuk Perkara Pilkada 2024
  • Oleh Isma
  • Senin, 30 September 2024 | 19:16 WIB
LPS Pertahankan Tingkat Bunga Penjaminan
  • Oleh Mukhammad Maulana Fajri
  • Senin, 30 September 2024 | 18:50 WIB
MK dan Komisi Informasi Pusat Sepakati Kerja Sama untuk Keterbukaan Informasi