:
Oleh MC Kab Aceh Tengah, Selasa, 11 Mei 2021 | 12:13 WIB - Redaktur: Kusnadi - 2K
Oleh : Fathan Muhammad Taufiq *)
Salah satu aspek ketahanan pangan yang saat ini menjadi issu yang sangat krusial hampir di semua negara, khususnya di negara-negara berkembang, adalah masalah ketersediaan pangan. Beruntung kita tinggal di Indonesia di mana masih sangat banyak potensi sumber daya alam untuk pengembangan ketersediaan pangan ini, namun masih perlu upaya dan kerja keras agar potensi tersebut dapat termanfaatkan secara optimal.
Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu merupakan keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hal ini menjadi prioritas pembangunan pertanian nasional dari waktu ke waktu. Ketersediaan pangan yang mencukupi kebutuhan setiap individu, dimulai dari ketersediaan pangan keluarga, dimana setiap keluarga harus mampu menyediakan pangan bagi anggota keluarga dengan memanfaatkan potensi yang ada dalam keluarga tersebut. Kedepan, setiap rumah tangga diharapkan mengoptimalisasi sumberdaya yang dimiliki, termasuk potensi lahan pekarangan dalam menyediakan pangan bagi keluarga.
Optimalisasi lahan pekarangan melalui Pekarangan Pangan Lestari
Untuk merangsang pemanfaatan pekarangan sebagai salah satu penyedia pangan keluarga, sejak tahun 2020 yang lalu, Kementerian Pertanian telah menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Pekarangan Pangan Lestari (P2L). Program ini adalah kelanjutan dari program Rumah Pangan Lestari (RPL) yang sudah dilaunching pada tahun 2011 yang lalu, inti programnya masih sama, namun dengan penekanan pada optimalisasi dan intensifikasi, sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Program P2L adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan lahan pekarangan secara intensif sebagai sumber pangan secara berkelanjutan untuk meningkatakan ketersediaan dan aksesibilitas pangan serta meninigkatkan pendapatan keluarga. Secara sederhana, konsep ini adalah upaya mengoptimalkan dan mengintensifkan pemanfaatan lahan di sekitar rumah atau fasilitas umum yang belum digarap optimal dengan berbagai sumberdaya lokal secara bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan beragam.
Apabila P2L dikembangkan dalam skala luas, berbasis desa atau wilayah pemukiman lain yang memungkinkan, penerapan prinsip Pekarangan Pangan Lestari akan berkembang menjadi Kawasan Pekarangan Pangan Lestari (KP2L). Selain memanfaatkan pekarangan rumah keluarga sebagai basis rumah pangan lestari, KP2L juga mencakup upaya intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil.
Konsep KP2L yang dicanangkan oleh Kementerian Pertanian memiliki prinsip optimalisasi lahan yang selama ini nyaris tidak termanfaatkan untuk penyedaan pangan keluarga dan masyarakat, secara umum KP2L memiliki prinsip utama yaitu :
Karena konsep KP2L ini berbasis keluarga, maka pelaku utama dari program ini adalah seluruh anggota keluarga. Namun demikian karena lingkup kegiatan ini berada di sekitar rumah atau tempat kediaman keluarga, maka kegiatan ini lebih diarahkan bagi kaum perempuan (ibu rumah tangga) agar mereka lebih produktif dalam membentu memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Untuk memudahkan koordinasi, pembinaan dan penyuluhan, para perempuan itu kemudian disarankan untuk membentuk Kelompok Wanita Tani (KWT). Meski demikian kegiatan ini juga tidak menutup kemungkinan melibatkan kaum pria, khususnya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dianggap berat bagi perempuan seperti membuat kandang ternak, memasang pagar, menggali kolam ikan, mengangkat pupuk, mengangkut hasil panen dan sebagainya. Sementara kegiatan “reguler” seperti menanam, menyiangi tanaman, memupuk, menyiram dan memanen dapat dilakukan oleh para perempuan.
Untuk menjaga keberlanjutan dan mendapatkan nilai ekonomi dari KP2L, pemanfaatan pekarangan diintegrasikan dengan unit pengolahan dan pemasaran produk. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya penyelamatan hasil yang melimpah dan peningkatan nilai tambah produk.
Sedangkan dampak yang diharapkan dari pengembangan KP2L ini antara lain:
Pemilihan Komoditas
Komoditas yang akan dikembangkan melalui penerapan konsep KRPL harus disesuaikan dengan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, berbasis sumber pangan lokal, dan bernilai ekonomi. Artinya komoditi yang akan dikembangkan dalam KRPL tersebut memang komoditi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga, berbasis sumberdaya pangan lokal yang sudah dikenal secara turun temurun di daerah tersebut, serta memiliki nilai ekonomis, artinya jika hasil yang didapatkan melebihi kebutuhan keluarga, kelebihan hasil tersebut dapat dijual untuk menambah penghasilan keluarga.
Untuk itulah, Kementerain Pertanian telah merekomenasikan beberapa komoditi yang sesuai untuk pengembangan KP2L ini. Komoditas tersebut antara lain sayuran, tanaman rempah dan obat, buah-buahan (pepaya, belimbing, jambu biji, srikaya, sirsak, dan buah lainnya, disesuaikan dengan lokasi), dan pangan lokal (ubi jalar, ubi kayu, ganyong, garut, talas, suweg, ubi kelapa, gembili, labu kuning, dan pangan lokal lainnya).
Pada pekarangan Strata 2 dan 3 yang memiliki areal yang lebih luas, pengembangan KP2L juga dapat ditambahkan dengan budidaya ikan dalam kolam dan ternak unggas atau ternak lainnya. Sesuai dengan kondisi lahan, agroklimat dan kesesuaian lahan, maka tiap kawasan menentukan komoditas unggulan yang dapat dikembangkan secara komersial, bisa saja antara satu daerah dengan daerah lainnya, komoditi yang dikembangkan berbeda-beda, sesuai dengan spesifikasi dan keraifan lokal setempat..
Konsepsi Lestari
Disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari, karena pengembangan KP2L memang mengandung konsep lestari, artinya pemanfaatan sumberdaya pekarangan ini dilakukan secara berkesinamungan atau terus menerus, karena kebutuhan pangan bagi keluarga juga berlaku secara terus menerus. Meski dilakukan secara terus menerus, namun komoditi yang dikembangkan bisa saja berubah atau berganti disesuaikan dengan musim atau kondisi iklim setempat.
Agar konsep KP2L ini terus lestari, para petugas lapangan setempat dan ketua kelompok agar sejak awal dilibatkan secara aktif mulai perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan. Diharapkan keterlibatan ini akan memudahkan proses keberlanjutan dan kemandiriannya.
Secara program, pengembangan awal KP2L ini memang difasilitasi oleh pemerintah melalui pemberian stimulant berupa bibit, pupuk, obat-obatan, sarana dan prasarana pendukung dan bantuan teknis berupa pelatihan. Namun untuk selanjutnya, diharapakan setiap keluarga dapat melanjutkan kegiatan ini secara mandiri, karena hasil yang diperoleh dari kegiatan ini juga untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga mereka sendiri.
Beberapa faktor lain yang mendukung keberlanjutan KP2L adalah ketersediaan benih/bibit, penanganan pascapanen dan pengolahan, dan pasar bagi produk yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan penumbuhan dan penguatan kelembagaan Kebun Bibit Desa (KBD), unit pengolahan hasil pertanian, dan kemudahan akses pemasaran. Selanjutnya, untuk mewujudkan kemandirian kawasan, maka dilakukan pengaturan pola dan rotasi tanaman termasuk sistem integrasi tanaman dengan ternak.
Sementara pada tingkat lanjut, KP2L juga ditujukan untuk pemenuhan Pola Pangan Harapan, dan untuk memenuhi Pola Pangan Harapan, diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan kelompok pangan (padi-padian, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lainnya) bagi keluarga. Melalui model lanjutan pengembangan KRPL ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga.
Pelaksanaan Pengembangan KP2L
Sebagai program yang baru diperkenalkan kepada masyarakat, tentunya pengembangan KP2L juga harus melalui tahapan-tahapan, mulai dari sosialisasi, penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan tanaman, penyediaan kebun bibit desa dan kebun percontohan. Sedang pada tahap lanjutan, dapat ditampah dengan unit pengolahan hasil dan pemasaran..
Untuk memperkenalkan program KP2L ini, langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan soialisasi kepada masyarakat yang akan menjadi sasaran kegiatan. Sosialisasi dilakukan oleh tim kepada warga di suatu kawasan perdesaan/perkotaan dengan melibatkan pemerintah daerah, penyuluh, tokoh masyarakat, untuk menyampaikan maksud dan tujuan pengembangan KP2L serta membuat perencanaan kegiatan. Sosialisasi dan pelatihan ini meliputi beberapa kegiatan antara lain : Pelatihan bagi pendamping (Training of Trainers), Pelatihan teknis bagi peserta, serta pembinaan lanjutan oleh para penyuluh pertanian dan stake holders terkait .
Pelatihan dilaksanakan untuk membekali warga tentang teknologi yang akan diterapkan pada kawasan. Pelatihan meliputi teknik budidaya tanaman, perbenihan/pembibitan, pengolahan hasil dan pemasaran sampai dengan pengelolaan limbah.
Antusiasme dan partisipasi warga saat penyiapan lahan di pekarangan, media tanam, kelengkapan vertikultur, sangat menentukan keberhasilan program. Penyiapan media dan wadah tanaman menggunakan bahan baku lokal seperti bambu, wadah dari barang/kemasan bekas pakai, dilakukan oleh warga dengan bimbingan para penyuluh. Penyipana media tanam vertikultur bukanlah kebutuhan mutlak, karena hanya dibutuhkan pada kawasan yang lahan pekarangannya sangat sempit, tapi untuk kawasan dengan areal pekarangan yang luas, budidaya dapat dilakukan langsung pada lahan pekarangan, bahkan dapat dipadukan dengan konsep integrasi tanaman, ternak dan ikan.
Perawatan tanaman secara rutin oleh warga dengan penyiangan, penyiraman, pemberian pupuk kandang, pemasangan ajir untuk penopang tanaman, pemeriksaan dan pengendalian hama/penyakit tanaman. Sementara pada pemeliharaan ayam/ternak atau ikan, pemeliharaan dilakukan dengan pemberian vaksin dan pemeriksaan kesehatan ternak secara berkala, pemberian pakan secara berimbang dan pemeriksaan kebersiahan dan sanitasi kandang. Dalam fese perawatan dan pemeliharaan ini, para peserta akan terus mendapatkan pendampingan dan pembinaan oleh para penyuluh dan stakeholders terkait
Konsepsi lestari yang diusung oleh program KP2L, mengharuskan setiap desa memiliki Kebun Bibit Desa (KBD), keberadaan kebun bibit ini adalah untuk menjaga kesinambungan program pemanfatan pekarangan ini. Kenapa setiap desa harus memiliki KBD?, karena setiap daerah atau kawasan meiliki spesifikasi komoditi, sehingga kebutuhan bibit yang diperlukan oleh masyarakat juga harus dibuat di desa atau kawasan tersebut, karena bibit yang dikembangkan di daerah sendiri tentu sudah meiliki daya adaptasi yang baik, sehingga dapat memperkecil terjadinya gagal tanam dan gagal panen.
Boleh dibilang KBD merupakan jantung KP2L, karena bisa menjadi tempat produksi benih dan bibit untuk RPL dan kawasannya. Keberadaan KBD juga bisa menjadi asset desa atau kelompok tani karena benih/bibit hasil produksi kebun bibit ini dijual untuk masyarakat dan hasilnya bisa mengisi kas desa/kelompok tani yang bisa dinafaatkan untuk pengembangan dan penguatan klembagaan kelompok tani itu sendiri.
Selain kebun bibit, program KP2L juga menghendaki adanya Kebun Percontohan, keberadaan kebun percontohan ini sangat penting untuk menjadi contoh dan acuan dalam penerapan konsep budidaya di KP2L. Kebun percontohan juga bisa menjadi wahana pembelajaran bagi warga sekaligus konservasi sumber daya genetik untuk melindungi dan melestarikan plasma nutfah spesifik lokasi atau kawasan tersebut. Karena sifatnya sebagai percontohan atau acuan bagi warga, maka Kebun Percontohan harus dikelola dengan baik, sedangkan pengelolaannya dapat dilakukan melalui kerjasama antara penyuluh pertanian, KWT, PKK desa dan stake holders terkait lainnya.
Selanjutnya ketika program KP2L ini telah berhasil, dan produk yang dihasilkan dari pekarangan keluarga ini melebihi kebutuhan pangan keluarga, maka kelebihan hasil ini dapat dijual atau dipasarkan, baik di lingkungan desa maupun keluar desa. Hasil penjualan produk pertanian asal pekarangan ini tentunya akan sangat bermanfaat untuk menambah pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Ini berarti program KP2L juga memiliki manfaat ganda, yaitu sebagai penyedia pangan keluarga sekaligus pendongkrak perekonomian keluarga.
Sementara untuk penganekaragaman konsumsi pangan, pengolahan hasil pertanian menjadi kuncinya. Satu jenis komoditi, misalnya ubi kayu, dapat diolah menjadi berbagai jenis pangan olahan dengan performa dan rasa berbeda. Dengan sedikit keterampilan mengolah bahan pangan, ubi kayu dapat disajikan sebagai keripik, kerupuk ubi, tape, kue talam, lemet/lepat, tiwul, getuk dan sebagainya. Produk pertanian yang sudah diolah sedemikian rupa, tentu nilai jualnya juga akan lebih tinggi, jadi usaha pengolahan hasil ini juga bisa menjadi sarana untuk meningkatkan pendapatn keluarga. Dan untuk bisa mengolah berbagai produk pangan hasil dari pekarangan ini, dapat dilakukan melalui pelatihan atau simulasi yang difasilitasi oleh desa serta penyuluh yang bertugas di desa tersebut..
Selama ini kita mungkin berenggapan, bahwa keberadaan pekarangan hanyalah sebagai pelengkap sebuah rumah, namun ternyata jika dioptimalkan pemanfaatannya, pekarangan rumah yang tidak luas pun dapat menjadi penyedia pangan keluarga, bahkan dapat menstimulasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga, dan pengembangan KP2L adalah salah satu cara untuk mengoptimalkan pemanfatan pekarangan tersebut. Kemauan masyarakat serta dukungan dari pemerintah daerah, tentu saja akan menjadi kunci keberhasilan program ini.
Semoga catatan kecil ini bisa menjadi masukan bagi instansi dan stakeholders yang terkait dengan pembinaan ketahanan pangan di daerah, dan bisa menjadi motivasi bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan pekarangan rumah mereka untuk kegiatan produktif.
*) Kasi Layanan Informasi dan Media komunikasi Publik pada Dinas Kominfo Kabupaten Aceh Tengah, Peminat Bidang Pertanian dan Ketahanan Pangan.