:
Oleh Amrln, Minggu, 24 Juli 2016 | 20:47 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 526
Jakarta, InfoPublik - PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) membukukan laba bersih sebesar Rp4,37 triliun sepanjang semester I 2016, meningkat 79,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Kenaikan laba yang tinggi ini karena ekspansi kredit yang tinggi . Kedua peningkatan pendapatan berbasis komisi (fee based income). Selain itu karena adanya penurunan biaya pencadangan selanjutnya efisiensi bisa kita pertahankan," kata Direktur Utama BNI Ahmad Baiquni dalam paparan kinerja di Jakarta, Jumat (22/7).
Ahmad Baiquni menjelaskan, BNI menyatakan meraup pendapatan bunga bersih sebesar Rp13,91 triliun, tumbuh 11,7 persen dibandingkan dengan perolehan paruh pertama tahun lalu yang sebesar Rp12,45 triliun.
Demikian pula dengan pendapatan non bunga, naik 28,7 persen menjadi Rp4,43 triliun dari Rp3,44 triliun.
Dari segi kredit, BNI hingga akhir Juni 2016 menyalurkan pembiayaan sebesar menjadi Rp357,22 triliun, tumbuh 23,8 persen dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu Rp288,72 triliun.
"Pertumbuhan kredit tersebut ditopang oleh kredit bisnis banking produktif yang tunbuh 25,6 persen, dari Rp207,58 triliun pada semester I 2015 menjadi Rp260,7 triliun," ujarnya.
Selaras dengan itu, lanjutnya, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) BNI juga mengalami kenaikan, dari 2,7 persen pada Desember 2015 menjadi 3 persen.
"Ke depannya masih ada potensi tren kenaikan NPL mengingat kondisi perekonomian yang belum pulih," katanya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, bank pelat merah itu meningkatkan rasio cakupannya untuk mengatasi kredit bermasalah (coverage ratio), dari 138,6 persen pada kuartal II-2015 menjadi 142,8 persen pada kuartal II-2016.
"NPL trennya mengalami kenaikan. Angka 3 persen ini merupakan NPL yang tertinggi. Tapi kita berharap ke depan NPL semakin menurun. Kita targetkan di bawah 3 persen," katanya.
Untuk memitigasi risiko NPL yang naik, ia mengatakan, BNI akan mengambil langkah strategis guna membereskan kredit yang terindikasi bermasalah.
"Kredit-kredit yang sekiranya memburuk secepat mungkin kita lakukan restrukturiasi. Makanya kita naikan coverage ratio. Ke depannya kita perlu meningkatkan coverage rasio karena kalau kita lihat saingan kita yang juga rata-rata menaikan coverage rasionya," pungkasnya.