Alugoro 405, Bukti Kemandirian Industri Pertahanan Nasional

:


Oleh Norvantry Bayu Akbar, Selasa, 11 Februari 2020 | 05:51 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 965


Jakarta, InfoPublik - Setelah melalui proses pembuatan sejak 2018, akhirnya kapal selam KRI Alugoro 405 menjalani serangkaian uji coba. Kali ini dilakukan tes penyelaman Kedalaman Nominal (Nominal Diving Depth/NDD), di kawasan perairan utara Pulau Bali. Ini merupakan bagian dari 53 jenis Uji Kelautan atau Sea Acceptance Test (SAT). 

Hasilnya? Alugoro terbukti berhasil menyelam hingga kedalaman 250 meter.

PT PAL Indonesia (persero) selaku pembuat Alugoro, berancana melakukan uji coba hingga Juni 2020. Selanjutnya Alugoro akan diserahkan kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI dan dioperasikan TNI Angkatan Laut (AL) pada Desember 2020.

Nama Alugoro sendiri diilhami dari kisah pewayangan. Alugoro merupakan senjata berupa gada berujung runcing milik Prabu Baladewa. Senjata itu diberikan oleh guru Batara Brama, setelah Baladewa dinyatakan lulus menuntut ilmu dan mendapat bekal kekuatan pemusnah yang dahsyat.

Maka itu, penamaan kapal TNI AL itu memiliki harapan agar Alugoro 405 siap melaksanakan tugas sebagai senjata dengan daya rusak dan penghancur yang besar.

Sebelumnya, nama Alugoro juga pernah dipakai sebagai nama kapal selam yang dibeli dari Uni Soviet, yakni Alugoro-406 kelas Whiskey Class. Sementara untuk Alugoro 405 yang dibangun bersama oleh PT PAL Indonesia (Persero) dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) asal Korea Selatan adalah kapal selam kelas Nagapasa atau Chang Bogo KSDE U209.

Menurut data PT PAL Indonesia, KRI Alugoro 405 memiliki panjang 61,3 meter dengan bobot 1.460 ton di permukaan dan 1.596 ton di bawah permukaan air. Dengan dilengkapi oleh mesin diesel electric, Alugoro 405 mampu melesat dengan kecepatan maksimal saat menyelam hingga 21 knot, sementara kecepatan maksimal permukaan mencapai 12 knot.

Kapal selam berkelir hitam yang diluncurkan pada 11 April 2019 di Dermaga Kapal Selam PT PAL Indonesia (Persero) di Surabaya, Jawa Timur, itu dapat memuat 40 kru dengan kemampuan jelajah selama 50 hari dan masa pakai selama 30 tahun.

Transfer Teknologi

Perakitan Alugoro 405 dilakukan di galangan kapal PT PAL Indonesia dengan kerja sama DSME. Alugoro 405 merupakan kapal selam ketiga dari batch pertama kerja sama tersebut.

Sebelum Alugoro 405, Indonesia telah menerima Nagapasa 403 dan Ardadedali 404 yang dibuat di Korea Selatan. KRI Nagapasa 403 telah diserahkan kepada Kemhan RI pada 2017, sementara KRI Ardadedali 404 diserahkan pada 2018.

Penamaan dua kapal selam itu pun mengambil nama-nama senjata dari kisah pewayangan. Nagapasa adalah senjata berbentuk panah milik Indrajit. Sementara Ardadedali merupakan senjata panah milik Arjuna.

Kerja sama pembuatan KRI Alugoro 405 itu merupakan hasil kerja sama transfer teknologi dengan Korea Selatan. Penyerahan Alugoro 405 ini merampungkan kontrak gelombang pertama Indonesia-Korea Selatan dalam pembuatan kapal selam.

Adapun nilai kerja sama antara Kemhan RI dan DSME dalam pembuatan tiga kapal selam kelas Nagapasa gelombang pertama itu mencapai USD1,1 miliar atau setara Rp15 triliun (kurs USD1 setara Rp13.618). Kerja sama manis kedua negara ini pun dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak pembangunan tiga kapal selam kelas 1.400 ton senilai USD1,02 miliar atau setara Rp13,9 triliun.

Sebanyak 206 anak bangsa telah mempelajari proses transfer teknologi itu di Negeri Ginseng dan mempraktikannya dalam perakitan Alugoro 405 di PT PAL Indonesia (Persero).

Saat diluncurkan di galangan Dermaga Kapal Selam PT PAL Indonesia (Persero) Surabaya, Jawa Timur, pada 11 April 2019, Menhan saat itu, Ryamizard Ryacudu, mengatakan pihaknya telah memesan 12 kapal selam kepada PT PAL Indonesia (persero).

Ryamizard mengungkapkan, pada pembuatan kapal selam pertama dan kedua pesanan Kemhan, sepenuhnya dibuat di DSME, Korea Selatan. "Kemudian nanti yang kelima sudah bisa buat sendiri tanpa bantuan Korea Selatan," tuturnya.

Dengan demikian, Indonesia menjadi negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang dapat membangun kapal selam mandiri. Kemampuan itu juga berpotensi menggaet pasar di negara-negara sekitar.

Presiden RI Joko Widodo sendiri mengapresiasi kerja sama pembuatan kapal selam Alugoro tersebut dan berharap suatu saat Indonesia akan mampu membuatnya secara mandiri.

"Saya kira sebuah kerja sama yang bagus, ada transfer teknologi di dalam pembangunan kapal selam Alugoro kita. Kita harapkan pada suatu titik kita bisa mandiri mengerjakan semuanya oleh anak-anak bangsa sendiri," kata Presiden saat mengunjungi PT PAL Indonesia (Persero) di Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (27/1/2020), untuk meninjau langsung kapal selam KRI Alugoro 405.

Kemandirian Industri Pertahanan Nasional

Lebih lanjut Presiden Joko Widodo menegaskan kembali bahwa kebijakan pengembangan alat utama sistem senjata (alutsista) yang dijalankan harus turut memperkuat industri pertahanan nasional.

Bersamaan dengan itu, ekosistem industri pertahanan lokal yang sehat juga harus dibangun untuk mencapai kemandirian dan mengurangi ketergantungan Indonesia pada barang-barang impor, utamanya pada komponen pendukung industri tersebut.

"Saya ingin mempertegas lagi bahwa kita harus fokus terhadap pembenahan ekosistem industri pertahanan, baik yang berkaitan dengan fasilitas pembiayaan bagi BUMN klaster industri pertahanan maupun ketersambungan dengan industri komponen baik itu komponen pendukung maupun bahan baku. Termasuk di dalamnya adalah reformasi supply chain dan pengembangan industri lokal untuk mengurangi ketergantungan kita kepada barang-barang impor," kata Presiden.

Industri pertahanan tersebut, menurutnya, juga harus dikelola dan dijalankan sesuai dengan tata kelola yang baik sehingga mampu meningkatkan efisiensi operasinya.

Presiden mengingat saat pertama kali mengunjungi PT PAL Indonesia pada 2015 lalu yang memberikan kesan kepadanya bahwa BUMN yang bergerak di bidang industri galangan kapal tersebut tidak dikelola dengan baik. Namun, setelah dilakukan pembenahan dan mendapat penambahan modal hingga Rp1,5 triliun, kini manajemen BUMN tersebut tampak jauh lebih baik.

"Saya sangat senang saya masuk ke sini lagi, berarti empat tahun setelah itu, kelihatan sekali ada sebuah perubahan manajemen. Saya ini orang pabrik, jadi melihat dan masuk ke sebuah ruangan itu kelihatan ada manajemennya apa tidak, tata kelola benar atau tidak, kelihatan sekali," kata Presiden.

Tak kalah pentingnya, industri pertahanan nasional dimintanya untuk mengubah pola pikir dari semula hanya berfokus pada produk menjadi berfokus pada pasar terlebih dahulu.

"Dengan cara itu, industri pertahanan kita tidak hanya memproduksi untuk kepentingan militer semata, namun juga untuk kepentingan nonmiliter lainnya sehingga mampu meraih pangsa pasar yang lebih besar dan meningkatkan nilai ekspor produk-produk dari BUMN klaster industri pertahanan," tandas Presiden.