:
Oleh Norvantry Bayu Akbar, Selasa, 27 Oktober 2020 | 10:56 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K
Jakarta, InfoPublik - Anda merasa terganggu dengan layanan publik yang lamban dan ruwet? Itu masa lalu. Kini era baru telah tiba sejalan dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi UU oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 5 Oktober 2020. Beleid yang berfungsi sebagai Omnibus Law ini akan membawa banyak perubahan ke arah yang lebih baik bagi kemajuan Indonesia.
Salah satunya adalah memangkas alur birokrasi yang dinilai berbelit yang ada selama ini. Melalui percepatan pelayanan perizinan, tentu akan berpengaruh pada Indeks Kemudahan Berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) di Indonesia yang pada akhirnya akan membantu proses pemulihan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19.
Berdasarkan data Bank Dunia, indeks EoDB Indonesia per September 2020 berada pada posisi ke-73 dari 190 negara. Namun, peringkat tersebut stagnan selama dua tahun terakhir. Untuk itu, diperlukan terobosan regulasi yang bisa meningkatkan kemudahan berusaha sehingga membantu peningkatan ekonomi nasional.
Pembangunan ekonomi dan kemudahan berusaha berkaitan erat dengan proses pelayanan publik yang efektif. Dalam RUU Cipta Kerja Pasal 349 disebutkan bahwa daerah dapat melakukan penyederhanaan jenis dan prosedur pelayanan publik untuk meningkatkan mutu pelayanan serta daya saing daerah.
Penyederhanaan layanan tersebut harus sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta kebijakan pemerintah pusat. Dalam hal ini, penyederhanaan jenis dan prosedur pelayanan publik di daerah dapat diatur melalui Peraturan Daerah.
Masih dalam pasal yang sama, disebutkan juga bahwa pemerintah daerah dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Implementasi pemanfaatan teknologi tersebut sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang meminta digaungkannya program Digital Melayani atau Dilan.
Terkait itu, saat ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) tengah mendorong terbangunnya Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) di berbagai daerah. Adanya SIPP di sini menjadi salah satu upaya mewujudkan Dilan.
Gagasan Dilan sendiri difokuskan pada peningkatan kualitas pelayanan publik yang dijalankan dengan pelayanan berbasis elektronik atau e-services. Karenanya, SIPP dinilai dapat menjadi solusi atas tantangan pemerintahan di era digital. Ke depan, menurut Kementerian PANRB, SIPP akan dikembangkan menjadi portal pelayanan publik nasional yang akuntabel, transparan, dan efisien.
Selain itu, dalam Pasal 350 ayat 2 menyebutkan pula bahwa dalam pelayanan perizinan berusaha, daerah harus membentuk unit pelayanan terpadu satu pintu di mana pelayanan perizinan berusaha wajib menggunakan sistem elektronik sesuai standar yang ditentukan pemerintah pusat.
Itu sejalan dengan konsep Mal Pelayanan Publik (MPP) sebagai generasi ketiga pelayanan publik terpadu yang telah berdiri di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia. Selama ini, MPP berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan atau aktivitas pelayanan publik atas barang, jasa, dan administrasi, serta merupakan perluasan dari fungsi unit pelayanan terpadu sebelumnya.
Di dalam gedung MPP, berbagai jenis pelayanan publik telah terintegrasi, baik pelayanan dari pemerintah pusat, daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah, bahkan swasta. Dengan konsep ini, kini masyarakat tidak perlu lagi mengalami kesulitan atau kerepotan untuk berpindah-pindah lokasi guna mendapatkan lebih dari satu jenis layanan karena semua telah tersedia di MPP.
Sejak tahun 2017 hingga tahun 2020, tercatat telah terdapat 28 MPP baru yang tersebar di daerah tingkat dua, dari Aceh hingga Papua. Selain itu, terdapat puluhan MPP lainnya yang telah beroperasi memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dan beberapa diantaranya akan segera diresmikan.
Guna memaksimalkan peningkatan kualitas pelayanan publik, upaya tersebut juga harus didukung dengan perampingan organisasi, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini bertujuan agar pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih cepat, iklim investasi menjadi lebih kondusif, dan pendapatan masyarakat meningkat.
Dampak Positif
Terbukti memberikan hasil positif, program Mal Pelayanan Publik (MPP) pun kian digiatkan. Kementerian PANRB menargetkan generasi ketiga pelayanan publik terpadu ini ada di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
Berdirinya MPP dinilai sebagai langkah inovatif bagi sistem pelayanan publik di Indonesia. MPP pun dianggap lebih progresif karena memadukan pelayanan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta dalam satu gedung.
Adapun generasi pertama pelayanan terpadu di Indonesia adalah Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA). Kemudian berevolusi menjadi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sebagai generasi kedua. Kehadiran MPP sebagai generasi ketiga dapat memayungi PTSP tanpa mematikan pelayanan yang sudah ada sebelumnya. Artinya, peran PTSP justru diperluas sebagai motor penggerak MPP.
Gagasan MPP sendiri dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa meski pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah memberikan pelayanan yang lebih baik, kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang lebih cepat dan sederhana tidak terelakkan. Maka, harapan dan tuntutan untuk lebih memudahkan dan menyederhanakan pelayanan semakin kuat.
Oleh karenanya, dipandang perlu ada pelayanan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang terintegrasi dalam satu gedung pelayanan sehingga masyarakat dapat menyelesaikan segala urusan dalam satu waktu dan satu tempat.
Amanat pembentukan MPP sendiri tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) PANRB Nomor 23 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik.
Dijelaskan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang berkelanjutan, diperlukan pengelolaan pelayanan publik terpadu dan terintegasi yang cepat, mudah, terjangkau, aman, dan nyaman dari seluruh jenis pelayanan pemerintah pusat dan daerah, BUMN, BUMD, serta swasta pada satu tempat, yakni MPP.
Di samping itu, pada Pasal 2 juga disebutkan bahwa tujuan lain berdirinya MPP adalah untuk meningkatkan daya saing global dalam memberikan kemudahan berusaha di Indonesia. Dalam penyelenggaraannya, MPP harus memegang prinsip keterpaduan, berdaya guna, koordinasi, akuntabilitas, aksesibilitas, dan kenyamanan.
"MPP diselenggarakan oleh organisasi perangkat daerah yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu," bunyi Pasal 4 Ayat (1).
Sementara pada Pasal 4 Ayat (2) ditegaskan, ruang lingkup MPP meliputi seluruh pelayanan perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan daerah, serta pelayanan BUMN, BUMD, dan swasta.
Adalah Azerbaijan yang menjadi inspirasi Kementerian PANRB dalam memunculkan konsep MPP ini. Pasalnya, negara tersebut mempunyai institusi bernama ASAN Xidmet sebagai pusat pelayanan publik dan sudah menjadi contoh internasional.
Kualitas pelayanan Azebaijan Service and Assessment Network (ASAN) itu juga sudah diakui PBB dengan meraih penghargaan United Nations Public Service Award (UNPSA) di bidang pelayanan publik pada 2015.
Berdasarkan data Kementerian PANRB, Indeks Pelayanan Publik (IPP) pun terus mengalami peningkatan sejak 2017. Saat itu, IPP berada pada angka 3,28. Kemudian terus naik menjadi 3,38 pada 2018 dan 3,63 pada 2019.
Dengan disahkannya RUU Cipta Kerja, diharapkan pelayanan publik dapat semakin menjawab kebutuhan masyarakat yang pada akhirnya juga akan berkontribusi pada peningkatan perekonomian nasional. (Foto: