Minggu, 12 Januari 2025 0:30:15

Kapolri Baru Diharapkan Bantu Penegakan Hukum Sektor Ketenagakerjaan

:


Oleh H. A. Azwar, Kamis, 14 Juli 2016 | 13:23 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K


Jakarta, InfoPublik - Presiden RI Joko Widodo akhirnya melantik Kapolri baru Tito Karnavian lulusan Akpol tahun 1987 menggantikan Jenderal Badroddin Haiti di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/6).

Setelah penunjukan calon tunggal Kapolri diumumkan oleh Presiden, segera muncul reaksi positif dari masyarakat atas penujukan Jenderal Tito Karnavian tersebut. Harapan demi harapan banyak disampaikan baik dari kalangan DPR, LSM, ormas, sampai masyarakat bawah.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengungkapkan, harapan-harapan yang disampaikan tersebut tentunya dilatarbelakangi oleh kinerja Tito Karnavian selama ini.

Prestasi sebagai Kapolda Papua dan Kapolda Jakarta, serta sebagai Ketua BNPT menurutnya menjadi acuan masyarakat untuk menaruh harapan kepada Jenderal Tito untuk membereskan permasalahan-permasalahan internal Polri maupun masalah eksternal polri serta masalah-masalah korupsi, terorisme, narkoba, lalu lintas, illegal logging, illegal fishing, dan berbagai kasus lainnya.

Harapan-harapan yang disampaikan masyarakat tersebut juga tidak lepas dari latar belakang bersih sang jenderal selama berkarir di kepolisian. Nama Jenderal Tito tidak tercantum dalam Daftar Rekening Gendut Polri, dan sikap hidup sederhana keluarganya juga turut mendukung.

Ya, memang sah-sah saja masyarakat memberikan harapan lebih kepada Kapolri baru pilihan Presiden Jokowi tersebut. Namun demikian saya menilai pergantian Kapolri saat ini tidak akan berdampak signifikan pada masalah penegakan hukum di sektor ketenagakerjaan, ungkap Timboel di Jakarta, Kamis (14/6).

Menurut Timboel, ada banyak pasal pidana yang terkait dengan masalah ketenagakerjaan seperti Pasal 43 UU Nomor 21 tahun 2000 tentang SP/SB, Pasal 185 dan Pasal 186 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 55 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN dan pasal lainnya.

Masalah lainnya, lanjut Timboel, sering terjadinya pelanggaran hak berserikat pekerja buruh pada Pasal 28 Jo. Pasal 43 UU Nomor 21 tahun 2000 tidak menjadi sebuah pengetahuan Polisi dalam menyikapi laporan pelanggaran berserikat yang disampaikan pekerja buruh.

Timboel juga mengingatkan bahwa pelanggaran hak pekerja buruh mendapatkan upah minimum yang dijamin Pasal 90 UU Nomor 13 tahun 2003 juga sering terjadi secara kasat mata. Pasal 185 yang mengatur tindak pidana pelanggaran pembayaran upah minimun tersebut juga tidak menjadi Pasal yang diminati polisi untuk menindaklanjuti laporan dari pekerja buruh.

Wah, sudah banyak laporan terkait pelanggaran upah minimum yang masuk ke kepolisian, namun selalu berujung pada penghentian perkara. Demikian juga penggunaan Pasal 186 terkait upah yang tidak dibayarkan pada saat proses PHK kerap kali luput dari perhatian pihak kepolisian, terang Timboel, yang juga Koordinator Advokasi BPJS Watch ini.

Timboel menambahkan, walaupun Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) sering mengundang pimpinan Polri dalam seminar maupun FGD untuk “menyadarkan” pihak kepolisian tentang adanya pasal pasal pidana ketenagakerjaan tersebut, tetapi undangan-undangan tersebut ternyata tidak berdampak positif pada niat baik polri untuk serius menerima dan menindaklajuti laporan dari SP/SB.

Usulan adanya Desk Khusus Perburuhan di setiap Polda sudah lama disampaikan kalangan SP/SB, agar masalah pidana ketenagakerjaan bisa fokus ditindaklanjuti, namun usulan tersebut tidak pernah mendapat respon baik dari pimpinan polri baik di pusat maupun daerah, paparnya.

Dengan politik “DIAM” polri terhadap masalah ketenagakerjaan yang terjadi, yang dilaporkan pekerja buruh ataupun SP/SB, dikatakannya, akan berubah 180 derajat menjadi Politik “AKTIF” bila yang melaporkan adalah pihak pengusaha.

Sudah banyak terjadi kriminalisasi terhadap aktivis SP/SB maupun pekerja buruh yang berselisih dengan pengusaha. Dengan kriminalisasi, maka PHK akan sangat mudah dan murah dilakukan. Ya itu fakta dan ini sudah lama terjadi. Polri terlalu berpihak kepada pengusaha, ya polri tidak profesional dalam masalah ketenagakerjaan, kata Timboel.

Mengapa ini terjadi? Ya, saya yakin anda semua sudah tahu tanpa perlu saya ceritakan lagi di sini. Kapolri demi Kapolri berganti, tetapi masalah ini tidak kunjung selesai, tambahnya.

Timboel berharap, Jenderal Tito yang sudah menjadi Kapolri, baru bisa mengubah polri menjadi adil dan profesional dalam masalah ketenagakerjaan. Walaupun dia berharap namun Timboel relatif pesimis dengan harapannya tersebut untuk tercapai.

Paling tidak “prestasi” Pak Tito menjadikan 23 aktivis buruh, 2 aktivis LBH dan seorang mahasiswa menjadi tersangka  membangun alasan kuat buat saya menjadi pesimis tersebut, kata Timboel.

Timboel berharap, Jenderal Tito yang sudah menjadi Kapolri baru bisa mengubah polri menjadi adil dan profesional dalam masalah ketenagakerjaan.

Selamat bekerja Kapolri Baru, kalaupun Bapak tidak bisa mengubah kondisi di atas ya tidak apa apa lah saya juga tidak akan marah, mungkin ini sebuah keniscayaan. Tetapi bila Bapak bisa membuat polri berubah menjadi adil dan profesional dalam masalah ketenagakerjaan maka justru saya akan marah, saya akan marah pada diri saya sendiri yang sudah pesimis terhadap Bapak, tukas Timboel.