Selamat Tinggal Ponsel BM

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Selasa, 3 Maret 2020 | 15:03 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 687


Jakarta, InfoPublik - Anda beli ponsel dari pasar gelap atau black market (BM)? Mari ucapkan selamat tinggal. Mulai tahun ini, tepatnya 18 April 2020, seluruh perangkat telekomunikasi BM tersebut sudah tidak dapat digunakan di Indonesia karena tidak akan bisa tersambung dengan jaringan telekomunikasi operator seluler.

Hal tersebut berawal saat Pemerintah melalui tiga kementerian, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag), secara bersama-sama menandatangani Peraturan Menteri (Permen) terkait pengaturan IMEI (International Mobile Equipment Identity) pada 18 Oktober 2019.

Permenkominfo Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang Tersambung ke Jaringan Bergerak Seluler melalui Indentifikasi IMEI itu merupakan langkah nyata Pemerintah untuk mencegah peredaran perangkat telekomunikasi ilegal yang merugikan masyarakat, industri, operator seluler, dan negara melalui pengendalian IMEI.

Dari sisi negara, salah satu kerugian yang nyata adalah potensi kerugian penerimaan pajak dari penjualan ponsel. Menurut data Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI), potensi kerugian pajak yang timbul akibat beredarnya ponsel BM sekitar Rp2,8 triliun per tahun.

Angka tersebut didapatkan dari banyaknya ponsel BM yang beredar di pasaran Indonesia.

Menurut perhitungan APSI, jumlah ponsel BM yang beredar di Indonesia sekitar 20 persen dari total ponsel yang mencapai angka 45 juta unit, atau sekitar 9 juta unit. Dari 9 juta unit ponsel BM yang harganya rata-rata adalah Rp2,5 juta, maka bila ditotal sekitar Rp 22,5 triliun.

Sementara, kerugian penerimaan pajak bisa dihitung dari pajak yang harusnya diberlakukan untuk penjualan ponsel, yakni pajak penghasilan sebesar 10 persen dan pajak pertambahan nilai sebesar 5 persen.

Jika dihitung, maka pajak yang dibebankan kepada 9 juta unit ponsel BM tersebut harusnya adalah 15 persen dari Rp22,5 triliun. Sehingga, nilai pajak yang harusnya diterima pemerintah adalah Rp 2,8 triliun. Bahkan bisa saja lebih, mengingat data APSI pada tahun 2019 diperkirakan ponsel BM yang beredar mencapai 30 persen.

Selain itu, pengendalian IMEI ini juga untuk memastikan pelindungan konsumen dalam membeli perangkat telekomunikasi dan menggunakan perangkat yang legal, serta memberikan kepastian hukum kepada operator seluler dalam menyambungkan perangkat yang sah tersebut ke jaringan telekomunikasi.

Selanjutnya, kebijakan ini bermanfaat pula bagi masyarakat untuk dapat melakukan pemblokiran perangkat yang hilang dan/atau dicuri melalui operator seluler masing-masing sehingga diharapkan dapat menurunkan tindak pidana pencurian perangkat HKT.

Sebenarnya, regulasi pengendalian IMEI perangkat telekomunikasi bukanlah hal baru di industri telekomunikasi. Sudah banyak negara yang menerapkan regulasi ini, di antaranya Turki (2006), Mesir (2010), Amerika Serikat (2012), Kenya (2012), Malaysia (2014), Pakistan (2018), dan lainnya.

Adapun alasannya adalah mulai dari mencegah atau mengurangi perdagangan ponsel curian, mencegah hilangnya potensi pajak, mengurangi kehilangan pendapatan akibat penjualan ponsel ilegal, juga untuk mencegah kompetisi yang tidak sehat.

Skema White List

Dalam konferensi pers di kantor Kemkominfo, Jumat (28/2/2020), Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat dan Pos dan Infromatika (Dirjen SDPPI) Kemkominfo Ismail MT mengumumkan bahwa proses pengendalian IMEI tersebut menggunakan skema White List. "Yaitu proses pengendalian IMEI secara preventif agar masyarakat mengetahui terlebih dahulu legalitas perangkat yang akan dibelinya. Skema ini dipilih dengan pertimbangan melindungi dan memitigasi masyarakat yang membeli perangkat tersebut," jelas Ismail.

Ke depan, Pemerintah pun mengimbau masyarakat untuk membeli perangkat telekomunikasi, yakni ponsel, komputer genggam, dan komputer tablet (HKT) yang legal. Masyarakat juga diminta untuk kritis dan cerdas dengan melakukan pengecekan IMEI di laman resmi Kemenperin sebelum melakukan pembelian perangkat HKT, baik melalui toko maupun daring.

Namun demikian, Pemerintah memastikan bahwa regulasi ini mulai berlaku ke depan sehingga bagi masyarakat yang saat ini perangkatnya sudah aktif meski tidak terdaftar di Kemenperin tidak perlu resah.

Perangkat yang sudah aktif sebelum masa berlakunya regulasi, yakni 18 April 2020, akan tetap dapat tersambung ke jaringan telekomunikasi operator seluler sampai perangkat tersebut tidak ingin digunakan lagi atau telah rusak.

"Tidak diperlukan registrasi individual," tegas Ismail.

Sementara bagi masyarakat yang membawa perangkat HKT dari luar negeri atau memesan perangkat dan dikirim dari luar negeri setelah 18 April 2020, maka wajib mendaftarkan IMEI perangkat tersebut melalui sistem aplikasi yang akan disiapkan Pemerintah agar dapat digunakan di Indonesia.

“Kami menyiapkan aplikasi yang dapat diakses secara online (daring) sehingga memudahkan masyarakat dalam melakukan pendaftaran perangkat. Saat ini sistem aplikasi tersebut sedang dalam masa uji coba dan baru akan aktif pada tanggal 18 April 2020,” ungkap Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi .

Disebutkan, selain melakukan pendaftaran, masyarakat juga memiliki kewajiban membayar Pajak Dalam Rangka Impor jika perangkat tersebut bernilai lebih dari USD500 dengan jumlah maksimal 2 buah.

Pemerintah pun akan memberikan sanksi tegas bagi masyarakat yang ketahuan memiliki perangkat ilegal di mana saat ini Kemendag memiliki payung hukumnya, yaitu Permendag Nomor 69 tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pengawasan Barang Beredar dan Jasa.

"Apabila ditemukan barang beredar yang IMEI-nya tidak terdaftar atau ilegal akan dikenakan sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana.

Sebelum memutuskan untuk menggunakan skema White List, Kemkomifo bersama operator seluler telah melakukan uji coba pemblokiran ponsel BM dengan dua skema pada pertengahan Februari 2020. Satu skema lainnya adalah Black List.

Menurut Kemkominfo, mekanisme Black List menerapkan "normally on" yang memungkinkan ponsel legal dan ilegal mendapat sinyal. Namun setelah diidentifikasi oleh sistem, maka ponsel ilegal akan dinotifikasi untuk diblokir. Skema ini dilakukan oleh operator XL Axiata

Sementara mekanisme White List menerapkan "normally off", yakni hanya ponsel yang memiliki IMEI legal yang mendapat sinyal untuk menerima layanan telekomunikasi dari operator seluler. Skema ini dilakukan oleh operator Telkomsel.

IMEI dan Cara Mengeceknya

IMEI adalah nomor identitas internasional yang terdiri dari 15 digit nomor yang dihasilkan dari delapan digit Type Allocation Code yang dialokasikan oleh Global System for Mobile Association (GSMA) untuk mengidentifikasi secara unik alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang tersambung ke jaringan bergerak seluler.

IMEI ini bersifat unik dan berbeda-beda dan selalu menempel pada perangkat telekomunikasi. Bagi operator telekomunikasi, IMEI biasanya digunakan untuk mengidentifikasi setiap ponsel yang mengakses jaringannnya.

IMEI dapat dipastikan legal apabila memiliki beberapa persyaratan, yaitu memiliki kartu garansi dari pembuat perangkat dan memiliki buku manual berbahasa Indonesia, terdaftar di TPP (tanda pendaftaran produk) impor/produksi yang bisa di cek melalui lama imei.kemenperin.go.id, dan memiliki sertifikat SDPPI.

Untuk mengecek IMEI pada perangkat HKT terdaftar atau tidak, masyarakat bisa melihat deretan angka pada stiker yang tertera pada kardus atau boks kemasan perangkat HKT atau dengan menekan tombol *#06# pada ponsel.

Cara lainnya adalah memasukan nomor IMEI tersebut ke laman yang disediakan Kemenperin untuk proses pengecekan. Jika terdaftar, di situs tersebut akan muncul tampilan “IMEI terdaftar di dalam database Kemenperin”. Namun jika tidak terdaftar, maka akan muncul di tampilan bahwa IMEI tidak terdaftar di database Kemenperin.

Adapun mekanisme pemblokiran perangkat HKT dilakukan dengan mencocokan nomor IMEI perangkat yang terhubung ke jaringan dengan database ponsel resmi yang disimpan pemerintah. Jika nomor IMEI tersebut tidak ditemukan dalam database, maka perangkat tersebut akan diblokir dengan tidak mendapatkan layanan jaringan telekomunikasi seluler.

Dalam pemberlakukan aturan ini terdapat beberapa pengecualian, di antaranya bahwa peraturan ini tidak berdampak bagi turis/Warga Negara Asing (WNA) yang menggunakan layanan international roaming dan aturan ini tidak berlaku untuk perangkat laptop. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)