:
Oleh MC Prov Sumatera Barat, Kamis, 5 Juli 2018 | 11:23 WIB - Redaktur: Kusnadi - 732
Bukittinggi, InfoPublik - Pos Pengamat Gunung Api (PGA) Marapi membagi tiga wilayah yang berpotensi terdampak akibat aktifitas Marapi. Wilayah ini dinamakan Kawasan Rawan Bencana (KRB) I, II dan III.
KRB I merupakan zona radius 5-7 kilometer dari kawah, dengan ancaman berupa bencana lahar dingin di sepanjang aliran sungai dan bencana berupa jatuhan hujan abu serta kemungkinan dapat terkena lontaran batu pijar.
KRB II berada radius 3-5 kilometer dari kawah, dengan ancaman aliran masa berupa awan panas, aliran lava, guguran batu pijar, hujan abu lebat serta lahar dingin di sepanjang aliran sungai.
Terakhir, KRB III, merupakan kawasan paling rawan karena meliputi areal 0-3 kilometer dari kawah. Kawasan ini sama sekali tak boleh didekati untuk saat ini sebab Marapi berada dalam status Waspada Level II yang berarti radius 3 kilometer dari kawah tak direkomendasikan untuk beraktifitas apapun. Karena ini zona "merah", tentunya bakal paling sering terlanda awan panas, aliran lava, serta lontaran bom vulkanik.
Pada Rabu, 4 Juli 2018, PGA Marapi yang berkantor di Belakang Balok Bukittinggi melakukan pendataan kependudukan sekaligus sosialisasi di zona KRB.
Pendataan dilakukan dengan cara mendatangi langsung perkampungan di sepanjang kaki dan lereng Marapi yang masuk wilayah administratif Kabupaten Agam meliputi Kecamatan Canduang (Nagari Lasi dan Bukik Batabuah) dan Kecamatan Sungai Pua (Nagari Sungai Pua, Nagari Sariak dan Batu Palano).
Dari Pemerintahan Nagari tersebut, terkumpullah data sekitar 13.568 jiwa yang menghuni KRB I atau dalam radius 5-7 kilometer dari kawah Marapi. Tidak ada warga yang menetap di KRB II yang merupakan kawasan hutan lindung dan KRB III di kawasan Puncak.
Rinciannya, di Nagari Bukik Batabuah sebanyak 3546, berada di Jorong Batang Silasiah dan Jorong Gobah. Di sini, Puncak Marapi terlihat sangat dekat. Lalu ditemukan sebuah perkampungan kecil bernama Rubai di Jorong Batang Silasiah dengan ketinggian mencapai 1425 meter diatas permukaan laut. Rubai menjadi perkampungan paling akhir dan tertinggi yang dihuni manusia di kawasan Marapi wilayah Agam serta berada di dekat dua sungai yang berhulu langsung dari Marapi.
"Dari Rubai, ke kawasan Puncak (kawah), hanya perlu waktu 2 jam," sebut warga lokal Robi yang mengaku sering ke puncak Marapi.
Waktu pendakian 2 jam ini jauh lebih singkat dibanding dengan rute Koto Baru Tanah Datar yang mencapai 6 jam perjalanan, menandakan betapa dekatnya wilayah ini dengan daerah kawah.
"Saat terjadi letusan Mei kemarin, kampung ini bergetar dibuatnya. Cukup bikin takut," ungkapnya.
Nunung, Sekretaris Nagari Bukik Batabuah menyebut, sampai saat ini belum ada tanda jalur evakuasi bagi penduduk untuk mempermudah menyelamatkan diri jika terjadi bencana.
Bergeser di wilayah selanjutnya yakni Nagari Sungai Pua, di sini dihuni sekitar 6500 jiwa meliputi Jorong V Kampuang, Jorong Tangah Koto dan Kapalo Koto.
Lalu di Nagari Sariak, dihuni sebanyak 755 jiwa dengan rincian di Jorong Dadok, Jorong Lukok, Jorong Baruah Mudiak dan Jorong Sariak Ateh.
Terakhir, Nagari Batu Palano yang dihuni sebanyak 2767 jiwa meliputi Jorong Simpang IV, Jorong Simpang III, Jorong Padang Tarok dan Jorong Aceh Baru.
Untuk saat ini, karena status Marapi masih waspada, penduduk yang menghuni KRB I ini terbilang aman karena yang tak boleh didekati itu radius 0-3 kilometer dari kawah, sementara mereka hidup di areal 5-7 kilometer dari kawah.
"Jika Marapi meningkat statusnya ke level Siaga dan berpotensi menyebabkan bencana, mereka inilah yang pertamakali mengungsi,"jelas Hartanto, Petugas Pos Pengamat Gunung Api Marapi, Rabu (4/7).
Saat ini, aktifitas Marapi terbilang masih stabil, hanya saja Hartanto mengingatkan penduduk di dekat aliran sungai yang berhulu di Marapi untuk waspada akan potensi banjir lahar dingin atau galodo.Sejauh ini, Marapi belum pernah menyandang status siaga atau awas. (Eko Kurniawan, S.Kom/Diskominfo/Eyv)