: Foto: Ismadi Amrin/InfoPublik
Oleh Isma, Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:00 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 113
Jakarta, InfoPublik - Pemerintah kembali menegaskan bahwa pemberlakuan PPN 12% mulai 1 Januari 2025 adalah amanat Undang-Undang. Pemberlakuan kebijakan tersebut juga tidak akan berdampak signifikan terhadap kenaikan angka inflasi.
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menuturkan, pemberlakuan PPN 12 persen merupakan kebijakan yang berlandaskan Undang-Undang. Bahkan kebijakan ini telah mendapatkan persetujuan dari DPR.
"Tapi, pemerintah bakal memberikan fasilitas dengan membebaskan PPN untuk sebagian barang kebutuhan pokok dan barang," kata Airlangga di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Adapun beberapa barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN adalah beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng/ikan bolu, ikan cakalang/ikan sisik, ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tongkol/ikan ambu-ambu, ikan tuna, telur ayam ras, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan gula pasir.
Selain itu, tepung terigu, Minyakita, dan gula industri menjadi bahan pokok yang diberikan fasilitas berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) 1 persen, yang artinya tarif PPN dikenakan tetap di 11 persen.
Tarif PPN Rendah
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa tarif PPN Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara lain.
“Tarif PPN di Indonesia dibandingkan banyak negara di dunia masih relatif rendah, kalau kita lihat baik di dalam negara-negara yang sesama emerging (berkembang) atau dengan negara-negara di kawasan maupun dalam G20,” kata Sri Mulyani.
Menkeu menyebutkan tarif PPN Indonesia lebih rendah dari Brasil (17 persen), Afrika Selatan (15 persen), atau India (18 persen). Bahkan, jika dibandingkan dengan Filipina yang menerapkan PPN 12 persen, Indonesia masih berada dalam kisaran moderat.
Menkeu menegaskan bahwa kenaikan PPN ini dilakukan dengan hati-hati. Dengan PPN 12 Persen ini, pemerintah menargetkan peningkatan penerimaan pajak guna mendukung berbagai program pembangunan.
Inflasi akan Terjaga
Inflasi saat ini rendah di 1,6%. Dampak kenaikan PPN ke 12% adalah 0,2%. Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di 1,5%-3,5%.
Bank Indonesia (BI) menilai dampak kenaikan PPN 12% terhadap barang mewah dipastikan tidak akan memberikan dampak besar pada laju inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK).
Deputi Gubernur BI Aida S. Budiman menjelaskan PPN 12% dikenakan kepada barang-barang premium, yakni bahan makan premium, jasa pendidikan, kesehatan premium, serta listrik rumah tangga 3.500 hingga 6.600 VA.
"Kedua, kita lihat bobotnya (kategori barang kena PPN) di IHK, kita pakai SBH 2022, ternyata jumlahnya 52,7%. Baru kita hitung dampaknya ke inflasi," kata Aida.
Aida menuturkan, dalam menghitung dampak PPN, BI harus memakai asumsi. Asumsi rata-rata histori yang digunakan mempertimbangkan pass through jika pajak meningkat dan harga ikut naik. Terkadang, ketika pajak meningkat, pengusaha atau perusahaan kadang bisa menanggung kenaikan ini dari keuntungan mereka.
Namun, berdasarkan data BI, sebanyak 50% di-passthrough atau dibebankan ke konsumen. Dari hitungan BI, efek inflasinya mencapai 0,2%.
"Akibatnya kenaikan inflasi 0,2%. Ini tidak besar karena hasil perhitungan kami sedikit di atas 2,5% plus minus 1% dari target 2025," ujarnya.