Menyikapi Indeks Kerawanan Pilkada 2020

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Rabu, 4 Maret 2020 | 14:25 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 1K


Jakarta, InfoPublik - Hajatan demokrasi kembali digelar di Indonesia di 2020 ini. Yakni, kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak untuk yang ketiga kalinya dengan jumlah daerah yang jauh lebih banyak.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, tercatat ada 270 daerah yang menggelar pilkada serentak yang terbagi atas 9 provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan serupa di 2018 yang berlangsung di 171 daerah (17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten).

Bisa dibilang, hampir separuh kabupaten/kota di Indonesia akan menggelar pilkada. Melihat itu, tentu seluruh elemen bangsa ini mengharapkan penyelenggaraan pilkada serentak dapat berjalan aman dan lancar.

Guna mewujudkan harapan tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI telah meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 pada 25 Februari 2020 lalu. IKP ini pun menjadi menjadi salah satu ikhtiar terhadap berbagai potensi pelanggaran dan kerawanan dalam pilkada yang digelar 23 September 2020 mendatang

"IKP juga bertujuan mengetahui dan mengidentifikasi ciri, karakteristik, dan kategori kerawanan di masing-masing daerah yang menyelenggarakan pemilihan," jelas Ketua Bawaslu RI Abhan saat peluncuran IKP Pilkada 2020 di Jakarta.

IKP memang sudah menjadi tradisi riset bagi Bawaslu sejak awal kemunculannya pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. Perencanaan dan penilitan IKP Pilkada 2020 sendiri sudah dilaksanakan sejak September 2019 dengan melibatkan banyak pihak, seperti penyelenggara pemilu, pakar, aparat kepolisian, hingga media massa.

Dalam pembuatannya, Bawaslu mengukur kerawanan dengan menggunakan empat dimensi, yakni sosial dan politik, penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil, kontestasi, dan partisipasi politik. Keempat dimensi tersebut terbagi lagi ke dalam 15 subdimensi yang mencermikan kerawanan pilkada.

Sementara dalam memetakan indeks kerawanan, Bawaslu membaginya menjadi tiga kategori, yakni rendah dengan skor 0-43,06; sedang dengan skor 43,07-56,94; dan tinggi dengan skor 56,95-100.

Dari tiga kategori itu, kemudian dibagi lagi menjadi enam level kerawanan, yaitu Level 1 dengan skor lebih kecil dari 36,12 yang berarti sebagian kecil indikator kerawanan berpotensi terjadi, Level 2 dengan skor 36,13-43,06 yang berarti sebagian indikator kerawanan berpotensi terjadi, dan Level 3 dengan skor 43,07-50,00 yang berarti hampir setengah kerawanan berpotensi terjadi.

Selanjutnya Level 4 dengan skor 50,02-56,94 yang berarti lebih dari setengah indikator kerawanan berpotensi terjadi, Level 5 dengan skor 56,95-63,88 yang berarti sebagian besar indikator kerawanan berpotensi terjadi, dan Level 6 dengan skor lebih dari 63,88 yang berarti seluruh indikator kerawanan berpotensi terjadi.

Kerawanan Tertinggi

Hasilnya, berdasarkan kategori kerawanan, Pilkada serentak 2020 pada tingkat kabupaten/kota memiliki skor rata-rata 51,65 atau masuk dalam kategori rawan sedang. Jika diturunkan ke level kerawanan, maka setengah indikator kerawanan pilkada di tingkat kabupaten/kota berpotensi terjadi karena berada pada level 4.

Berdasarkan IKP, terdapat 15 kabupaten/kota yang memiliki kerawanan tinggi, yakni Kabupaten Manokwari, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kepulauan Sulawesi, Kabupaten Mamuju Tengah, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Pasangkayu, Kabupaten Serang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Sambas, Kota Makassar Kota Sungai Penuh, Kota Tomohon, Kota Ternate.

Sedangkan untuk tingkat provinsi, kerawanan berada pada kategori tinggi dengan skor rata-rata 73,80. Artinya, seluruh indikator kerawanan berpotensi terjadi karena masuk dalam Level 6.

Adapun provinsi dengan potensi kerawanan tertinggi adalah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Kalimantan Tengah, kalimantan Selatan, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Utara.

Dengan penelitian ini, Abhan berharap IKP dapat menjadi indera bagi semua pihak pemangku kepentingan dalam menangkap setiap fenomena dan gejala pelanggaran dan kerusakan dalam Pilkada serentak 2020, di antaranya pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), ujaran kebencian, dan dan politik uang.

Maka itu, Bawaslu pun mengeluarkan sejumlah rekomendasi, yakni penyelenggara pilkada agar meningkatkan pelayanan terhadap proses pencalonan, akurasi daftar pemilih, dan peningkatan partisipasi masyarakat; serta partai politik diharapkan meningkatkan akses keterlibatan masyarakat dan melakukan pendidikan politik yang intensif.

Selanjutnya, pemerintah pusat dan daerah agar memastikan dukungan pilkada dan mengintensifkan forum-forum komunikasi untuk konsolidasi dan mencegah potensi kerawanan; Kepolisian, TNI, dan BIN perlu menguatkan koordinasi untuk mencegah potensi konflik; dan ormas perlu memperluas jaringan memperkuat pengawasan pilkada untuk meningkatkan kesadaran berpolitik yang demokratis.

"Kiranya setiap pihak bisa menekan, mengurangi, bahkan mencegah terjadinya pelanggaran pemilu dengan wewenangnya masing-masing," tutur Abhan.

Pilkada Bermartabat

Saat menghadiri peluncuran IKP Pilkada 2020, Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin menekankan bahwa Bawaslu harus terus bekerja keras untuk menjaga kepercayaan publik terhadap kinerja penyelenggara pemilu maupun pilkada.

Menurutnya, kesuksesan Bawaslu dalam mengawasi pelaksanaan pilkada seretak dan pemilu sebelumnya membuat optimisme masyarakat terhadap kinerja Bawaslu semakin tinggi. Bisa dibilang, kata Wapres, peran Bawaslu sangat penting bagi berjalannya demokrasi di Indonesia yang sehat dan transparan.

"Salah satu indikator kesukseskan pemilu dipengaruhi oleh fungsi pengawasan yang profesional. Bawaslu bisa melakukan hal tersebut," tuturnya.

Terkait IKP, Wapres juga menilainya sebagai salah satu instrumen penting guna menjamin kesuksesan pesta demokrasi. Ia pun berharap IKP dapat dimanfaatkan secara optimal oleh seluruh pemangku kepentingan untuk mengantisipasi potensi kerawanan pilkada.

Lebih lanjut orang nomor dua di Indonesia itu juga mengimbau supaya pilkada dan pemilu tidak menjadi sumber perpecahan, permusuhan, dan membuat suasana kehidupan masyarakat tidak kondusif. Sebab, tujuan sejati pemilu adalah untuk menyejahterakan rakyat dan memajukan negara, bukan semata meraih kekuasaan.

Khusus kepada para calon kepala daerah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini meminta untuk tidak mencederai pesta demokrasi dengan memainkan isu SARA, menebar ujaran kebencian dan hoaks, serta menimbulian kegaduhan di tengah masyarakat. Maka itu, dirinya mengajak agar Pilkada serentak 2020 menjadi pesta yang bermartabat.

"Kepala daerah yang nantinya terpilih harus jujur, adil, dan amanah mengemban kehendak rakyat. Segala macam kebijakan yang dibuat harus berpihak kepada rakyat. Hal yang tidak kalah penting harus bisa berikan semua kekuatan, waktu, dan pikiran yang terbaik untuk memajukan bangsa dan negara," tandas Wapres.

Tahapan Pilkada Serentak 2020

Berdasarkan laporan KPU, tahapan pelaksanaan Pilkada serentak 2020 terbagi dalam beberapa tahap sesuai rentang waktu yang telah ditentukan, yakni penyerahan syarat dukungan pasangan calon gubernur/wakil gubernur kepada KPU Provinsi pada 9 Desember 2019-3 Maret 2020, serta bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota kepada KPU Kabupaten/Kota pada 11 Desember 2019-5 Maret 2020.

Selanjutnya, masa pendaftaran pasangan calon adalah 16-18 Juni 2020 yang kemudian ditetapkan setelah melakukan verifikasi pada 8 Juli 2020. Kemudian masa kampanye akan berlangsung dari 11 Juli hingga 19 September 2020.

Sedangkan pemungutan dan penghitungan suara di tingkat TPS akan dilaksanakan pada 23 September 2020.

Sementara rekapitulasi, penetapan, dan pengumuman hasil penghitungan suara di tingkat kabupaten/kota akan digelar pada 29 September-1 Oktober 2020 dan tingkat provinsi pada 2-4 Oktober 2020.

Berikutnya adalah penetapan calon terpilih paling lama lima hari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi memberitahukan permohonan yang diregistrasi kepada KPU untuk daerah tanpa sengketa, atau maksimal lima hari setelah putusan MK untuk daerah dengan sengketa hasil pilkada.

Terkait daftar pemilih, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sendiri telah menyerahkan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) kepada KPU pada 23 Januari 2020.

Tercatat, jumlah DP4 untuk Pilkada serentak 2020 adalah sebanyak 105.396.460 juta orang yang terdiri atas laki-laki sebanyak 52.778.939 orang dan perempuan 52.617.521 orang.

Menurut KPU, DP4 tersebut akan dicocokkan dan diteliti selama 17 April-16 Mei 2020 dan menjadi Daftar Pemilih Sementara (DPS) tingkat provinsi yang akan direkapitulasi pada 14-15 Juni 2020. DPS tersebut kemudian diserahkan oleh KPU Kabupaten/Kota kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) melalui Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

Selanjutnya, dalam kurun waktu 19-28 Juni 2020 DPS akan diumumkan dan bisa ditanggapi oleh masyarakat untuk kemudian dilakukan perbaikan oleh PPS jika ada pada 24 Juni-3 Juli 2020. Daftar Pemilih Tetap (DPT) pun akan diumumkan oleh PPS pada 1 Agustus-22 September 2020. (Bawaslu/Bhakti Satrio Wicaksono/Nurisman)