Saat Varietas Kedelai Lokal Naik Daun

:


Oleh DT Waluyo, Selasa, 1 Maret 2022 | 11:51 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 2K


Jakarta, InfoPublik - Di balik musibah ada berkah. Begitulah yang dirasakan kalangan petani kedelai di akhir Februari 2022 ini. Menyusul gonjang-ganjing kelangkaan kedelai impor, yang berbuntut pada kenaikan harga kedelai global. Harga kedelai lokal pun ikut terkerek naik.

Harga kedelai di pasar global, pada pekan kedua Februari 2022, sekitar US$15,77/bushel (gantang) atau meningkat 18,9% dibanding Januari 2022. Satu gantang sekitar 27,2 kg atau 0,0272 ton. Buntutnya, harga kedelai di tingkat perajin tahu tempe di Indonesia sekitar Rp11.631/kg. Padahal, biasanya sekitar Rp9.000-10.000/kg.

Pada 21 Februari 2022, sebagaimana tercantum dalam situs Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, pada 25 Februari 2022 mencatat, di wilayah DKI Jakarta harga rata-rata kedelai impor Rp 13.800 per kilogram.

Adapun harga rata-rata nasional sepanjang bulan Februari 2022 sebesar Rp 12.600 per kilogram. Harga rata-rata tersebut diperoleh dari tren harga kedelai sepanjang Februari di hampir seluruh provinsi provinsi. Sementara itu, harga kedelai impor pada 25 Februari, termahal ada di Sulawesi Tenggara, mencapai Rp 19 ribu per kilogram. Sebaliknya, harga terendah/termurah adalah di Jawa Tengah, yakni Rp 11.600 per kilogram.

Khusus di Pulau Jawa, rata-rata harga kedelai impor pada 25 Februari itu adalah Rp 12.800 per kilogram. Harga termurah adalah di Jawa Tengah, yakni Rp 11.600 per kilogram. Sedangkan harga termahal didapat di DKI Jakarta, sebesar Rp 13.800 per kilogram.

Harga kedelai impor di Pulau Jawa, per 25 Februari 2022 (sumber SP2KP Kementan, diunduh 1 Maret 2022)

 

       

DKI Jakarta

 

13800

 

Jawa Barat

 

13350

 

Jawa Tengah

 

11600

 

D.I. Yogyakarta

 

12400

 

Jawa Timur

 

12500

 

Banten

 

13650

 

 

Meroketnya harga kedelai di pasar internasional  sebagai akibat inflasi global yang meningkat dan perubahan iklim La Nina yang memicu penurunan produksi kedelai, khususnya di Brazil, berdampak pula di RI. Harga kedelai produksi local, demikian catatan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud, harga kedelai di tingkat petani sekitar Rp9.000/kg. Padahal, biasanya harga kedelai lokal sekitar Rp6.500/kg.

Konsumsi Kedelai Nasional

Bagi Indonesia, komoditas kedelai terhitung tinggi. Tiap tahun konsumsi kedelai di tanah air dalam bentuk tempe sekitar 50%, tahu 40%, dan produk lain seperti tauco, kecap, susu kedelai, dan lain-lain 10%. Total  kebutuhan kedelai di Indonesia sekitar 3 juta ton/tahun. Kebutuhan tersebut dipasaok dari produksi di dalam negeri sekitar 0,5 juta ton dan impor 2,5 juta ton.

Sekalipun produksi kedelai local belum mencukupi, namun secara kualitas kedelai local terhitung bagus. Khususnya untuk pembuatan tahu. Karakteristik kedelai local, memiliki rendemennya tinggi dan rasa tahunya lebih enak. Itu, setidaknya tahu Sumedang yang terkenal enak, lazimnya menggunakan kedelai lokal.

Hanya saja, memang ada kendala. Kedelai lokal kurang direkomendasikan  untuk pembuatan tempe. Selain ukuran biji kecil, kulit arinya sulit terkelupas saat pencucian, dan peragiannya lebih lama. Untuk pembuatan tempe, perajin lebih suka memanfaatkan kedelai impor.

Dengan karakteristik seperti itu, Pemerintah pun melakukan segmentasi kedelai sesuai dengan kebutuhan industri pengolahan. Untuk memproduksi tahu, kecap, tauco, dan minyak kedelai, sebaiknya menggunakan kedelai lokal. Namun, untuk memproduksi tempe sebaiknya kedelai impor, yang kebanyakan kedelai transgenik. Sebab tempenya jauh lebih bagus.

Bersamaan dengan itu, Pemerintah terus melakukan upaya-upaya yang dilakukan baik melalui perluasan areal tanam maupun peningkatan produktivitas. Untuk mengatasi keterbatasan lahan, pengembangan kedelai diarahkan penanaman di lahan kering, integrasi dengan perkebunan, perhutanan dan budidaya tumpangsari. 

“Untuk dongkrak produksi, Kami juga menyiapkan benih unggul varietas lokal dengan potensi produksi mulai 2 - 3,5 ton per hektare,” jelas Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Maman Suherman, sebagaimana dikutip www.pertanian.go.id (diakses 1 Maret 2022).

Langkah lain untuk mengatasi kelangkaan kedelai, saat ini Kementan tengah mengkaji pengembangan kedelai nasional, baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi. Untuk menumbuhkan minat petani menanam kedelai pemerintah memberikan bantuan sarana produksi berupa benih unggul. Bahkan pemerintah mewacanakan wajib tanam bagi para importir kedelai.

“Keterlibatan importir wajib tanam kedelai sangat positif dalam rangka ikut membina dan memberi semangat kepada petani untuk mengembangkan kedelai nasional baik dengan pola mandiri maupun pola kemitraan,” ungkap Maman.

Menuju Swasembada

Dalam catatan Kementan, angka produksi kedelai dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan. Tahun 2018 misalnya sebesar 983 ribu ton atau melonjak naik sebesar 82,39 % dibanding tahun 2017. Angka tersebut merupakan capaian produksi tertinggi selama 2014-2018, dan lebih tinggi dibanding rata-rata produksi 2014-2018 yang berada di kisaran 859.830 ton. 

Dengan tren seperti itu, Kementan sebagaimana dikutip dari situs https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=3575 optimistis cita-cita Indonesia untuk menjadi lumbung pangan dunia tahun 2045 dapat terwujud selama mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, program ini harus didukung oleh segenap komponen bangsa baik itu Kementan sebagai motor, intansi terkait lintas lembaga/kementerian, akademisi, pengamat pertanian dan terutama para petani sebagai ujung tombak.

Dalam upaya pencapaian swasembada kedelai tersebut, ketersediaan benih juga memiliki peranan penting. Untuk memenuhi kebutuhan benih kedelai tahun 2019 seluas 1 juta hektar dengan kebutuhan benih 43 ribu ton. Kebutuhan tersebut disediakan melalui  pertanaman kedelai kegiatan 2018 dengan pola zonasi (pewilayahan), dengan dikawal oleh Balai Pengawasan Sertifikasi Benih (BPSB) setempat. 

Di Indonesia, demikian kata Direktur Aneka Kacang dan Umbi Ali Jamil, ada sejumlah varietas kedelai yang banyak ditanam petani.  Antara lain varietas Anjasmoro, Grobogan, Wilis dan Argomulyo. Selain itu ada beberapa varietas yang sedang dikembangkan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), yaitu varietas Mutiara biji besar.

Sementara itu, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN) Badan Litbang Pertanian, juga mengembangkan varietas kedelai dengan biji besar dengan nama varietas Bio Soy 1 dan Bio Soy 2. Pengembangan kedelai dengan biji besar dimaksudkan memenuhi permintaan para pengrajin tahu-tempe kita ke depan. 

Enam Varietas Unggulan

Kementan mencatat, sejauh ini ada enam varietas unggul kedelai lokal: Detap 1, Dega 1, Dena 1, Dering 1, Anjasmoro, dan Grobogan. Sebagai catatan, salah satu keunggulan Dega 1 memiliki ukuran biji lebih besar dari kedelai impor yang ukuran bijinya berkisar 16-17 gram/100 biji.

  • Detap 1: umur berbunga 35 hari, umur panen 78 hari, bobot 100 biji 15,37 gram, hasil biji kering (produktivitas) 2,70 ton/ha, dan warna kulit biji kuning.
  • Dega 1: umur berbunga 29 hari, umur panen 71 hari, bobot 100 biji 22,98 gram, hasil biji kering (produktivitas) 2,78 ton/ha, dan warna kulit biji kuning.
  • Dena 1: umur berbunga 33 hari, umur panen 78 hari, bobot 100 biji 14,3 gram, hasil biji kering (produktivitas) 1,69 ton/ha, dan warna kulit biji kuning.
  • Dering 1: umur berbunga 35 hari, umur panen 81 hari, bobot 100 biji 10,7 gram, hasil biji kering (produktivitas) 2,8 ton/ha, dan warna biji kuning.
  • Anjasmoro: umur berbunga 35,7-39,4 hari, umur panen 82,5-92,5 hari, bobot 100 biji 14,8 gram, hasil biji kering (produktivitas) 2,0 ton/ha, dan warna kulit biji kuning.
  • Grobogan: umur berbunga 30-32 hari, umur panen 75 hari, bobot 100 biji 18 gram, hasil biji kering (produktivitas) 2,8 ton/ha, dan warna kulit biji kuning. (*)

Foto: Varietas unggul kedelai lokal (Dok. pertanian.go.id)