- Oleh Isma
- Sabtu, 21 Desember 2024 | 06:53 WIB
: Penumpang menaiki kereta MRT di Jakarta, Senin (16/12/2024). Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa transportasi umum adalah sektor lain yang mendapatkan pengecualian PPN dengan tujuan untuk memastikan transportasi tetap terjangkau bagi masyarakat luas. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/YU
Oleh Untung Sutomo, Sabtu, 21 Desember 2024 | 07:13 WIB - Redaktur: Untung S - 129
Jakarta, InfoPublik – Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui serangkaian paket kebijakan ekonomi, termasuk di bidang perpajakan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa prinsip keadilan dan gotong royong mendasari kebijakan PPN 12 persen yang akan diterapkan secara selektif.
“Keadilan adalah dimana kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” ungkap Menkeu dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Sabtu (21/12/2024).
Menkeu menjelaskan bahwa kebijakan PPN 12 persen dirancang dengan keberpihakan kepada masyarakat. Kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa angkutan umum tetap dibebaskan dari PPN (PPN 0 persen). Lebih lanjut, untuk meringankan beban industri dan menjaga stabilitas harga, pemerintah akan menanggung beban kenaikan PPN sebesar 1 persen untuk beberapa barang kebutuhan industri seperti tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyak Kita (dahulu minyak curah) melalui mekanisme Ditanggung Pemerintah (DTP).
Penyesuaian tarif PPN 12 persen akan diberlakukan untuk barang dan jasa yang dikategorikan mewah, seperti makanan premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional dengan biaya tinggi. Hal ini memastikan bahwa kontribusi pajak lebih besar berasal dari kelompok masyarakat yang lebih mampu.
Selain penyesuaian PPN, pemerintah juga menyiapkan paket stimulus yang komprehensif, termasuk:
Total alokasi untuk insentif perpajakan pada 2025 mencapai Rp265,6 triliun. “Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi,” tutur Menkeu.
Pemerintah berkomitmen untuk terus menerima masukan dalam rangka penyempurnaan sistem dan kebijakan perpajakan yang berkeadilan. Menkeu berharap, upaya ini dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, melindungi masyarakat, serta menjaga kesehatan dan keberlanjutan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Ini adalah sebuah paket lengkap komprehensif. Dengan terus melihat data, mendengar semua masukan, memberikan keseimbangan dan menjalankan tugas kita untuk menggunakan APBN dan perpajakan sebagai instrumen menjaga ekonomi, mewujudkan keadilan dan gotong royong,” tutupnya.