:
Oleh Amrln, Minggu, 3 Januari 2016 | 12:40 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 439
"Masyarakat Maluku berharap on shore karena multiplier efek jauh lebih besar di darat dengan berbagai pertimbangan keamanan, pengawasan, ekonomi dan sosial," kata Nono di Jakarta, Sabtu (2/1).
Masyarakat Maluku kata dia, melihat peluang besar dari pengelolaan hasil gas Blok Masela di darat. “Pernah dalam Musyawarah Nasional masyarakat Maluku, masyarakat menghendaki pilihan on shore atas pengelolaan gas di Blok Masela," kata Nono.
Ia memaparkan, lokasi Blok Masela merupakan kawasan yang memiliki kandungan minyak dan gas. Hal ini bisa saja diklaim Australia jika negara itu meratifikasi konvensi hukum laut internasional atau UNICLOS (United Nations Conventions on the Law of the Sea). Atas dasar itu, selaku anggota DPD RI ia meminta agar kilang hasil eksplorasi Blok Masela dibangun pada pulau kecil terdekat.
"Untuk Blok Masela, seharusnya pemerintah berkaca pada kasus Pulau Sipadan dan Ligitan. Jika ada kilang di darat yang mengelola hasil Blok Masela, Indonesia punya dasar pendapat untuk mengklaim kepemilikan kawasan perairan tersebut."
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli menolak pengoperasian dan pengelolaan Blok Masela, ladang gas abadi di Tanah Maluku melalui pembangunan pabrik terapung atau di tengah laut.
Rizal menyatakan, jika pabrik pengolahan gas berada di darat, Indonesia bisa membangun kota yang lebih besar dari Balikpapan. Pasalnya, di area tersebut, dapat didirikan pabrik oleochemical, pabrik pupuk dan sebagainya sehingga perekonomian di wilayah Maluku dan Indonesia Timur kembali bergeliat.
"Orang Maluku marah sekali ketika zaman Belanda, ekonomi Maluku sangat maju, pendidikan mereka nomor dua tertinggi se-nasional sehingga banyak doktor, profesor terlahir dari putra putri Maluku. Tapi setelah merdeka, Maluku nomor tiga wilayah paling miskin, pendidikan nomor empat terendah, banyak ikan diekspor dari laut Maluku, tapi rakyatnya tidak dapat apa-apa," ujarnya.