- Oleh Pasha Yudha Ernowo
- Senin, 14 April 2025 | 12:04 WIB
: Pekerja memeriksa kain saat memproduksi sarung di pabrik tekstil di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (11/4/2025). Terkait rencana kebijakan pemerintah soal deregulasi impor, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSYFI) meminta agar produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri tidak diberikan keleluasaan impor supaya tidak merugikan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional . ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom.
Oleh Pasha Yudha Ernowo, Jumat, 11 April 2025 | 14:40 WIB - Redaktur: Untung S - 319
Jakarta, InfoPublik – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai rencana kebijakan penghapusan kuota dan pelonggaran impor yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto sebagai langkah strategis dalam konteks reformasi struktural nasional. Namun, harus tetap mengedepankan pelindungan terhadap produk domestik atau industri lokal.
Langkah itu, lanjut APINDO, juga dianggap sebagai respons tepat terhadap dinamika global, termasuk kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat.
Ketua Umum APINDO, Shinta Kamdani, menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan sekadar membuka keran impor, tetapi bagian dari upaya memperbaiki efisiensi dan daya saing industri dalam negeri.
“Perlu dipahami bahwa sekitar 70 persen bahan baku industri di Indonesia masih berasal dari impor. Karena itu, relaksasi impor sangat dibutuhkan, terutama untuk bahan baku dan penolong yang krusial bagi produktivitas nasional,” ujar Shinta, saat dihubungi tim InfoPublik, Jumat (11/4/2025).
Shinta juga menambahkan, relaksasi impor tidak bertujuan membanjiri pasar domestik dengan barang jadi impor murah, melainkan mendorong kelancaran produksi di dalam negeri serta memastikan ketersediaan barang-barang penting bagi masyarakat.
Meski mendukung kebijakan itu, APINDO mengingatkan bahwa implementasi pelonggaran impor harus dibarengi dengan langkah penguatan sektor industri, terutama sektor padat karya yang rentan terhadap banjir produk asing murah.
APINDO juga menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap praktik dumping dan penyelundupan, penguatan kebijakan trade remedies serta reformasi bea cukai secara tegas dan konsisten.
“Kami mendukung penuh perhatian Presiden terhadap reformasi bea cukai dan penindakan terhadap praktik yang merugikan industri nasional,” kata Shinta.
Menurut Shinta, kebijakan itu membuka peluang bagi dialog kebijakan yang lebih progresif dan kolaboratif antara pemerintah dan pelaku usaha. APINDO saat ini aktif dalam Task Force Deregulasi dan Revitalisasi Industri Padat Karya untuk memastikan suara industri tersampaikan dalam proses reformasi.
“Kami percaya, reformasi yang dijalankan akan tetap berpihak pada produktivitas, keberlanjutan industri dalam negeri, dan kepentingan nasional jangka panjang,” tutup Shinta.