Satu Pintu Penegakan Hukum di Laut

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Rabu, 11 Maret 2020 | 17:09 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Masalah tumpang tindih kewenangan dan regulasi menjadi salah satu perhatian serius Presiden Joko Widodo. Maklum, akibat adanya tumpang tindih tersebut, bangsa ini tidak bisa bergerak cepat untuk dapat beradaptasi dengan keadaan dunia yang semakin dinamis dan kompleks.

"Ada 42.000 aturan, baik itu UU (Undang-Undang), PP (Peraturan Pemerintah), Perpres (Peraturan Presiden), Keppres (Keputusan Presiden), Permen (Peraturan Menteri). Baik Pergub (Peraturan Gubernur), (Peraturan) Wali Kota, (Peraturan) Bupati, 42.000, banyak tumpang tindih," ungkap mantan Gubernur DKI Jakarta itu dalam penutupan Rembuk Nasional 2017 di Jakarta, 23 Oktober 2017.

Tumpang tindih kewenangan dan regulasi ini pun terjadi di berbagai sektor, termasuk keamanan laut. Berdasarkan hasil pemetaan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), saat ini ada 24 Undang-Undang (UU) yang melibatkan sejumlah kementerian/lembaga dalam penegakan hukum di laut.

"Pertama dulu ditemukan 17 (UU), hari ini di meja saya tercatat 24 UU yang menyangkut itu (keamanan laut-Red), ditambah dua Peraturan Pemerintah yang juga agak tumpang tindih," ungkap Menko Polhukam Mahfud MD usai memimpin Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Kewenangan Penanganan Pengamanan Laut di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, 7 Januari 2020.

Padahal, sebagai negara yang mengusung visi poros maritim dunia, tentu saja keamanan laut sangat penting bagi Indonesia. Maka itu, saat ini pemerintah tengah merancang regulasi yang akan mengatur satu pintu penegakan hukum di laut, yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Laut guna menghilangkan tumpang tinding kewenangan dan regulasi tersebut.

Melalui RUU yang sudah masuk Progam Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan disusun dengan metode omnibus law ini, Presiden Joko Widodo mengamanatkan tugas penegakan hukum tunggal di laut kepada Badan Keamanan Laut (Bakamla).  Adapun kondisi saat ini, penegakan hukum di laut dilakukan dalam sebuah operasi gabungan yang melibatkan beberapa kementerian/lembaga, seperti TNI, Kementerian Keuangan, Kepolisian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kejaksaan, dan lain-lain.

Indonesian Coast Guard

Amanat penegak hukum tunggal itu juga sempat disinggung oleh Presiden Joko Widodo saat melantik Laksamana Madya (Laksdya) Aan Kurnia sebagai Kepala Bakamla di Istana Negara, Jakarta, 12 Februari 2020, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17/TPA Tahun 2020. Dirinya menggantikan Laksdya Achmad Taufiqoerrochman yang memasuki masa pensiun.

Usai pelantikan, Presiden Joko Widodo menyampaikan harapannya bahwa ke depan Bakamla akan menjadi embrio coast guard-nya Indonesia, sehingga nanti lembaga yang lain kembali ke institusinya masing-masing dan di laut kewenangan hanya Bakamla.

”Jadi Bakamla itu kayak Indonesian Coast Guard. Tapi ini masih proses regulasinya agar semuanya bisa ada harmonisasi. Kemudian, saya juga berharap dengan diangkatnya Pak Aan Kurnia, ke depan yang kita inginkan tadi juga bisa dikawal dan dipercepat sehingga betul-betul kita memiliki sebuah coast guard yang namanya Bakamla, ya diberi kewenangan di perairan kita,” tuturnya.

Sementara itu, menurut Laksdya Aan Kurnia, menjalankan intruksi Presiden tersebut memang membutuhkan waktu dan proses, di mana saat ini semuanya sedang digodok bersama tim Kemenko Polhukam sehingga penegakan hukum di laut menjadi lebih sederhana dan satu pintu.

Hal tersebut tentu bisa dicapai apabila ada kesepahaman dan saling percaya di antara pemangku kepentingan kemaritiman.

Di sini lah tugas awal yang harus dilakukan oleh Kepala Bakamla untuk memberikan keyakinan bahwa konsep yang dikehendaki Presiden memiliki tujuan jangka panjang untuk mewujudkan keamanan dan keselamatan di laut yurisdiksi nasional Indonesia.

"Saya akan melaksanakan kunjungan ke seluruh kementrian dan lembaga terkait untuk menyamakan visi dan misi mengamankan laut demi mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia," tegas Laksda Aan.

Lulusan Akademi Angkatan Laut tahun 1987 ini menargetkan draf RUU Keamanan Laut RUU Keamanan Laut dapat disiapkan dan rampung pada tahun ini.

"Makin cepat makin bagus, insyaallah tahun ini. Ya mudah-mudahan bisa di-follow tapi dalam secepatnya. Ini sudah perintah Presiden, kemarin hari Senin (17 Februari 2020) kami dipanggil Presiden khusus untuk menyelesaikan masalah ini, jadi dalam waktu cepat," katanya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, 18 Februari 2020.

Kepala Bakamla lebih lanjut juga menegaskan bahwa upaya penyederhanaan UU Keamanan Laut ini bukan hanya untuk kepentingan dirinya dan Bakamla. Melainkan untuk kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Oleh karenanya, dirinya mengharapkan dukungan dari sejumlah lembaga yang ikut aktif dalam menjaga keamanan laut untuk bersinergi bersama dalam mengatasi masa transisi ini.

"Intinya bukan untuk saya, bukan untuk Bakamla, ini tolong digarisbawahi, ini intinya untuk NKRI, untuk merah putih. Harusnya semua harus ikut," tegas Aan. "Bakamla sudah siap ya, tentu dengan butuh dukungan dari teman-teman semua. Kita perlu untuk mengatasi masa transisi ini ya dengan sinergi itu," tandasnya.

Kewenangan Instansi Lain

Meski nantinya penegakan hukum di laut akan terpusat dan satu pintu di Bakamla, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan bahwa RUU Keamanan Laut tidak akan menghilangkan kewenangan kementerian/lembaga lain yang saat ini sudah berjalan.

“Itu (RUU Keamanan Laut) nanti akan dijadikan landasan di mana Bakamla akan menjadi koordinator dari itu semua tanpa menghilangkan kewenangan masing-masing. Tetapi tidak boleh tumpang tindih. Itu prinsipnya dan itu akan segera dimulai,” tuturnya di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Dirinya mengaku telah melakukan pertemuan dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Kepala Bakamla Laksdya Aan Kurnia guna membahas mengenai penanganan keamanan di laut sehingga terkoordinasi dengan baik, yakni dengan RUU Keamanan Laut.

Sebab, saat ini ada beberapa UU yang dipakai oleh berbagai kementerian/lembaga di mana itu semuanya sah dan merupakan peninggalan UU yang lalu. Sehingga, setiap kementerian/lembaga mempunyai UU-nya sendiri tetapi menangani hal yang sama, yaitu penegakan hukum di laut.

Misalnya, satu kapal yang sama ditangani oleh berbagai kementerian/lembaga. Satu pihak menangkap sementara pihak lainnya kadang kala membebaskan. Inilah yang mau disatukan agar tidak menjadi masalah hukum dan kelancaran di dalam penegakan hukum di laut Indonesia.

“Selama ini yang menangani beda-beda. Kelautan itu menangani soal pencurian ikannya, kemudian Bea Cukai menangani soal cukainya, soal pajaknya. Ada yang pelanggaran perbatasannya. Itu kan berbeda-beda, masing-masing punya kewenangan. Nanti akan dikoordinasikan, bukan diubah. Kalau soal perbatasan sudah ditangani, tentu jangan lagi urusan yang secara hukum, sehingga tidak berpindah-pindah pintu,” terang Menko Polhukam Mahfud MD.

Coast Guard

Bagi orang awam tentu coast guard masih terdengar asing. Bahkan, ketika mendengar penjaga pantai pun, masyarakat belum tentu terpikir ke arah institusi yang bertugas menjaga kedaulatan negara di wilayah laut.

Secara singkat, menurut Dosen Universitas Pertahanan Laksamana Muda (Purn) Surya Wiranto, coast guard adalah suatu institusi atau perangkat penegak hukum di laut atau suatu lembaga sipil yang wilayah kerjanya di laut. Secara universal, tugas pokok coast guard adalah penegakan hukum, search and rescue, pencemaran lingkungan laut, serta keamanan dan keselamatan di laut.

Lalu kenapa perlu coast guard? Pengkaji maritim di Indonesia Institute for Maritime Studies (IIMS) itu menjelaskan bahwa lingkungan strategis dewasa ini melihat penegakan hukum di laut sudah mulai dipisahkan antara tindakan penegakan kedaulatan dan penegakan hukum.

Dalam hal penegakan kedaulatan dilaksanakan oleh militer, sedangkan untuk penegakan hukum dilaksanakan oleh lembaga sipil yang bernama coast guard. Ia mencontohkan, negara-negara di kawasan yang sudah memiliki coast guard antara lain Malaysia Coast Guard (APMM), Singapore Police Coast Guard, Philiphine Coast Guard, dan Vietnam Coast Guard.

Coast guard masing-masing negara tersebut melaksanakan tugas di seluruh wilayah negaranya masing-masing, baik dari wilayah teritorialnya sampai dengan landas kontinen dan melaksanakan penegakan hukum di semua bidang tindak pidana di laut dan tidak hanya satu bidang tindak pidana.

Indonesia sendiri sesuai dengan hukum internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan dan keselamatan segala bentuk aktifitas di laut dan/melalui laut Indonesia.

Dengan tantangan seperti itu, maka penegakan hukum terpusat dan satu pintu melalui keberadaan coast guard di Tanah Air adalah sebuah keniscayaan dan keharusan. (Foto: ANTARA FOTO/Adwit B Pramono)