Memahami HET Minyak Goreng

:


Oleh DT Waluyo, Sabtu, 2 April 2022 | 08:46 WIB - Redaktur: Untung S - 622


Jakarta, InfoPublik - Lebih dari dua pekan setelah mekanisme pasar berjalan, pasokan minyak goreng kemasan berlimpah di gerai-gerai pasar modern. Harga yang tertera di bungkua di masing-masing gerai untuk kemasan per liter atau dua liter beragam, berbeda-beda sesuai merek.

Sebagai  contoh, harga minyak goreng yang dikumpulkan redaksi per 30 Maret 2022, melalui klilindomaret dan alfagift;

 

Alfamart

Indomaret

Ø  Sania 2L: Rp 49.600

Ø  Bimoli 2L: Rp 49.900

Ø  Bimoli 1L: Rp 25.500

Ø  Tropical 2L: Rp 49.200

Ø  Tropical Botol 2L: Rp 49.200

Ø  SunCo 2L: Rp 48.900

Ø  Minyak Goreng Alfamart 2L: Rp 40.900

Ø  Minyak Goreng Alfamart 1L: Rp 20.500

Ø  Filma 2L: Rp 51.300

Ø  Fortune 2L: Rp 49.500

Ø  Sovia 2L: Rp 49.300

Ø  Minyak Goreng Alfamart Pouch 2L: Rp 44.900

Ø  Tropical 1L Botol: Rp 24.900

Ø  Sania 1L: Rp 24.900

Ø  Fitri Minyak Goreng Pet 2L = Rp 48.200

Ø  Fitri Minyak Goreng Pet 1L = Rp 24.300

Ø  Bimoli Special Minyak Goreng Pouch 2L = Rp 50.500

 

ü  Minyak Goreng Indomaret 2L: Rp 46.800

ü  Happy Soya 1L: Rp 43.000

ü  Delima 1L: Rp 23.800

ü  Tropical 2L: Rp 50.200

ü  Amanda 1L: Rp 22.000

ü  Fortune 2L: Rp 48.200

ü  Tropical 2L: Rp 25.400

ü  Sovia 2L: Rp 48.000

ü  Bimoli Spesial 1L: Rp 24.500

ü  Bimoli Spesial 2L: Rp 47.900

ü  Bimoli 2L: Rp 46.600

ü  Bimoli 1L: Rp 23.800

ü  Sania 2L: Rp 48.500

ü  Sania 1L: Rp 24.300

ü  Tropical 2L Refill: Rp 50.200

ü  Tropical 1L Botol: Rp 25.500

ü  Harumas 2L: Rp 40.000

ü  Barco 1L: Rp 31.900

 

 

Sebelumnya, dalam kurun sekitar tiga bulan (Januari – 16 Maret 2022), komoditas minyak goreng sawit menjadi perbincangan publik. Selain langka, harganya juga melonjak jauh di atas HET yang ditetapkan pemerintah. Saat itu, melalui Permendag Nomor 06 tahun 2022, Pemerintah mematok harga untuk minyak goreng curah Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter.

Kebijakan Pemerintah tersebut tidak berjalan sebagaimana harapan. Minyak goreng tetap langka di pasar. "Sesuai arahan Presiden, Kementerian Perdagangan per 16 Maret 2022 menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 11 tahun 2022 yang mencabut ketentuan HET Permendag Nomor 06 tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng," jelas Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (17/3/2022).

Paska pencabutan HET untuk minyak kemasan, pasokan minyak goreng di pasar kembali normal. Namun bayang-bayang kelangkaan, khususnya minyak goreng curah, tetap mencuat. Publik khawatir minyak goreng curah, yang harganya dikendalikan pemerintah lewat mekanisme HET sebesar Rp14.000/liter atau Rp15.500 per kilogram (Kg), bakal menghilang juga. Alasannya, harga bahan baku migor curah, harganya juga mengikuti harga internasional.

Mekanisme HET

Penetapan HET oleh pemerintah terhadap komoditas minyak goreng, ditengarai sebagai pemicu menghilangnya minyak goreng (kemasan) di pasar. Lantas apa itu HET? Di Indonesia, aturan tentang HET atau harga eceran maksimum, diterapkan pemerintah untuk sejumlah komoditas. Tujuannya adalah untuk melindungi konsumen. Kebijakan HET dilakukan oleh pemerintah jika harga pasar dianggap terlalu tinggi diluar batas daya beli masyarakat (konsumen). 

Dengan pemberlakuan HET, penjual tidak diperbolehkan menetapkan  harga  diatas  harga  maksimum  tersebut.  Contoh  penetapan  harga  maksimum  di Indonesia antara lain harga obat-obatan diapotek, harga BBM, dan tariff angkutan atau transportasi seperti tiket bus kota, tarif kereta api dan tarif taksi per kilometer. Seperti halnya penetapan harga minimum, penetapan harga maksimum juga mendorong terjadinya pasar gelap.

Penetapan HET mengacu pada Ketentuan Undang-Undang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pasal 26 ayat (3) mengamanatkan bahwa “dalam menjamin pasokan dan stabilisasi harga barang kebutuhan pokok dan barang penting, Menteri menetapkan kebijakan harga, pengelolaan stok dan logistik serta pengelolaan ekspor dan impor”.

Dalam UU tersebut tersirat bahwa pemerintah mempunyai pedoman dalam menetapkan  kebijakan harga dengan tujuan untuk stabilisasi harga. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan mempunyai indikator besaran stabilisasi harga pangan, yaitu pada kisaran 5-9 persen.

Sejauh ini, kebijakan HET telah berulangkali diterapkan. Bukan saja di sektor pangan, namun juga di sektor farmasi (obat) dan kebutuhan penting lain. Contoh aturan HET di Indonesia adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/M-DAG/PER/8/2017 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Beras Tertinggi dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2010 tentang Harga Tertinggi Harga Eceran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tabung 3 Kilogram.

Pemberlakukan HET tidak lepas dari sistem perdagangan pangan dunia. Sebagaimana diketahui, sistem perdagangan pangan dunia saat ini semakin terbuka alias pasar bebas. Akibatnya, produk pangan di dalam negeri sulit dikendalikan sebagai akibat transmisi dari situasi dan kondisi harga internasional. 

Kondisi tersebut, ditambah berbagai permasalahan di dalam negeri (Indonesia) menyebabkan harga pangan fluktuatif. Permasalahan yang dimaksud meliputi masalah pasokan (local atau impor), permintaan, dan distribusi bahan kebutuhan pangan pokok seperti beras, kedelai, daging ayam, cabai dan bawang merah. 

Selain itu, harga juga dipengaruhi ekspektasi masyarakat. Momentum Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), seperti Ramadan dan Lebaran (Idulfitri) saat ini, juga  memunculkan adanya spekulasi harga yang menyebabkan harga bahan kebutuhan pangan pokok  setiap tahun cenderung naik.

Di saat genting seperti itulah Pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi (rumah tangga pemerintah), turun tangan. Ini sesuai dengan fungsi penting Pemerintah dalam perekonomian yaitu berfungsi sebagai stabilisasi, alokasi, dan distribusi. Selain menentukan harga ecerab tertinggi, Pemerintah juga bias menetapan Harga eceran terendah. (*)