Torehan Fantastis Penerimaan Pajak

:


Oleh Taofiq Rauf, Minggu, 12 Februari 2023 | 12:03 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 6K


Jakarta, InfoPublik - Penerimaan pajak Indonesia pada 2022 meraih torehan fantastis. Pertengahan Desember saja, angka penerimaan pajak sudah mencapai 110 persen dari target yang ditetapkan dalam Perpres Nomor 98 tahun 2022. 

Perolehan pajak menyentuh Rp1.634,4 triliun atau naik 41,93 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (Januari-14 Desember 2022) yang berada di posisi Rp1.278,6 triliun. Penerimaan pajak bahkan melebihi era sebelum pandemi sebesar Rp1.217,8 triliun pada 2019. 

Pencapaian cukup besar terlihat pada Pajak Penghasilan (PPh) migas maupun PPh Nonmigas yang berturut-turut sebesar 116,6 persen dan 120,2 persen dari target. PPh migas menorehkan Rp75,4 triliun dan PPh Non Migas Rp900 triliun.  

Pun halnya dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan PPnBM (pungutan pajak tambahan selain PPN atas konsumsi barang) yang menggambarkan transaksi perdagangan dalam negeri juga memperoleh hasil  menggembirakan. PPn dan PPnBM sudah menyentuh Rp629,8 triliun atau 98,6 persen dari target. Sementara PBB dan Pajak lainnya Rp29,2 triliun. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapan, pencapaian penerimaan pajak tersebut tidak terlepas dari berbagai faktor. Seperti kondisi ekonomi yang membaik, kenaikan harga komoditas, hingga reformasi perpajakan dengan lahirnya Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP).

"Ini karena ekonomi kita yang baik. Pemulihan yang baik dan juga harga komoditas meningkat, serta adanya reformasi di sektor regulasi dengan lahirnya Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA Desember 2022 yang digelar secara daring, Selasa (21/12/2022). 

Situasi perekonomian yang membaik, misalnya dapat terlihat dari perolehan PPh 21 yang dipotong dari gaji karyawan. Dari data menunjukkan tingkat pertumbuhan sudah berada di atas 19 persen.  Artinya, kata Sri Mulyani, ada kenaikan dari jumlah karyawan yang bekerja atau upah meningkat.

"Pajak yang dibayarkan oleh karyawan konsisten naik dari kuartal per kuartal. Ini bagus dari sisi buruh karyawan," ujarnya. 

Contoh lainnya yakni PPh Badan yang tumbuh hingga 88,44 persen dibandingkan tahun lalu. Angka itu menunjukkan bahwa kinerja korporasi di Indonesia cukup positif terlihat dari pajak yang dibayarkan.  

Demikian pula dengan PPh 22 impor yang juga tumbuh di atas 80 persen. Perolehan PPh impor menggambarkan bagaimana kegiatan manufaktur di dalam negeri membaik melihat tingginya permintaan barang baku dan barang modal. 

Hal itu juga tercermin dari kontribusi pajak sektoral. Industri pengolahan misalnya, berkontribusi atas 29,2 persen pajak dengan peningkatan kinerja hingga 35 persen. Sektor pertambangan bahkan tumbuh secara impresif hingga 135 persen.   

Tumbuh dan geliatnya perekonomian RI juga terlihat dari transaksi jual beli melalui PPn yang pertumbuhannya mencapai 23,4 persen. "PPn terlihat kenaikan tinggi yang menggambarkan aktivitas ekonomi kita," kata Sri Mulyani. 

Pertumbuhan ekonomi RI mendapat banyak pujian dari dunia internasional. Indonesia, satu dari sedikit negara yang tetap dapat tumbuh, di tengah tekanan ekonomi dunia. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan pertumbuhan RI pada kuartal ketiga mencapai 5,72 persen yang didorong dari peningkatan belanja rumah tangga atau konsumsi masyarakat maupun kinerja ekspor.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, potensi pertumbuhan ekonomi RI masih sangat kuat, bahkan jika dibandingkan dengan negara lain. 

"Yang keluar dari prediksi lembaga internasional, Indonesia berada pada posisinya lebih tinggi dibanding banyak negara terutama negara G20 dan ASEAN," ujarnya.  

Harga komoditas dan HPP

Dalam satu dekade terakhir, pertumbuhan pajak Indonesia mengalami pasang surut. Meskipun, dari 2009 hingga 2020, pencapaian pajak sebenarnya tidak pernah mencapai target. Angka realisasi sempat menyentuh 97 persen pada 2011, namun terus turun hingga 2016 sampai 81,6 persen.  

Pada 2020, ketika pandemi menghantam, pencapaian realisasi pajak sebesar 89,3 persen. Kemudian seiring pemulihan ekonomi, tren realisasi bergerak positif. Kenaikan harga migas dan komoditas membuat  capaian pajak RI pada 2021 mencapai 103,9 persen dan berlanjut pada tahun ini. 

Indonesia mendapat windfall dari mahalnya energi dunia selepas serangan Rusia ke Ukraina. Sebut saja harga minyak sawit yang mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah pada tahun ini.  

Demikian juga dengan batubara yang kembali digunakan banyak negara setelah pecahnya perang. Dua komoditas tersebut menjadi andalan ekspor Indonesia dan berkontribusi terhadap surplus neraca perdagangan RI selama 29 bulan berturut-turut hingga September 2022 lalu.  

Namun Sri Mulyani mengingatkan bahwa lonjakan harga komoditas dan migas tidak terjadi terus menerus. Pada tahun depan proyeksinya harga migas akan lebih landai. Dalam APBN 2023 PPh migas diperkirakan sebesar Rp61,44 triliun atau terkontraksi 5,0 persen.

Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar tak menampik, kenaikan harga komoditas juga menjadi pendorong kinerja penerimaan pajak. Namun, di luar itu kebijakan pemerintah dalam menelurkan regulasi UU Harmonisasi Perpajakan juga berpengaruh dalam mendongkrak pencapaian itu. 

Contohnya adalah Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berhasil mengakomodasi penerimaan sebesar Rp60,1 triliun. "Inilah yang menyebabkan kinerja penerimaan PPh Final naik drastis," ujarnya kepada GPR News. 

Selain PPh, kenaikan tarif sebesar 1 persen juga mampu mendorong kinerja penerimaan. Per Oktober 2022, kenaikan tarif PPn sebesar 1 persen sudah mampu memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 43 triliun. "Angka ini dapat terus meningkat hingga akhir tahun," ujarnya. 

Sementara itu, catatan Kementerian Keuangan menunjukkan, bahwa kebijakan kenaikan 1 persen  PPn telah membuat pendapatan pajak meningkat dalam range 5-7 triliun rupiah per bulan. Padahal sebelumnya pada April penerimaan PPn hanya Rp1,96 triliun. 

Fajry pun tak menampik bahwa peningkatan PPn maupun PPh sangat dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi pada tahun ini.  "Pada kuartal III-2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,72 persen yoy," tuturnya. 

Namun untuk mempertahankan kinerja pajak pada tahun depan tentu tidaklah mudah. Apalagi kondisi dunia yang belum juga stabil, terutama perang antara Rusia-Ukraina yang memberikan efek bersandar cukup besar baik itu di sektor pangan maupun energi. 

Tantangan 2023

Dalam Nota Keuangan RAPBN 2023 disebutkan, bahwa penerimaan pajak diproyeksikan akan tetap tumbuh positif seiring dengan keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional, meskipun masih akan menghadapi beberapa tantangan.  

Kondisi yang akan turut memengaruhi penerimaan pajak pada 2023 di antaranya,  pergerakan harga komoditas utama dunia, aktivitas perekonomian dengan penggunaan transaksi elektronik yang semakin meningkat, serta basis pajak dan tingkat kepatuhan WP yang akan terus ditingkatkan.

Untuk itu, berbagai kebijakan dan reformasi perpajakan melalui implementasi UU HPP diharapkan dapat mendukung optimalisasi penerimaan pajak 2023.  Implementasi UU HPP akan menutup berbagai celah aturan (loopholes) yang masih ada dan mengadaptasi perkembangan baru aktivitas bisnis khususnya yang berkaitan dengan maraknya bisnis berbasis digital. 

Selain itu, UU HPP akan meningkatkan kepatuhan melalui strategi mendorong kepatuhan sukarela, memperkuat sistem administrasi pengawasan dan pemungutan perpajakan, serta memberikan kepastian hukum perpajakan. Dengan realisasi terkini dan kebijakan ke depan, penerimaan pajak pada tahun depan diperkirakan mencapai Rp 1.718 triliun. 

"Kalau lihat target penerimaan pajak tahun 2023, sebesar Rp1.718 triliun sebenarnya lebih rendah dibandingkan dengan realisasi tahun ini, yang saya perkirakan akan sebesar Rp1.851,9 triliun," tutur Fajry. 

Tapi ia mengakui, realisasi tahun ini memang extraordinary. Sehingga, kata ia, bukan target 2023 yang rendah. "Dan ini mulai terlihat dalam pertumbuhan dua bulan terakhir yang negatif secara bulanan." 

Oleh karena itu, menurut Fajry dengan potensi pelemahan ekonomi dan moderasi harga komoditas tentu semuanya akan bergantung dari extra effort Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mencapai target. Terutama bagaimana DJP dapat mengoptimalkan UU HPP. 

"Untuk itu, aturan teknis perlu segera terbit pada tahun depan dan DJP dapat mengoptimalkan UU HPP dalam menggali penerimaan pajak," jelasnya. (PM/gprnews)

(Foto: Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pasar Minggu, Jakarta, Senin (9/1/2023). Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan?pajak sepanjang 2022 mencapai Rp1.716,8 triliun atau 115,6 persen dari target senilai Rp1.485 triliun, tumbuh 34,3 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp1.278,6 triliun. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/tom.)

Baca selengkapnya dan download Edisi 1/2023 GPR News di: https://www.gprnews.id/books/vdpn/