SAKIP, Arah Baru Anggaran Yang Efektif dan Efisien

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Jumat, 6 Maret 2020 | 11:46 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Mendobrak rutinitas adalah salah satu hal yang selalu ditekankan Presiden Joko Widodo. Dalam berbagai kesempatan, Kepala Negara menyampaikan, perlunya Indonesia untuk terus berinovasi dan tidak terjebak dalam rutinitas yang monoton.

Tidak hanya berinovasi, pemerintah juga harus meningkatkan produktivitas. Kerja pemerintah, kata Presiden, jangan lagi berorientasi pada proses, tapi harus diubah orientasinya pada hasil-hasil nyata dari proses tersebut.

Dirinya mengaku sering mengingatkan kepada para menteri bahwa tugas pemerintah bukan hanya membuat dan melaksanakan kebijakan, tetapi juga memastikan masyarakat menikmati pelayanan dan pembangunan dari kebijakan itu.

"Seringkali birokrasi melaporkan bahwa program sudah dijalankan, anggaran telah dibelanjakan, dan laporan akuntabilitas telah selesai. Kalau ditanya, jawabnya 'programnya sudah terlaksana Pak'. Tetapi, setelah dicek di lapangan, setelah saya tanya ke rakyat, ternyata masyarakat belum menerima manfaat. Ternyata rakyat belum merasakan hasilnya," tutur Presiden.

Hal tersebut disampaikannya saat memberikan sambutan pada Sidang Paripurna MPR RI dalam rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Periode 2019-2024, 20 Oktober 2019, di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta.

Presiden pun menganalogikan perubahan paradigma kerja pemerintah tersebut dengan aplikasi berbagi pesan. Dalam aplikasi tersebut, status pesan yang dikirim ada dua jenis, yakni sent dan delivered.

"Di situ ada sent, artinya telah terkirim. Ada delivered, artinya telah diterima. Tugas kita itu menjamin delivered, bukan hanya menjamin sent. Dan saya tidak mau birokrasi pekerjaannya hanya sending-sending saja. Saya minta dan akan saya paksa bahwa tugas birokrasi adalah making delivered. Tugas birokrasi kita itu menjamin agar manfaat program itu dirasakan oleh masyarakat," tegas Kepala Negara.

Ketika berbicara mengenai program pemerintah, maka erat kaitannya dengan anggaran, baik itu pemerintah pusat maupun daerah. Untuk pemerintah daerah (pemda) sendiri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memiliki sebuah sistem untuk memastikan anggaran digunakan secara efektif dan efisien sehingga benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

Sistem itu adalah Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah atau SAKIP. Melalui sistem ini, pemerintah menjamin setiap rupiah yang digunakan untuk membiayai program dan kegiatan benar-benar memiliki manfaat ekonomi dan memberikan manfaat untuk rakyat, utamanya meningkatkan kesejahteraan.

Dengan SAKIP, seluruh kegiatan dan program dapat disisir untuk mengindentifikasi kegiatan-kegiatan yang sudah ada sejak zaman dahulu dan terus berulang untuk diperbaiki.

Selain itu, kegiatan yang belum fokus pada prioritas, masih menyentuh sasaran pinggiran, dan belum menyasar langsung ke inti manfaat akan dihapus dan anggarannya dialihkan untuk program yang lebih penting, seperti pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, serta pembangunan infrastruktur.

Menteri PANRB Tjahjo Kumolo sendiri menuturkan bahwa banyak kegiatan dan program instansi pemerintah yang tidak efektif dan efisien dan telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Maka itu, melalui SAKIP, instansi pemerintah ingin fokus pada pencapaian prioritas pembangunan nasional melalui perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi, efektif, dan efisien, serta melakukan pengawasan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara konsisten dan berkala.

Dalam mengevaluasi SAKIP, Kementerian PANRB membagi seluruh pemda ke dalam tiga wilayah. Wilayah I meliputi Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Jambi, Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sumatra Selatan, Banten, dan Jawa Barat.

Sementara Wilayah II meliputi Bali, DKI Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Lampung.

Sedangkan Wilayah III meliputi Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta.

Adapun penilaian predikat SAKIP dibagi menjadi C, CC, B, BB, A, dan AA.

Evaluasi SAKIP 2019

Menurut laporan dari tahun ke tahun, Kementerian PANRB menyatakan bahwa SAKIP mampu mencegah terjadinya pemborosan ratusan miliar hingga triliunan rupiah pada sejumlah pemda.

Tahun lalu, potensi pemborosan yang dapat dicegah dengan SAKIP adalah sebesar Rp5,7 triliun. Sementara potensi pemborosan anggaran yang dapat dicekap pada tahun-tahun sebelumnya adalah sebesar Rp65,1 triliun pada 2018 dan Rp41,15 triliun pada 2017.

Setiap tahun, selain melakukan pengawasan dan evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, Kementerian PANRB juga memberikan solusi dalam bentuk pembinaan dan bimbingan teknis agar pemda semakin meningkatkan kualitas manajemen kinerjanya. Melalui pembinaan dan bimbingan teknis tersebut, telah terjadi perbaikan pada nilai hasil evaluasi instansi pemerintah.

Berdasarkan data Kementerian PANRB, secara nasional hasil evaluasi SAKIP 2019 menunjukkan perbaikan yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai rata-rata hasil evaluasi pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Untuk kabupaten/kota, rata-rata nilai hasil evaluasi meningkat dari 56,53 pada 2018 menjadi 58,97 pada 2019. Sedangkan untuk tingkat provinsi, nilai rata-ratanya meningkat dari 67,28 pada 2018 menjadi 69,63 pada 2019.

Selain itu, hasil evaluasi SAKIP 2019 juga menunjukkan masih terdapat 87 kabupaten/kota dengan predikat C, 124 kabupaten/kota dengan predikat CC, 227 kabupaten/kota dengan predikat B, 52 kabupaten/kota berpredikat BB, dan 12 kabupaten/kota yang berpredikat A.

Analisis terhadap hasil evaluasi menunjukkan bahwa pemda dengan kategori B ke bawah memiliki potensi inefektivitas dan inefisiensi anggaran setidaknya sebesar 40 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Semakin tinggi nilai/kategori yang didapat, maka potensi inefektivitas dan inefisiensi anggaran semakin mengecil.

Saat menyerahkan laporan SAKIP 2019 pada awal tahun ini, Menteri Tjahjo menyampaikan apresiasinya atas capaian pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota yang mendapatkan predikat BB dan A karena dianggap bersungguh-sungguh melakukan berbagai upaya perbaikan sehingga tercipta penggunaan anggaran yang lebih efektif dan efisien.

Kendati demikian, ia menegaskan nilai tersebut bukan berarti tidak ada ruang untuk perbaikan. “Diharapkan pemerintah daerah dengan predikat BB dan A dapat mulai berfokus pada implementasi Performance Based Organization, termasuk upaya menciptakan reward dan punishment yang berdasar pada aspek kinerja,” ujarnya.

Sementara bagi provinsi dan kabupaten/kota yang masih berpredikat B, ia meminta agar para gubernur, bupati, wali kota, dan sekretaris daerah untuk fokus pada upaya peningkatan ekfektivitas dan efisiensi anggaran melalui berbagai upaya.

Upaya tersebut antara lain penyempurnaan penilaian kinerja hingga level individu, penyelesaian target kinerja tingkat pemda melalui kolaborasi seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau cross-cutting program, pengawasan dan evaluasi berkala atas kinerja OPD untuk mendorong pencapaian kinerja, serta pemanfaatan aplikasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi.

“Bagi pemerintah daerah dengan predikat C dan CC, saya sangat berharap komitmen kepala daerah untuk lebih serius lagi dalam menerapkan SAKIP,” tegas Menteri Tjahjo.

Peningkatan Nilai SAKIP

Sejumlah pemda terbukti sukses memilah program dan kegiatan yang penting dan berdampak langsung bagi masyarakat dengan penerapan SAKIP. Sisa penghematan anggaran dari program dan kegiatan yang dihilangkan pun dialihkan untuk program yang lebih penting, seperti pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan, serta pembangunan infrastruktur.

Hasilnya, nilai SAKIP sejumlah pemda mengalami peningkatan. Dikutip dari laman Kementerian PANRB, Kabupaten Lebak, Banten, adalah salah satu daerah yang sukses meningkatkan nilai SAKIP-nya. Pada evaluasi SAKIP 2019, mereka berhasil meraih predikat A, meningkat dari tahun sebelumnya BB. Dengan predikat yang diraih, Pemkab Lebak akan dijadikan percontohan bagi daerah lain untuk meningkatkan nilai SAKIP.

Komitmen dari pimpinan daerah, pimpinan OPD, hingga staf adalah kunci keberhasilan yang dilakukan Pemkab Lebak. Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan, nilai yang diraih adalah motivasi baginya serta seluruh jajaran Pemkab Lebak.

Menurut Iti, visi dan misi Kabupaten Lebak bisa lebih mudah dicapai dengan menerapkan SAKIP. Anggaran Pemkab Lebak yang terbatas bisa lebih dimaksimalkan untuk kegiatan yang langsung dirasakan warga.

Dari ribuan kegiatan yang sebelumnya direncanakan, tinggal tersisa sekitar 300 kegiatan. Sisa kegiatan itu tentu yang memiliki hasil serta dampak langsung bagi masyarakat Lebak. “Anggaran yang dihemat sekitar Rp300 miliar,” ungkap Iti.

Program wisata lokal nyatanya juga bisa berkembang dengan memanfaatkan SAKIP. Seperti yang dilakukan Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, misalnya.

Sebelumnya, potensi wisata di Banggai tidak diperhitungkan, ditambah alokasi anggaran yang sedikit. Maka itu, Bupati Banggai Hermin Yatin menjelaskan, penghematan anggaran dari implementasi SAKIP dialihkan juga ke sektor pariwisata. Hasilnya, tujuan wisata di Kabupaten Banggai masuk ke dalam Calendar of Event Pariwisata Nasional.

“Ada 100 event pariwisata nasional di wilayah kami,” ungkapnya.

Pemkab Banggai adalah satu-satunya daerah di luar Pulau Jawa yang meraih predikat A. Hermin menilai, SAKIP harus jadi pedoman dalam menjalankan pemerintahan. Adapun beberapa hal yang didorong Hermin dari anggaran air bersih, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata adalah agar melahirkan inovasi yang lebih baik.

“Kami baru dapat A, kami ingin seperti DI Yogyakarta yang mendapat nilai AA,” tuturnya optimistis.

Seperti disebutkan Hermin, DI Yogyakarta memang sukses mempertahankan predikat AA selama dua tahun berturut-turut. Perlu diketahui, predikat AA adalah predikat tertinggi untuk evaluasi SAKIP.

Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan, mewujudkan akuntabilitas kinerja membutuhkan sebuah proses yang panjang untuk mendorong terjadinya perubahan fundamental.

Meski awal penerapan SAKIP dirasa sulit, tetapi tahap demi tahap terus dilakukan secara konsisten demi birokrasi dan penganggaran yang efektif dan efisien. Menjadi satu-satunya pemda dengan predikat tertinggi, DI Yogyakarta diharapkan mampu menginspirasi daerah lain untuk berbenah.

Sri Sultan berharap hasil evaluasi SAKIP ini mampu meneguhkan komitmen reformasi birokrasi untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik di masa yang akan datang. “Pemda harus berbenah untuk saling bekerja sama, bukan lagi sama-sama bekerja,” imbuhnya. (Foto: Humas Kementerian PANRB)