- Oleh Eko Budiono
- Kamis, 21 November 2024 | 10:55 WIB
: Suasana di salah satu SPBU di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Foto: Pertamina
Oleh Eko Budiono, Senin, 4 November 2024 | 07:36 WIB - Redaktur: Untung S - 279
Jakarta, InfoPublik – Potensi subsidi energi yang tidak tepat sasaran di Indonesia diperkirakan mencapai Rp100 triliun dari total alokasi subsidi dan kompensasi energi pada 2024 sebesar Rp435 triliun.
Hal itu disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dalam keterangan resminya pada Minggu (3/11/2024).
"Kurang lebih sekitar 20-30 persen dari subsidi BBM dan listrik berpotensi tidak tepat sasaran, dan jumlah ini cukup besar, yaitu sekitar Rp100 triliun," ujar Bahlil. Padahal, subsidi energi seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang memang membutuhkan bantuan tersebut.
Bahlil menegaskan bahwa subsidi energi yang tidak tepat sasaran dapat menyebabkan bantuan pemerintah diterima oleh masyarakat yang sudah memiliki kondisi ekonomi yang baik. “Subsidi ini seharusnya disalurkan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, bukan kepada mereka yang kondisi ekonominya sudah mapan,” katanya.
Menurut Bahlil, potensi subsidi energi yang tidak tepat sasaran ini diketahui berdasarkan laporan dari berbagai pihak, termasuk PLN, Pertamina, dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). "Kami menemukan indikasi adanya ketidaktepatan penyaluran berdasarkan laporan dari PLN, Pertamina, dan BPH Migas," ujarnya.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Menteri ESDM untuk membentuk tim khusus yang bertugas mengkaji dan merumuskan solusi terkait subsidi energi yang tidak tepat sasaran. Tim tersebut dipimpin langsung oleh Bahlil dan tengah menyusun beberapa langkah strategis untuk memastikan subsidi tepat sasaran.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah menyalurkan subsidi melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi bantuan. "Salah satu opsi yang mungkin dilakukan adalah memberikan subsidi secara langsung kepada masyarakat dalam bentuk BLT," ungkap Bahlil.
Selain BLT, opsi lain yang tengah dipertimbangkan adalah kombinasi antara subsidi langsung dan skema subsidi seperti saat ini. "Kombinasi kebijakan bisa menjadi solusi, yaitu sebagian subsidi disalurkan melalui BLT dan sebagian lainnya melalui skema subsidi reguler," tambahnya.
Dengan langkah itu, pemerintah berharap dapat memastikan bahwa alokasi subsidi benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan, sekaligus memaksimalkan penggunaan anggaran negara untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.