:
Oleh Baheramsyah, Kamis, 17 Maret 2016 | 00:02 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 909
Jakarta, InfoPublik - Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam telah resmi diundangkan di dalam Rapat Paripurna XXI Tahun 2015-2016.
Agenda utama Rapat Paripurna yakni Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam pada tanggal 15 Maret 2016 di Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim menegaskan, undang-undang ini mengatasi kesimpang-siuran dan memastikan adanya kewajiban negara untuk menjalankan skema perlindungan dan pemberdayaan bagi nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.
"Dalam konteks pemenuhan hak-hak ketiga subyek hukum tersebut, sudah seharusnya dialokasikan anggaran sebesar-besar demi kemakmuran masyarakat pesisir,” kata Abdul Halim di Jakarta, Rabu (16/3).
RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan ini, kata Halim, telah berulang kali masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2010-2014. Kemudian kembali menjadi prioritas di dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2014-2019 dengan nama RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan.
"Setelah melalui proses panjang, RUU ini berubah nama sampai dengan pengesahannya menjadi Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam," jelasnya.
Ditambahkannya, pengesahan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam ini perlu diikuti dengan kewajiban merealisasikan skema perlindungan dan pemberdayaan dengan mengalokasikan anggaran sedikitnya 10 persen dari total APBN kepada 2,7 juta nelayan, 3,5 juta pembudidaya ikan, dan 3 juta petambak garam.
"Dengan adanya kebijakan dan dukungan alokasi anggaran inilah, undang-undang ini akan memberikan kesejahteraan kepada ketiga pahlawan protein dan mineral tersebut." pungkas Halim.