:
Oleh Ahmed Kurnia, Senin, 16 Agustus 2021 | 20:47 WIB - Redaktur: Untung S - 3K
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang dipimpin Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp133,92 triliun dalam RAPBN 2022. Jumlah ini meningkat 13 persen dibandingkan dengan alokasi anggaran Kemhan pada APBN 2021
Berdasarkan rencana penggunaan anggaran tersebut, alokasi anggaran Kementerian pertahanan di RAPBN 2022, di antaranya adalah untuk program modernisasi peralatan umum sistem persenjataan (Alutsista). Di samping anggaran ini juga digunakan untuk kebutuhan non-Alutsista, dan Sarana Prasarana (Sarpras) Pertahanan. Secara total untuk ketiga kebutuhan tersebut, Kemhan mengalokasikan anggaran sebesar Rp43,26 triliun.
Anggaran belanja khusus untuk persenjataan di Kemhan di RAPBN 2022 sebesar Rp43,26 triliun itu, berarti meningkat 33 persen dibandingkan dengan alokasi anggaran di APBN 2021 sebesar Rp32,48 triliun. Tampaknya pemerintah akan terus melanjutkan kegiatan prioritas dan strategis dalam rangka mendukung terwujudnya pemenuhan Minimum Essential Force (MEF) secara bertahap.
Sebelumnya, ketika melakukan Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI (2/6/2021), Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah menyampaikan rencana penggunaan anggaran dan sekaligus menjelaskan mengenai konsep rencana induk pertahanan yang saat ini dalam proses penyusunan.
Ketika itu, Menteri Prabowo menyampaikan banyak alutsista milik TNI yang sudah tua dan mendesak untuk segera diganti. "Kebutuhan modernisasi alutsista sangat penting dan kita siap menghadapi dinamika lingkungan strategis yang berkembang sangat pesat," tutur Menteri Prabowo.
Kemhan, sebagai unsur pelaksana pemerintah di bidang pertahanan, memiliki tugas pokok berupa perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang strategi, perencanaan, potensi dan kekuatan pertahanan. Untuk mendukung tugas pokok tersebut, Kemhan menyusun dan menetapkan program prioritas meliputi: peningkatan kekuatan pertahanan, modernisasi alutsista/non-alutsista dan profesionalisme prajurit, serta kesiapan operasi matra darat, laut dan udara secara integratif.
Untuk melaksanakan program prioritas tersebut, seperti yang tertera dalam dokumen studi Pusat Kajian Anggaran DPR RI (Juni 2021), Kemhan membutuhkan alokasi anggaran yang cukup memadai agar target dan sasaran output bidang pertahanan dapat tercapai. Selama kurun waktu 2010-2022, anggaran belanja Kemhan menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Anggaran tertinggi dicapai pada 2021 sebesar Rp137,3 triliun dan terendah pada 2010 sebesar Rp42,4 triliun.
Hanya pada 2014, 2016, 2018 dan 2022 alokasi anggaran Kemhan mengalami kontraksi masing-masing sebesar minus 1,7 persen, minus 3,3 persen, minus 9 persen dan minus 8,4 persen. Secara rata-rata anggaran belanja Kemhan tumbuh positif 9,5 persen pertahun atau naik dari Rp42,4 triliun pada 2010 menjadi Rp125,8 triliun pada 2022.
Anggaran Belanja Pertahanan Masih di Bawah 1 persen PDB dan Fokus pada Matra Darat
Menurut dokumen yang bertajuk “Catatan atas Anggaran Belanja Kementerian Pertahanan” dalam Budget Issue Brief Politik dan Keamanan itu (Volume 10, Juni 2021), belanja pertahanan Indonesia masih relatif rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia termasuk di ASEAN.
Begitu pula berdasarkan data yang dirilis Stockholm International Peace Reserach Institute (SIPRI, 2020), menunjukkan bahwa belanja militer Indonesia hanya 0,86 persen PDB. Negara-negara ASEAN lainnya sudah di atas 1 persen PDB seperti Filipina (1,01 persen), Malaysia (1,14 persen), Thailand (1,47 persen), Singapura (3,2 persen) dan Brunai Darussalam (4,1 persen) dari PDB.
Sebagai negara dengan wilayah yang sangat luas dan berbatasan langsung dengan negara- negara yang berkonflik di Laut China Selatan, Indonesia seharusnya mengejar ketersediaan alutsista yang memadai sesuai dengan MEF. Jika mengacu pada pemenuhan MEF, maka pemerintah bersama DPR RI – menurut analisis dan rekomendasi dalam dokumen tersebut - harus punya political will untuk meningkatkan alokasi belanja pertahanan minimal di atas 1 persen PDB per tahun.
Alokasi anggaran belanja pertahanan – masih menurut “Catatan atas Anggaran Belanja Kementerian Pertahanan” hingga saat ini masih menempatkan Matra Darat sebagai institusi pertahanan dengan alokasi anggaran belanja terbesar dibandingkan dengan Matra Laut maupun Matra Udara.
Sejak 2010, rata-rata alokasi anggaran Matra Darat sebesar Rp38,05 triliun (39 persen), diikuti Matra Laut Rp13,76 triliun (14 persen) dan Matra Udara Rp11,37 triliun (12 persen). Anggaran belanja Matra Darat tumbuh 12,63 persen per tahun atau naik dari Rp19,3 triliun pada 2010 menjadi Rp56,3 triliun pada 2019.
Meskipun anggaran Matra Laut tumbuh lebih tinggi (12,85 persen per tahun) dibanding Matra Darat, namun mengalami fluktuasi selama periode 2010-2019 dengan realisasi anggaran tertinggi dicapai pada 2017 sebesar Rp21,9 triliun.
Melihat potensi ancaman konflik Laut Cina Selatan yang tidak kunjung reda dan negara-negara lain semakin aktif meningkatkan belanja militer, pemerintah bersama DPR RI perlu mempertimbangkan penguatan Matra Laut dan Udara. Dengan luas wilayah perairan Indonesia mencapai lebih dari 60 persen, maka Matra Laut adalah garda terdepan dalam melindungi segenap rakyat Indonesia. Demikian juga dengan Matra Udara yang punya peran vital mempertahankan kedaulatan udara.
(Keterangan Foto: Komandan KRI Youtefa-522 Letkol Laut (P) I Nyoman Armenthia W mengepalkan tangan ke arah KRI Teluk Hading-538 saat 'sailing pass' di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (22/7/2021). Pelayaran tersebut merupakan rangkaian uji ketahanan mesin KRI Teluk Youtefa-522 usai resmi memperkuat sistem Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI AL. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp)