- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Sabtu, 2 November 2024 | 21:37 WIB
: Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, pada acara CEO Meeting Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia di Surabaya, Kamis (31/10/2024)/ foto: humas Kemenperin
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Sabtu, 2 November 2024 | 21:35 WIB - Redaktur: Untung S - 153
Jakarta, InfoPublik – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong industri pulp dan kertas untuk menerapkan prinsip-prinsip industri hijau guna berkontribusi pada target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia. Langkah itu merupakan upaya untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) sektor industri pada 2050, yang lebih cepat satu dekade dari target nasional pada tahun 2060.
Menurut siaran pers Kemenperin pada Sabtu (2/11/2024), industri pulp dan kertas menjadi sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, dengan nilai ekspor mencapai USD8,37 miliar pada 2023 dan kontribusi sebesar 4,48 persen terhadap ekspor industri pengolahan. Indonesia saat ini adalah produsen peringkat ke-8 dunia untuk pulp dan ke-5 dunia untuk kertas, dengan kapasitas produksi nasional pulp mencapai 11,45 juta ton per tahun dan kertas sebesar 21,19 juta ton per tahun.
“Kami percaya bahwa dengan dukungan seluruh pihak, termasuk pelaku industri pulp dan kertas, langkah-langkah ini dapat berkontribusi positif bagi lingkungan, kesehatan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi hijau berkelanjutan di Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Industri Agro, Putu Juli Ardika, dalam CEO Meeting Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia di Surabaya, Kamis (31/10/2024).
Sebaran industri pulp dan kertas terkonsentrasi di Pulau Jawa, dengan 57 industri aktif, di antaranya 23 perusahaan berlokasi di Jawa Timur yang banyak menggunakan bahan baku kertas daur ulang. Kebutuhan kertas daur ulang nasional mencapai sekitar 7 juta ton per tahun, di mana volume impor limbah non-B3 untuk kertas sebesar 3,24 juta ton pada 2023. Untuk menjamin keamanan lingkungan, limbah non-B3 yang diimpor harus sesuai standar, seperti tidak berasal dari kegiatan landfill, tidak tercampur sampah, dan tidak terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3).
Namun, regulasi Uni Eropa yang dikenal sebagai EU Waste Shipment Regulation dijadwalkan berlaku pada Februari 2025, yang dapat memengaruhi ketersediaan bahan baku impor untuk industri ini. “Pemerintah bersama industri tengah mempersiapkan persyaratan agar Indonesia memenuhi status eligible country untuk ekspor limbah non-B3,” jelas Putu.
Kemenperin juga memperkuat regulasi dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 39 Tahun 2024, yang mengatur tata cara impor limbah non-B3 sebagai bahan baku industri. Di sisi lain, sektor ini terus memperkuat standar industri hijau melalui bimbingan teknis terkait Life Cycle Assessment dan penyusunan Product Category Rules (PCR) guna membantu industri memenuhi tuntutan perdagangan karbon global.
Indonesia menargetkan pengurangan emisi GRK sebesar 31,89 persen pada 2030 atau hingga 43,2 persen dengan dukungan finansial internasional melalui Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Industri pulp dan kertas telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi emisi, seperti pemanfaatan limbah biomassa (wood bark) sebagai sumber energi panas/listrik, penggunaan bahan baku daur ulang, serta pemanfaatan black liquor untuk menghasilkan energi.
Selain itu, industri ini tengah mengembangkan pemanfaatan limbah sebagai energi baru terbarukan (EBT), antara lain dengan pemanfaatan sludge IPAL, refuse-derived fuel (RDF) untuk impuritas plastik, serta produksi biogas. “Industri pulp dan kertas merupakan salah satu sektor yang berkontribusi signifikan terhadap emisi, terutama melalui penggunaan energi dan proses yang intensif,” ujar Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, Liana Bratasida.
Liana juga menyoroti tantangan dalam mengurangi emisi dan beralih ke energi bersih sebagai agenda penting yang harus diatasi. "Dengan tantangan ini, kami berkomitmen untuk menerapkan tata kelola limbah yang lebih baik dan penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan."
Kemenperin memastikan bahwa industri pulp dan kertas didukung dengan regulasi yang komprehensif untuk menciptakan lingkungan bisnis yang berkelanjutan. Upaya literasi dan bimbingan teknis juga terus diberikan kepada pelaku industri untuk memastikan bahwa komoditas ini memenuhi standar keberlanjutan yang semakin diperketat oleh pasar internasional.
Dengan kontribusi signifikan industri pulp dan kertas terhadap perekonomian nasional, penerapan prinsip industri hijau di sektor ini tidak hanya akan menjaga daya saing Indonesia di pasar global, tetapi juga berperan penting dalam pencapaian target Net Zero Emission dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui ekonomi hijau.