Refleksi Akhir Tahun Kemenko Polhukam

:


Oleh Norvan Akbar, Sabtu, 28 Desember 2019 | 17:53 WIB - Redaktur: Admin - 409


JPP, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan tiga refleksi akhir tahun dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/12/2019). Ketiga refleksi tersebut adalah tentang penegakan hukum terkait korupsi, penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu, dan deradikalisasi.

Pada kesempatan tersebut, dirinya bercerita ketika Kabinet Indonesia Maju akan dilantik, yang menjadi kekhawatiran pada penegekakan hukum dalam pemberantasan korupsi adalah pelemahan gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Itu yang dikhawatirkan, dan kita semua khawatir, saya juga khawatir pada waktu itu,” katanya.

Namun, menurutnya, jika melihat perkembangan terakhir, ada harapan untuk lebih baik. Setidaknya, lebih baik daripada yang dibayangkan ketika Revisi Undang-undang KPK diundangkan. Dikatakan, salah satu harapan tersebut ada ketika Presiden Joko Widodo mengangkat Dewan Pengawas yang akan menentukan arah kerja KPK.

“Itu orang-orang yang diangkat Presiden adalah orang yang secara publik integritasnya sama sekali tidak diragukan lagi sehingga orang-orang mulai percaya. Orang-orang seperti Artidjo, Tumpak Hatorangan, Albertina Ho, Harjono, lalu Syamsuddin Haris, itu kan orang-orang yang sangat antikorupsi, dan bukan hanya antikorupsi, bersih juga dalam pengalaman jabatannya,” kata Menko Polhukam.

Harapan kedua ada pada orang-orang yang dipilih sebagai pimpinan KPK. Dikatakan, meskipun diragukan pada masa awal kepemimpinannya, namun para pimpinan KPK tersebut dapat membuktikan kinerja mereka yang bagus.

“Ruki dan kawan-kawannya ditemani Erry Riana, Tumpak Hatorangan, itu bagus. Yang berikutnya makin bagus, yang berikutnya makin bagus, termasuk pada saat Agus Rahardjo terpilih 4 tahun lalu, orang ragu ‘Ini orang apaan. Ini paket politik yang akan menyebabkan KPK lemah‘, itu Agus Rahardjo, Saut Situmorang, Basaria Pandjaitan, Alex Marwata, Laode Syarif. Dulu orang underestimate tapi ternyata kerjanya bagus. Sehingga orang merasa sayang saat mereka akan pergi,” ucapnya.

Karenanya, Menko Mahfud mengatakan saat ini Indonesia punya harapan agar KPK menjadi lebih kuat dengan komposisi yang terdiri dari dua lapis, yaitu Komisioner dan Dewan Pengawas.

Sementara dari sudut pemerintah, Mantan Ketua MK tersebut mengatakan sudah berkoordinasi dengan Jaksa Agung. Dirinya mengungkapkan sudah bertemu beberapa kali untuk melakukan langkah yang sungguh-sungguh dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

“Jangan lagi ada mafia, sejauh bisa ditelisik, telisik. Tetapi yang baru, hentikan. Yang sudah ada, tangani,” tegasnya.

Dengan kepolisian pun, Menko Polhukam menyampaikan sudah berkoordinasi untuk benar-benar menegakkan hukum. “Saya bersyukur punya partner yang bagus di bidang ini, yaitu Pak Jaksa Agung dan Pak Kapolri di bidang penegakan hukum dan HAM ini, di bidang pertahanan juga bagus, pun di bidang diplomasi,” katanya.

“Artinya kami di Kemenko Polhukam itu untuk arahan-arahan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, alhamdulillah, kita mencoba berjalan dengan skenario yang kita buat berdasarkan prinsip Presiden, negara harus hadir, jangan hanya formalitas,” lanjutnya.

Refleksi kedua yang disampaikan Menko Polhukam adalah tentang pelanggaran HAM berat. Dirinya mengatakan pemerintah akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Selain itu juga, dirinya telah memiliki skema dan berbicara dengan berbagai stakeholder.

“Mari kita akhiri perdebatan yang tidak ada ujungnya, apa pun,” katanya.

Dijelaskan, selain penyelesaian secara yudisial dan nonyudisial, ada juga penyelesaian politik atau penyelesaian yang sifatnya rekonsiliatif.

“Itu ada di dalam program penegakan dan perlindungan hak asasi manusia. Kita sudah berbicara dengan semuanya lah, dengan Jaksa Agung sudah, dengan Komnas HAM sudah, dengan LSM sudah, dengan korban-korban juga sudah. Sudah ada komunikasi,” katanya.

Sementara untuk deradikalisasi, disampaikan bahwa peristiwa-peristiwa dan ujaran-ujaran yang sifatnya intoleran sudah turun hingga 80 persen. “Akhir-akhir ini kan mengurang, karena memang tidak bisa teriak-teriak intoleran, berteriak sistem lain tanpa dasar yang kuat dan tanpa persetujuan rakyat umum yang lebih banyak,” tandas Menko Polhukam. (pol)