- Oleh Dian Thenniarti
- Senin, 2 Desember 2024 | 19:23 WIB
: Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan saat menyampaikan keynote speech dalam kegiatan public lecture yang diselenggarkan Lembaga Administrasi Negara (LAN) bertajuk “Penguatan Transformasi Tata Kelola dalam mendukung Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” di Jakarta, Senin (2/12/2024)/Foto : Lembaga Administrasi Negara
Oleh Farizzy Adhy Rachman, Senin, 2 Desember 2024 | 13:30 WIB - Redaktur: Untung S - 128
Jakarta, InfoPublik – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, memperingatkan potensi dampak negatif kebijakan proteksionis Amerika Serikat (AS) apabila Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden untuk kedua kalinya.
Peringatan itu disampaikan dalam keynote speech pada public lecture yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) dengan tema "Penguatan Transformasi Tata Kelola dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Indonesia" di Jakarta, Senin (2/12/2024).
Luhut menyatakan bahwa periode kedua pemerintahan Trump berpotensi memperburuk kondisi ekonomi global, dengan risiko perlambatan ekonomi dunia yang lebih tajam, penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) global, dan inflasi yang lebih tinggi. Salah satu kekhawatirannya adalah penguatan dolar AS yang dapat berdampak langsung pada pelemahan nilai tukar rupiah.
“Kita perlu mewaspadai dampak masa jabatan Presiden Trump kedua ini. PDB dunia akan lebih rendah, inflasi global akan lebih tinggi, dan kekuatan dolar AS yang semakin kuat bisa mengancam nilai tukar rupiah kita,” ujar Luhut dalam keterangannya.
Dalam sambutannya, Luhut juga menekankan bahwa Indonesia harus mengambil langkah strategis dalam menjaga hubungan baik dengan AS, mengingat Trump dikenal sebagai seorang pemimpin yang pragmatis dan tegas dalam kebijakan luar negerinya. "Trump adalah orang yang pragmatis. Jika ada kebijakan yang merugikan kepentingannya, dia pasti akan bereaksi keras," tegas Luhut.
Luhut menilai, dalam menghadapi era kedua pemerintahan Trump, Indonesia harus siap menghadapi perubahan kebijakan yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi nasional, termasuk hubungan perdagangan dan investasi antara Indonesia dan AS.
Pada kesempatan tersebut, Luhut juga mengungkapkan perhatian terhadap rencana Donald Trump untuk membentuk Kementerian Efisiensi Pemerintahan AS atau Department of Government Efficiency (DOGE) yang akan dipimpin oleh Elon Musk. Luhut menyebutkan bahwa Musk, yang dikenal baik olehnya, pasti akan serius dalam melaksanakan kebijakan efisiensi anggaran pemerintah hingga mencapai 2 triliun dolar AS.
“Jika melihat menteri efisiensi yang akan dipilih, Elon Musk, saya rasa beliau akan melakukan itu. Mereka berencana memangkas anggaran sampai 2 triliun dolar AS. Ini menunjukkan bahwa akan ada banyak efisiensi dalam pemerintahan AS,” ujar Luhut.
Menanggapi kebijakan luar negeri Trump, Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, juga menyoroti potensi dampak kebijakan America First yang berpotensi memperketat kebijakan perdagangan internasional dan memperburuk hubungan dagang dengan negara-negara seperti China. Andry memperkirakan bahwa periode kedua pemerintahan Trump dapat memperpanjang perang dagang dengan China dan menghambat transisi energi global.
“Dengan kebijakan proteksionisme yang mungkin akan diperpanjang, kita bisa melihat ketegangan dalam perdagangan internasional. Selain itu, transisi energi global yang mendukung perubahan iklim mungkin akan mendapatkan sedikit dukungan di bawah pemerintahan Trump,” kata Andry.
Bagi Indonesia, yang sedang berupaya mempercepat transisi energi dengan bantuan internasional, potensi kurangnya dukungan terhadap perubahan iklim menjadi kekhawatiran besar. Luhut mengingatkan bahwa Indonesia harus memperkuat strategi ekonomi dalam menghadapi kebijakan proteksionis AS untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.
“Indonesia harus siap dengan setiap perubahan kebijakan di AS, karena itu akan sangat mempengaruhi ekonomi kita, baik dari sisi perdagangan maupun investasi,” tambah Luhut.
Mengingat dinamika global yang terus berkembang, Indonesia harus terus memantau dengan seksama kebijakan luar negeri AS di bawah kepemimpinan Trump yang kedua. Dengan langkah-langkah strategis dan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat mengantisipasi dampak negatif dan memanfaatkan peluang yang ada untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil.