- Oleh Eko Budiono
- Sabtu, 30 November 2024 | 08:56 WIB
: Deputi Transportasi dan Infrastruktur, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) RI, Rachmat Kaimuddin, menggarisbawahi pentingnya optimalisasi penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dengan kualitas yang lebih baik dan penyaluran yang lebih tepat sasaran, Jakarta, Kamis, (12/9/2024). Foto. Humas Kemenko Marves RI.
Oleh Fatkhurrohim, Jumat, 13 September 2024 | 01:38 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 368
Jakarta, InfoPublik – Deputi Transportasi dan Infrastruktur, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin, menggarisbawahi pentingnya mengoptimalkan penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dengan kualitas yang lebih baik dan penyaluran yang lebih tepat sasaran.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi polusi udara dan memastikan bahwa subsidi BBM benar-benar sampai kepada kelompok masyarakat yang membutuhkannya.
Demikian dikatakan Deputi Rachmat dalam media briefing di kantor Kemenko Maarves, Kamis, (12/9/2024), di Jakarta.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah berencana menyediakan BBM rendah sulfur tanpa menaikkan harga BBM.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan BBM yang lebih berkualitas dan lebih bersih. Penyediaan BBM bersubsidi akan dilakukan dengan lebih selektif, hanya untuk golongan yang benar-benar membutuhkan.
“Rencana pemerintah adalah menyediakan BBM rendah sulfur tanpa menaikkan harga BBM. Sehingga masyarakat mendapatkan akses BBM yang lebih berkualitas dan lebih bersih,” jelas Rachmat.
Untuk menjalankan rencana ini tanpa membebani masyarakat atau negara, pemerintah akan memastikan BBM rendah sulfur diberikan kepada golongan yang membutuhkan. Dengan demikian, golongan kelas atas tidak akan lagi berhak mendapatkan subsidi BBM. “Jadi golongan kelas atas tidak lagi berhak memanfaatkan subsidi BBM,” imbuh Deputi Rachmat.
Deputi Rachmat juga menanggapi kekhawatiran terkait dampak penyesuaian penyaluran subsidi BBM terhadap ekonomi masyarakat kelas menengah. Ia menegaskan bahwa pemerintah memperhatikan tekanan ekonomi yang mungkin dirasakan oleh kelas menengah.
“Saat ini, apabila asumsi yang dilaporkan di media benar, yaitu jenis kendaraan di atas 1400cc tidak akan menjadi penerima subsidi BBM, maka dampak peraturan ini akan dirasakan kurang dari 7% populasi kendaraan,” jelas Deputi Rachmat.
Rachmat pun mengingatkan bahwa dalam lima tahun terakhir, pemerintah rata-rata menghabiskan Rp119 triliun setiap tahunnya untuk subsidi BBM. Ini menunjukkan bahwa pajak masyarakat tidak sepenuhnya tersalurkan kepada golongan yang membutuhkan subsidi.
“Dalam lima tahun terakhir, pemerintah rata-rata menghabiskan 119 triliun setiap tahunnya untuk subsidi BBM. Ini artinya pajak masyarakat tidak secara optimal tersalurkan karena tidak dinikmati golongan yang membutuhkan subsidi tersebut,” ujar Deputi Rachmat.
Untuk menghadapi tantangan ini, pemerintah tidak dapat hanya menambah anggaran subsidi BBM. Sebagai gantinya, langkah strategis diperlukan untuk memastikan subsidi BBM lebih tepat sasaran dan mengurangi dampak polusi udara.
Saat ini sudah ada kilang minyak yang siap menyediakan solar rendah sulfur, khususnya di Jakarta. Penyediaan BBM bersubsidi rendah sulfur akan dilakukan secara bertahap, dimulai dari Jakarta dan dijadwalkan akan diterapkan secara nasional pada tahun 2028.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat mengatasi masalah polusi udara sekaligus memastikan subsidi BBM benar-benar mencapai masyarakat yang membutuhkan.