- Oleh Fatkhurrohim
- Selasa, 26 November 2024 | 23:32 WIB
: Foto: D.Kom BI
Jakarta, InfoPublik – Stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia tetap terjaga pada semester I 2024, meski tekanan eksternal meningkat akibat ketidakpastian global. Indeks SSK yang stabil didukung oleh ketahanan sektor perbankan dan Industri Keuangan Nonbank (IKNB), serta kinerja positif korporasi dan rumah tangga.
Meskipun tekanan eksternal terus meningkat, dampaknya pada sektor keuangan terbatas, seperti terlihat dari akselerasi pertumbuhan intermediasi dan permodalan. Kebijakan makroprudensial yang akomodatif juga memberikan ruang bagi pembiayaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Outlook pertumbuhan kredit perbankan tetap kuat dengan prakiraan pertumbuhan kredit pada akhir 2024 berada dalam kisaran 10-12 persen, yang diperkirakan akan meningkat pada 2025 menjadi 11-13 persen.
Hal ini menjadi fokus utama dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. 43 edisi September 2024, yang bertema "Menjaga Resiliensi, Melanjutkan Momentum Pertumbuhan." Peluncuran ini dilakukan bersamaan dengan perkenalan Kalkulator Hijau, sebuah inovasi yang diinisiasi oleh Bank Indonesia dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rabu (2/10/2024) di Jakarta.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung, menyampaikan bahwa terdapat tiga tantangan utama yang perlu diperhatikan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
“Tantangan pertama adalah pergeseran lanskap ekonomi dunia, yang ditandai dengan meredanya ketidakpastian kebijakan moneter di negara maju dan melambatnya tekanan inflasi global. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk memanfaatkan siklus keuangan global yang melonggar guna mendorong pembiayaan ekonomi domestik,” ujar Juda.
Tantangan kedua adalah risiko operasional yang muncul dari digitalisasi keuangan, seperti ancaman siber, risiko penipuan, dan risiko operasional dari penyedia layanan teknologi penting.
Tantangan ketiga adalah risiko perubahan iklim, yang kini menjadi salah satu risiko terbesar. Laporan Risiko Global 2024 menunjukkan bahwa risiko iklim akan menjadi ancaman terbesar dalam 10 tahun ke depan.
“Oleh karena itu, Bank Indonesia bersama Kemenko Marves meluncurkan Kalkulator Hijau sebagai langkah nyata untuk mendukung target net zero emission. Alat ini memudahkan perusahaan untuk menghitung emisi karbon dari aktivitas ekonomi mereka dan mengurangi dampak lingkungannya,” tambah Juda.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti, menekankan pentingnya pembiayaan rendah emisi dan peran sentral perbankan dalam mewujudkannya.
“Kalkulator Hijau akan menjadi alat penting dalam penghitungan dan pemantauan emisi karbon, yang dapat digunakan oleh sektor perbankan dan dunia usaha untuk mendukung keuangan berkelanjutan,” jelas Nani.
Penggunaan Kalkulator Hijau akan membantu perbankan dan dunia usaha dalam mengukur emisi karbon mereka berdasarkan standar nasional. Dengan ini, diharapkan Indonesia dapat mencapai target National Determined Contribution (NDC) pada 2030, yaitu pengurangan emisi sebesar 32 persen, dan mencapai Net Zero Emission pada 2060.
Aplikasi Kalkulator Hijau ini memudahkan pelaku usaha dan perbankan dalam memenuhi pelaporan keberlanjutan yang dipersyaratkan oleh regulator dan pasar global. Dengan adanya pelaporan keberlanjutan, peluang akses terhadap investasi hijau dan pendanaan yang lebih luas akan semakin terbuka.
Kalkulator Hijau akan terus dikembangkan untuk mengukur emisi dari berbagai aktivitas ekonomi, sejalan dengan perkembangan global. Peluncuran ini dilanjutkan dengan seminar bertajuk "Peran Keuangan Hijau dalam Mendukung Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia."
Buku KSK No. 43 tersedia dalam format digital dan dapat diunduh melalui situs resmi Bank Indonesia. Sementara aplikasi Kalkulator Hijau dapat diakses secara gratis melalui AppStore dan Playstore, dilengkapi dengan panduan dan kertas kerja yang tersedia di website Bank Indonesia.