Resolusi PBB Rasa Indonesia

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Senin, 6 April 2020 | 11:14 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 978


Jakarta, InfoPublik - Diplomasi Indonesia di kancah internasional, kembali menorehkan hasil positif. Kali ini, Indonesia berhasil meloloskan resolusi Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) berjudul “Global Solidarity to Fight Covid-19" yang diputuskan secara aklamasi pada 2 April 2020 di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat.

Resolusi ini menjadi produk pertama yang dihasilkan PBB terkait Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sejak diumumkannya status pandemik global oleh Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) pada 11 Maret 2020.

Resolusi yang diperjuangkan Indonesia bersama Ghana, Liechtenstein, Norwegia, Singapura, dan Swiss tersebut menekankan pesan politis tentang pentingnya persatuan, solidaritas, dan kerja sama internasional dalam upaya mitigasi pandemi global Covid-19.

“Di situasi prihatin seperti ini sangat diperlukan kesatuan, solidaritas, dan kerja sama internasional untuk dapat merespons COVID-19 secara tepat dan kolektif. Tidak ada satu negara yang imun terhadap virus yang telah menjadi pandemi dan menyebabkan tingginya angka kematian di banyak negara," tegas Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (03/04/2020).

Adapun pesan dari resolusi tersebut adalah PBB sebagai organisasi universal memiliki peran sentral untuk mengoordinasikan respons global. Selain itu, PBB juga harus dapat memberikan harapan kepada komunitas internasional bahwa dengan kerja sama, solidaritas, serta kebijakan yang tepat, setiap negara dapat mengatasi krisis ini.

Implementasi peran PBB tersebut tercemin pula dalam resolusi, seperti meminta kerja sama negara-negara untuk menahan laju penyebaran virus, memitigasi dampak melalui pertukaran informasi, kerja sama pengetahuan para ilmuwan, serta praktik baik dari tiap negara.

Selanjutnya, resolusi menegaskan peran sentral WHO di garda depan dalam mengoordinasikan semua elemen masyarakat internasional.

Secara khusus, resolusi juga memberikan apresiasi kepada seluruh pekerja di bidang kesehatan, profesi medis, dan para peneliti yang terus bekerja di bawah kondisi yang sangat sulit.

Sebagai informasi, resolusi terkait Covid-19 ini mencatatkan sejarah baru sejak PBB berdiri, yaitu resolusi dengan negara pendukung terbanyak, yakni 188 negara anggota PBB. Hal ini menunjukan bahwa meskipun dalam situasi pandemi, diplomasi Indonesia di PBB masih tetap berjalan dan PBB tetap melakukan tugas dan mandatnya.

Mengingat situasi pandemi seperti sekarang ini, ditambah pula adanya kebijakan karantina wilayah atau lockdown oleh Gubernur Negara Bagian New York, resolusi “Global Solidarity to Fight Covid-19" disepakati secara virtual dan tanpa dilakukannya pertemuan secara fisik.

Mengutip data worldometer pada 5 April 2020, secara global Covid-19 telah menjangkit 206 negara dan wilayah dengan kasus positif tercatat sebanyak 1.201.963 orang, meninggal sebanyak 64.727 orang, dan sembuh sebanyak 246.638.

Berdasarkan jumlah kasus positif, lima negara teratas antara lain Amerika Serikat (311.357), Spanyol (126.168), Italia (124.632), Jerman (96.092), dan Perancis (89.953). Sementara berdasarkan jumlah kematian, Italia berada di urutan pertama dengan 15.362 orang. Disusul Spanyol (11.947), Amerika Serikat (8.452), Perancis (7.560), dan Britania Raya (4.313).

Sementara untuk di Indonesia sendiri, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 mencatat pada Sabtu (4/4/2020) terdapat 2.092 kasus positif, di mana sebanyak 191 orang meninggal dunia dan 150 orang dinyatakan telah sembuh dari virus corona jenis baru tersebut.

Resolusi PBB Prakarsa Indonesia

Kembali ke peran diplomasi negara ini di dunia internasional, Indonesia merupakan salah satu negara anggota PBB yang cukup aktif pada bidang diplomasi kesehatan.

Saat ini, Indonesia merupakan Ketua Foreign Policy and Global Health Initiative, sebuah forum internasional yang membahas dan memprakarsai isu kesehatan dan kebijakan politik multilateral. Selain Indonesia, forum tersebut juga beranggotakan Brazil, Norwegia, Perancis, Senegal, dan Thailand.

Di samping itu, Indonesia saat ini juga menjadi anggota Executive Board WHO, yakni badan eksekutif WHO yang membahas dan memutuskan arah kebijakan dan agenda kerja organisasi kesehatan dunia tersebut.

Menilik ke belakang, banyak sekali resolusi PBB yang terlahir atas prakarsa Indonesia. Tak hanya soal kesehatan, tetapi juga berbagai bidang lainnya. Pada 2019 saja, misalnya, Indonesia sedikitnya telah memprakarsai lima resolusi PBB.

Pertama, diplomasi Indonesia kembali menorehkan hasil di Dewan Keamanan (DK) PBB setelah sukses memfasilitasi kesepakatan Resolusi 2489 mengenai peran Misi PBB di Afghanistan pada 17 Septmber 2019.

Resolusi tentang United Nations Mission in Afghanistan (UNAMA) tersebut memperpanjang mandat misi selama 12 bulan hingga 17 September 2020. Adapun Jerman menjadi negara yang memperjuangkan resolusi ini bersama Indonesia.

Resolusi ini memberikan mandat baru bagi UNAMA untuk mendukung kapasitas Pemerintah Afghanistan dalam penegakan Hak Asasi Manusia, kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak-anak. Selain itu, UNAMA juga miliki mandat untuk dukung persiapan Pemilu Presiden pada 28 September 2019.

Kedua, Indonesia memprakarsai resolusi PBB mengenai ekonomi kreatif pada Sidang Majelis Umum (SMU) PBB yang disahkan secara konsensus pada 14 November 2019 di New York, Amerika Serikat. Resolusi berjudul “International Year of Creative Economy for Sustainable Development 2021” itu menekankan peran krusial sektor ekonomi kreatif dalam mendorong pembangunan berkelanjutan.

Upaya ini menjadi yang pertama kalinya bagi Indonesia dalam memprakarsai keputusan di PBB berupa resolusi ekonomi kreatif, yang belum pernah dilakukan oleh negara-negara lain sebelumnya. Uni Eropa dan sejumlah besar delegasi pun menyampaikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif Indonesia tersebut.

Resolusi Indonesia yang disponsori oleh 81 negara tersebut mendorong investasi pada bidang produksi dan perdagangan di sektor kreatif serta mendukung peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), perempuan, generasi muda, dan komunitas lokal dalam pengembangan ekonomi kreatif.

Ketiga, pada 19 November 2019, tim diplomat Indonesia berhasil meloloskan resolusi PBB mengenai perlindungan pekerja migran perempuan. Proses negosiasi resolusi dua tahunan berjudul “Violence Against Women Migrant Workers” itu dipimpin oleh Indonesia bersama Filipina, dan disponsori sebanyak 47 negara.

Resolusi yang pertama kali digagas kedua negara sejak 1993 itu bertujuan untuk meningkatan kesadaran negara-negara anggota PBB mengenai pentingnya penghormatan hak-hak pekerja migran perempuan dan keluarganya, utamanya perlindungan dari tindak kekerasan dan pelanggaran HAM. Pasalnya, kekerasan terhadap perempuan adalah hambatan utama untuk pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Dua resolusi terakhir adalah saat Komite II SMU PBB yang membawahi isu ekonomi, keuangan, pembangunan, dan lingkungan hidup telah mengadopsi 22 rancangan resolusi yang diajukan oleh Group of 77 and China (G-77), yakni sebuah koalisi beranggotakan 135 negara berkembang dan saat itu diketuai oleh Palestina.

Para diplomat Indonesia memiliki peran sentral selama proses negosiasinya, yakni sebagai fasilitator untuk resolusi mengenai inklusi keuangan dan sebagai koordinator G-77 untuk resolusi mengenai sains, teknologi, dan inovasi. Kedua resolusi tersebut berhasil disahkan dengan kesepakatan seluruh anggota PBB pada Sidang Pleno Komite II SMU PBB, 26 November 2019.

Sebagai fasilitator mengenai resolusi inklusi keuangan, Indonesia memimpin dan memfasilitasi negosiasi antara seluruh negara anggota PBB dan kelompok negosiasi di PBB, seperti G-77, Uni Eropa, dan CANZ (Kanada, Australia, dan Selandia Baru).

Secara khusus, resolusi ini membahas bagaimana inklusi keuangan sebagai tujuan kebijakan dapat meningkatkan pembangunan ekonomi masyarakat karena berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengatasi kesenjangan pembiayaan.

Selain itu, resolusi ini juga membahas inovasi digital di sektor keuangan (fintech), yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan akses layanan keuangan dan inklusi keuangan dengan cepat. Dalam konteks ini, resolusi mendorong peningkatan praktik keuangan digital yang bertanggung jawab serta mendorong pengaturan regulasi yang sesuai.

Sementara bersama dengan Thailand, Indonesia berperan sebagai koordinator G-77 untuk resolusi mengenai sains, teknologi, dan inovasi yang memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang, khususnya untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs).

Resolusi ini memuat berbagai elemen yang sejalan dengan kepentingan negara berkembang, antara lain kerja sama internasional di bidang peningkatan kapasitas, berbagi pengetahuan dan alih teknologi, serta menggarisbawahi pentingnya peningkatan pendanaan di bidang sains, teknologi, dan inovasi.

Melihat sederet prestasi diplomasi kita di kancah internasional tersebut, khususnya di PBB, maka bangsa ini patut optimistis bahwa politik luar negeri bebas aktif yang selama ini sudah dijalankan secara konsisten dapat mengantarkan Indonesia menjadi negara yang memiliki kontribusi besar bagi perubahan dunia ke arah yang lebih baik.

"Izinkan saya menutup dengan pernyataan Presiden Soekarno. Barang siapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam. Saya percaya usaha tidak mengkhianati hasil," kata Menlu Retno Marsudi dalam Pernyataan Pers Tahunan Menlu, awal tahun ini. (Foto: ANTARA FOTO/Aditya Wicaksono)