Sejarah Perjalanan Indonesia Menuju Implementasi PLTN

: Peneliti Teknologi Reaktor Nuklir BRIN, Tulis Jojok Suryono dalam acara FGD di Auditorium RRI, Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2024)/ Jhon InfoPublik.


Oleh Jhon Rico, Kamis, 10 Oktober 2024 | 19:39 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 254


Jakarta, InfoPublik- Pengembangan teknologi nuklir di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Presiden Soekarno. Pada tahun 1954, Soekarno membentuk panitia yang bertugas untuk meneliti dampak radioaktif dan penelitian awal terkait pemanfaatan nuklir.

Hal itu diungkapkan Peneliti Teknologi Reaktor Nuklir, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tulis Jojok Suryono dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Kedaulatan dan Ketahanan Energi Nasional: Percepatan Implementasi PLTN Menuju Indonesia Emas 2045" di Auditorium RRI, Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2024).

"Kemudian pada tahun 1958 itu mulai dibentuk dewan energi nuklir dan juga tentang lembaga atom nasional," kata dia.

Pada 1964 barulah terbentuklah badan tenaga atom nasional. Setahun kemudian, era dimana reaktor riset pertama itu di dirikan di Indonesia yang terletak di Bandung dengan daya sekitar 250 kilowatt (KWt).

Kemudian pada 1971 di era Presiden Soeharto dilakukan upgrading dengan kapasitas menjadi 1000 KWt.

Selanjutnya, pada 1979 Indonesia memiliki Reaktor Kartini di Yogyakarta dengan daya maksimum 100 kilo watt. 

"Barulah pada 1987 pendirian reaktor di Serpong bernama Siwabessy dengan daya 30 MWth," jelas dia.

Pada rentang 1991-1996, muncul kembali untuk mengembangkan energi nuklir. Pemerintah pun menginstruksikan untuk melakukan studi kelayakan di Semenanjung Muria, Jepara Jawa Tengah.

"Namun saat itu ada pertenangan sehingga proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Jepara dihentikan," jelas dia.

Kemudian pada 2013 dilakukan upaya untuk mengembangkan energi nuklir di tapak yang baru yaitu dengan melakukan studi kelayakan di Bangka Belitung.

Pada 2020-2022, dilakukan studi kelayakan kembali terkait pengembangan energi nuklir di Kalimantan Barat karena wilayah ini minim terjadi bencana alam, seperti gempa bumi, sehingga cocok untuk dijadikan lokasi pembangunan PLTN.

Hingga pada 2023, niat untuk membangun dan mengembangkan energi nuklir kembali muncul dan semakin kuat. Niat tersebut semakin kuat dengan pembentukan Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) atau Organisasi Pelaksana Program Energi Nuklir.

Pemerintah juga terus mengkaji potensi pengembangan PLTN di beberapa wilayah di Indonesia. Setidaknya terdapat beberapa tapak (lokasi) strategis yang diusulkan untuk pembangunan PLTN.

"Ini beberapa tapak potensial yang bisa digunakan untuk membangun PLTN, di antaranya ada di Batam, ada di Muria, di NTB, di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan sebagainya," ujar dia.

Dia mengungkapkan sejumlah daerah di Kalimantan Barat pun menunjukkan minat yang besar terhadap pembangunan PLTN di wilayah mereka. Hasil eksplorasi di beberapa lokasi, seperti Pantai Gosong, yang menunjukkan potensi yang sangat baik.

Lokasi-lokasi tersebut dikategorikan dalam tiga klasifikasi, yaitu preferred site (tapak yang diutamakan), peeferred and evaluated site (tapak yang diutamakan dan telah dievaluasi), serta potential site (tapak potensial).

FGD yang digelar oleh Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dihadiri beberapa pembicara diantaranya, Ketua Dewan Pakar Badan Kejuruan Teknik Nuklir Persatuan Insinyur Indonesia, Prof. Dr. Ir. Anhar Riza Antariksawan, dan Pengembang Teknologi Nuklir Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Suparman.

 

Berita Terkait Lainnya