:
Oleh Wawan Budiyanto, Rabu, 11 Januari 2017 | 23:31 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K
Jakarta, InfoPublik - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, puluhan ribu tenaga kerja akan terserap di kawasan industri Morowali di Sulawsi Tengah.
Kawasan industri ini dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Penyerapan tenaga kerja ini akan terealisasi apabila pabrik stainless steel berkapasitas dua juta ton dan beberapa industri hilir lainnya telah beroperasi.
“Hingga Desember 2016, kebutuhan tenaga kerja pelaksana di kawasan industri ini mencapai 11.257 orang dan untuk tenaga kerja level supervisor atau engineer sebanyak 1.577 orang,” kata Airlangga dalam keterangan resmi yang di terima InfoPublik, Rabu (11/1).
Sementara itu, diproyeksikan pada tahap kedua periode tahun 2017-2020, penambahan kebutuhan tenaga kerja pelaksana mencapai 10.800 orang dan untuk tenaga kerja level supervisor atau engineer sebanyak 1.620 orang. “Jumlah tersebut tentunya akan terus bertambah,” tegasnya.
Terkait tenaga kerja asing (TKA), Airlangga menjelaskan, itu diperlukan mengingat teknologi yang dipakai di industri smelter dibawa langsung oleh investor negara asal.
“Dengan adanya pembangunan industri smelter ini, telah terjadi proses transfer of knowledge melalui pelatihan dan pendampingan oleh tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia. Misalnya, dalam rangka konstruksi, pemasangan mesin dan peralatan, serta proses produksi,” terangnya.
Menperin menegaskan, TKA di industri smelter ini bersifat sementara, terutama hanya saat pembangunan proyek. “Pada masa konstruksi, perbandingannya untuk TKI 60 persendan TKA 40 persen. Sedangkan, ketika masa produksi, pada tahun pertama untuk TKI 65 persen dan TKA 35 persen,” ungkapnya.
Setelah masa konstruksi selesai, Airlangga juga memastikan, TKA tersebut akan pulang kenegaranya dan untuk pekerjaan tahap berikutnya diganti dengan TKI sesuai dengan skill proses pekerjaan selanjutnya. “Jadi TKA tidak bekerja di Indonesia selamanya,” tegasnya. Bahkan, pada tahun kelima perusahaan beroperasi, dipastikan porsi TKI menjadi 85 persen dan TKA 15 persen.
Airlangga menyampaikan, beberapa industri smelter telah bekerjasama dengan Kemenperin dan perguruan tinggi melalui program pelatihan dan pendidikan vokasi. “Dari tahun 2015-2017, Pusdiklat Industri Kemenperin telah menyiapkan SDM sektor industri smelter sebanyak 1.200 orang,” ujarnya.
Selain itu, telah dimulai pembangunan Politeknik Industri Logam Morowali yang memiliki program Diploma III Berbasis Kompetensi dan Akademi Komunitas Industri Logam Bantaeng untuk program Diploma II, yang keduanya memiliki konsep kurikulum link and match dengan industri. Program Diploma II yang ditawarkan berupa program studi Teknologi Perawatan Mesin, Teknologi Listrik dan Instalasi serta Teknologi Kimia Mineral dengan kapasitas 192 orang per tahun.
Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di industri pengolahan logam di wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, Kementerian Perindustrian juga menyelenggarakan pendidikan Program D I di Politeknik ATI Makassar yang hingga saat ini telah menghasilkan 293 lulusan.
“Diharapkan kedepannya, interaksi antara para pelaku industri smelter, tenaga kerja dan pemerintah dapat meningkatkan kontribusi industri pada perekonomian nasional yang pada akhirnya meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia,” paparnya.
Kemenperin mencatat terdapat 22 industri smelter yang telah bergabung dengan Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) dan 75 persen telah beroperasi secara komersial. Total investasi smelter tersebut telah mencapai 12 miliar dolar AS dan menyerap tenaga kerja sebanyak 28.000 orang. Perkembangan pembangunan smelter dan proses hilirisasi industri bahan dasar mineral merupakan konsekuensi positif dari pemberlakuan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.