PPN untuk Uang Elektronik bukan Hal Baru, Ini Penjelasan Lengkap DJP

: Pembeli melakukan pembayaran digital dengan memindai kode Quick Response Indonesian Standard (QRIS) saat berbelanja buah di Pasar Sunggingan, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (2/12/2024). Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah mengatakan pedagang kecil serta pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak dibebankan biaya transaksi atau Merchant Discount Rate (MDR) sebesar nol persen untuk transaksi QRIS maksimal Rp500 ribu mulai 1 Desember 2024. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/nym.


Oleh Isma, Sabtu, 21 Desember 2024 | 06:53 WIB - Redaktur: Untung S - 97


Jakarta, InfoPublik – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan klarifikasi terkait isu pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada transaksi uang elektronik. DJP menegaskan bahwa pengenaan PPN pada layanan uang elektronik bukanlah hal baru, melainkan sudah berlaku sejak lama.

“Perlu kami tegaskan bahwa pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Juli 1984, artinya bukan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, seperti dikutip dari ANTARA di Jakarta, Jumat (20/12/2024).

Klarifikasi itu penting untuk meluruskan pemahaman publik terkait penerapan PPN pada layanan keuangan digital. UU PPN telah diperbarui melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam UU HPP tersebut, layanan uang elektronik tidak termasuk dalam objek yang dibebaskan dari PPN. Artinya, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun mendatang juga akan berlaku untuk transaksi uang elektronik.

Aturan lebih rinci mengenai pengenaan PPN pada transaksi uang elektronik dan layanan fintech secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.

PPN dikenakan pada biaya layanan atau komisi yang dibebankan oleh penyelenggara layanan uang elektronik. Beberapa contohnya yakni biaya registrasi, biaya pengisian ulang saldo (top-up), biaya pembayaran transaksi, biaya transfer dana, biaya tarik tunai, biaya pembayaran tagihan dan layanan paylater (untuk dompet elektronik) dan merchant Discount Rate (MDR)

Namun penting untuk dicatat bahwa nilai uang elektronik itu sendiri, termasuk saldo, bonus point, reward point, dan transaksi transfer dana murni antar pengguna, tidak dikenakan PPN.

Dwi Astuti menjelaskan sebagai ilustrasi, jika pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dan dikenakan biaya administrasi sebesar Rp1.000, maka biaya administrasi inilah yang dikenakan PPN. Dengan tarif PPN saat ini 11 persen, PPN yang harus dibayar adalah Rp110, sehingga total biaya top-up menjadi Rp1.110. Jika tarif PPN naik menjadi 12 persen, maka PPN yang dibayar menjadi Rp120, dengan total biaya top-up Rp1.120. Namun, jika pengguna hanya mentransfer saldo ke pengguna lain tanpa biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan.

UU HPP juga mengatur pembebasan PPN untuk beberapa jasa keuangan lainnya, antara lain penghimpunan dana (giro, tabungan, deposito, sertifikat deposito) oleh bank atau lembaga keuangan, penyaluran dan peminjaman dana (transfer elektronik, cek, wesel), pembiayaan (leasing dengan hak opsi, anjak piutang, kartu kredit, pembiayaan konsumen), termasuk yang berprinsip syariah, layanan gadai (termasuk gadai syariah dan fidusia), serta jasa penjaminan.

 

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Senin, 16 Desember 2024 | 19:10 WIB
Pemerintah Siapkan Bantuan Pangan Beras untuk 16 Juta Penerima pada Awal 2025
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Kamis, 21 November 2024 | 16:00 WIB
Menkomdigi: Pemerintahan Telah Menutup 380 Ribu Situs Terkait Judi Online
  • Oleh Farizzy Adhy Rachman
  • Rabu, 13 November 2024 | 05:55 WIB
Penataan Struktur Kabinet Merah Putih untuk Percepat Pelayanan Publik
  • Oleh Isma
  • Rabu, 6 November 2024 | 22:13 WIB
Empat Lembaga Keuangan Bersinergi Menyelenggarakan Like-it!
  • Oleh Isma
  • Senin, 4 November 2024 | 12:01 WIB
Indonesia Perpanjang Fasilitas Tax Holiday hingga Akhir 2025