:
Jakarta, InfoPublik - Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan tumbuh relatif tetap kuat didorong oleh investasi yang meningkat, konsumsi yang masih tinggi dan kinerja ekspor yang membaik.
Investasi non bangunan diperkirakan akan terus membaik tercermin dari berlanjutnya penjualan alat berat yang meningkat, serta penjualan semen yang mulai tumbuh positif.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (28/3).
"Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap tinggi sebagaimana terindikasi dari penjualan ritel yang tumbuh stabil dan ekspektasi konsumen yang positif, kontribusi pemerintah terhadap konsumsi dan investasi pun cenderung membaik," kata Tirta.
Dari sisi eksternal, lanjutnya, kinerja ekspor juga diperkirakan tetap meningkat seiring dengan kenaikan harga komoditas. Dengan perkembangan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2017, perekonomian Indonesia diperkirakan dapat tumbuh pada kisaran 5,0-5,4 persen (yoy).
Ia mengungkapkan, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus pada Februari 2017, terutama didukung oleh berlanjutnya surplus neraca perdagangan nonmigas.
Surplus neraca perdagangan Indonesia tercatat sebesar US$1,32 miliar pada Februari 2017, lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 1,43 miliar dolar AS, namun lebih tinggi dibandingkan surplus pada Februari 2016 sebesar 1,14 miliar dolar AS.
Surplus tersebut antara lain didukung oleh kenaikan ekspor kelapa sawit, batubara, karet, dan bahan kimia. Di sisi lain, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan Indonesia hingga Februari 2017 telah mencapai 2,2 miliar dolar AS (ytd).
"Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Februari 2017 tercatat sebesar 119,9 miliar dolar AS, atau setara 8,9 bulan impor atau 8,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," ujarnya.
Kemudian, lanjut Tirta, nilai tukar Rupiah tetap menguat pada Februari 2017 sejalan dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian keuangan global. Secara rata-rata, rupiah mengalami apresiasi sebesar 0,17% (mtm) menjadi Rp13.338 per dolar AS.
Menurutnya, penguatan rupiah didukung oleh berlanjutnya penjualan valuta asing oleh korporasi eksportir sejalan dengan kinerja ekspor yang membaik, dan aliran modal masuk ke pasar keuangan Indonesia terutama dalam rangka pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sejalan dengan persepsi positif investor terhadap terjaganya kondisi perekonomian domestik.
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mewaspadai risiko yang dapat timbul terkait arah kebijakan AS dan dampak lanjutan kenaikan FFR, serta risiko ketidakpastian politik di sejumlah negara Eropa. Untuk itu, Bank Indonesia akan terus melakukan langkah-langkah stabilisasi yang diperlukan agar nilai tukar rupiah tetap sejalan dengan fundamental dan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar," pungkasnya.