:
Oleh Wawan Budiyanto, Selasa, 20 Desember 2016 | 09:16 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 332
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meluncurkan standar industri hijau (SIH) untuk 17 jenis industri.
Menurut Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto Standar tersebut disusun berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) digit lima, yang memuat ketentuan mengenai bahan baku, bahan penolong, energi, proses produksi, produk, manajemen pengusahaan, dan pengelolaan limbah.
“Standar industri hijau diharapkan dapat menjadi pedoman bagi perusahaan dalam menjalankan proses produksi yang efisien dan ramah lingkungan. Ini berdasarkan best practice yang akan menjadi benchmark di dalam maupun luar negeri. Bisa juga memacu peningkatan pasar ekspor karena ramah lingkungan dan penghematan cost perusahaan karena efisien,” kata Airlangga dalam siaran resminya kepada Infopublik, Senin (19/12).
Dijelaskannya, sejak tahun 2014 sampai saat ini, sudah dicapai konsensus atas SIH untuk 17 jenis industri, yaitu industri semen portland, ubin keramik, pulp dan kertas, susu bubuk, pupuk buatan tunggal hara makro primer, pengasapan karet, karet remah, serta tekstil pencelupan, pencapan dan penyempurnaan.
Kemudian gula kristal putih, kaca pengaman berlapis, kaca pengaman diperkeras, barang lainnya dari kaca, kaca lembaran, penyamakan kulit, pengawetan kulit, baja flat product, dan baja long product.
Ia menambahkan, SIH akan diberlakukan secara wajib ketika semua infrastruktur dan pelaku industrinya telah siap.
“Pada tahap awal, standar industri hijau diberlakukan secara sukarela. Namun nantinya, secara selektif bersifat wajib. Perusahaan yang tidak dapat memenuhi standar industri hijau tentunya akan dikenakan sanksi,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Haris Munandar menjelaskan, standar industri hijau diperlukan karena sebagai alat ukur dan indikator untuk mengetahui sejauh mana prinsip industri hijau telah diterapkan.
“Standar ini telah disepakati bersama oleh stakeholders,” ujarnya.
Menurut Haris, standar industri hijau juga merupakan sarana yang andal sebagai acuan dalammelakukan pembinaan dan pengembangan industri, khususnya menyiapkan program yang mendukung terjadinya pembangunan kapasitas sumber daya manusia dan meningkatnya penguasaan teknologi termasuk melalui pemanfaatan hasil-hasil litbang nasional.
Haris menambahkan, pengembangan industri hijau juga bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan energi, yang sekaligus akan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). “Upaya ini relevan dengan dengan komitmen Indonesia dalam menurunkan GRK," jelasnya.