Tren Polis Asuransi Mengalami Peningkatan

: Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon dalam acara AAJI Media Workshop di Jakarta, Kamis (25/1/2024) mengatakan jumlah polis perseorangan di 2023 mencapai 27,8 juta. Foto: InfoPublik


Oleh Isma, Kamis, 25 Januari 2024 | 22:01 WIB - Redaktur: Untung S - 430


Jakarta, InfoPublik - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia mencatat Sejak 2021, polis asuransi dan tertanggung menunjukkan tren peningkatan pascapandemi COVID-19. Tren ini terus berlanjut dari tahun ke tahun hingga akhir 2023.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon dalam acara AAJI Media Workshop di Jakarta, Kamis (25/1/2024) mengatakan jumlah polis perseorangan di 2023 mencapai 27,8 juta.

"Jumlah tersebut masih bisa meningkat, lantaran data yang disampaikan barus sampai periode Januari-September 2023. Angka ini saja bahkan sudah lebih tinggi dari 2022 dengan 27,7 juta polis dan 2021 dengan 17,7 juta polis," ujar Budi.

Budi menambahkan, tren serupa terjadi pada pemegang polis dari perkumpulan. Jumlahnya di periode Januari-September 2023 mencapai 1,9 juta polis atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya dengan 1,4 juta orang.

Kemudian, jumlah tertanggung dari perorangan juga naik menjadi 28,5 juta orang per September 2023 dibanding keseluruhan 2022 dengan 28,4 juta orang. Jumlah tertanggung dari perkumpulan meroket menjadi 66,7 juta orang per September 2023.

"Angka itu lebih tinggi dari tahun sebelumnya 57,1 juta orang. Ini menunjukkan industri asuransi jiwa tetap bertumbuh ke arah yang lebih baik di tengah masa pemulihan ekonomi yang masih fluktuatif," kata Budi.

Pada kesempatan itu, Budi mengungkapkan tantangan sektor asuransi di 2024. Sejumlah regulasi dan peraturan menjadi perhatian sektor tersebut.

"Tantangannya adalah permodalan karena di pengujung 2023 ada 'kado' berupa peraturan perasuransian yang dikeluarkan," ujar Budi.

Budi merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Beleid yang akan mulai efektif berlaku pada 2026 itu mengatur modal disetor untuk perusahaan asuransi dan reasuransi yang baru didirikan.

"Jadi harus ada tambahan modal sesuai peraturan dan membawa kewajiban pada perusahaan asuransi jiwa dan umum untuk meningkatkan ekuitas," jelasnya.

Tantangan kedua, yakni terkait spin-off bagi asuransi yang punya unit usaha syariah. Penyedia jasa wajib menambah modal anak perusahaan syariah yang akan di-spin off paling lambat 2026.

"Ketiga, penerapan IFRS-17/PSAK-74 yang dampaknya ke ekuitas perusahaan dan ada kemungkinan laba yang diakui perusahaan lebih kecil," tutur Budi.

Menurut Budi, perbedaan hasil laba itu lantaran sistem perhitungan yang berbeda. Misalnya ekuitas perusahaan dihitung dengan cara ABC saat ini. Pemberlakuan PSAK-74 membuat ekuitasnya dihitung dengan cara XYZ.

"Kalau hanya jadi lebih kecil tapi positif, itu cukup pusing. Tapi bayangkan kalau jadi negatif, itu menggerus ekuitas yang sebelumnya. Jadi dalam dua, tiga, empat tahun ke depan butuh tambahan modal," pungkas Budi.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh lsma
  • Sabtu, 14 Oktober 2023 | 12:13 WIB
AAJI Ajak Industri Asuransi Terapkan ESG