Pentingnya Bendungan, Siklus Produksi dan Lumbung Pangan

:


Oleh DT Waluyo, Rabu, 23 Februari 2022 | 08:22 WIB - Redaktur: Untung S - 1K


Jakarta, InfoPublik - Dalam siklus pertanian, air memiliki peran sangat vital. Pengaruhnya sekitar 18 persen. Tanpa air, maka proses tanam bisa gagal. Ujungnya, penyediaan pangan pun bisa terganggu.

Menyadari pentingnya air, Pemerintah pun giat membangun bendungan. Saat ini, sesuai data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebanyak 205 bendungan yang tersebar di 16 provinsi. Keberadaan bendungan itu dinilai sangat penting untuk penyediaan air irigasi agar tepat waktu tanam.

Irigasi tersebut, harus bisa diatur dan diukur kapan kebutuhan dan berapa banyak air diperlukan. “Ini semata-mata dalam rangka mendukung ketahanan pangan,” tegas Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam video virtual, Rabu (18/11/2020) silam.

Sebagai ilustrasi, saat mulai menanam padi hingga keluar bulirnya tentu kebutuhan air bisa berbeda. Sehingga harus bisa diukur. Tanpa prasarana bendungan, jaringan irigasi, maka air irigasinya tidak akan bisa diatur dan diukur. Itu yang namanya irigasi teknis.

 “Air itu menurut kami sangat rentan pada climate change. Itulah tugas kami, membangun bendungan, untuk menyediakan air di lahan irigasi,” jelas Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, dalam diskusi secara virtual, Rabu (18/11/2020).

Lumbung Pangan

Keberadaan bendungan irigasi, sejatinya bukan hanya dapat meningkatkan produktivitas dan produksi padi, tetapi juga kesejahteraan petani. Tersedianya air di sepanjang tahun, memberi peluang petani untuk dapat meningkatkan siklus produksi; dua hingga tiga kali dalam satu tahun.

Bilamana siklus produksi meningkat maka produksi padi pun dipastikan akan bertambah. Ujungnya ketahanan pangan pun akan meningkat. Bahkan, pada saatnya nanti, Indonesia bisa berswasembada beras. Bahkan bukan tidak mungkin untuk ekspor beras.

Saat ini, Indonesia ada di urutan nomor 4 dengan tingkat produksi beras sekitar 35,35 juta ton atau sekitar 7,03 persen dari total produksi dunia 503,17 juta ton. Di atas Indonesia ada Tiongkok, India, dan Bangladesh. Setelah Indonesia, adalah; Vietnam, Thailand, Myanmar, Filipina, Pakistan, Brazil, Jepang, Amerika Serikat, Kamboja, Nigeria, dan Korea Selatan.

Perlu diketahui, satu siklus produksi padi rata-rata 3 bulan. Jika petani dapat meningkatkan siklus produksi sampai 2 kali/tahun, dapat dipastikan produksi padi nasional akan meningkat.

Saat ini, sebagai contoh, siklus produksi padi di Jawa Tengah pada 2021, sekitar 1,74 kali/tahun. Angka ini, lebih tinggi dibanding siklus produksi padi nasional yang 1,45 kali/tahun. Adapun, angka siklus produksi itu, dihitung dari luas panen padi terhadap luas lahan baku sawah.

Luas lahan panen padi di Jawa Tengah pada 2021 sekitar 1,71 juta ha, menghasilkan sekitar 9,77 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara beras 5,59 juta ton. Dengan angka produksi sebesar itu, menempatkan Jawa Tengah sebagai salah satu sentra produksi padi alias sebagai provinsi lumbung pangan nasional. Kontribusi produksi berasnya sekitar 17,63 persen dari total produksi beras nasional.

Berdasarkan hasil Survei Kerangka Sampel Area (KSA) BPS yang bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), didukung oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN), Badan Informasi Geospasial (BIG), serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), pada 2020, luas panen padi diperkirakan sebesar 10,66 juta hektar atau mengalami penurunan sebanyak 20,61 ribu hektar (0,19 persen) dibandingkan 2019 (data Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia 2020 yang dirilis BPS 12 Juli 2021).

Sementara itu, berdasar Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 399 Tahun 2018 tertanggal 8 Oktober 2018, total luas lahan baku sawah nasional sekitar 7,11 juta ha. Dari luas bahan baku sawah irigasi tersebut, kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, baru sekitar 11 persen yang mendapat pasokan air irigasi dari bendungan.

Minimnya pasokan air irigasi itulah, yang mendorong Pemerintah di tahun 2015 mencanangkan tambahan 65 bendungan. Hingga 2021, 15 bendungan baru sudah resmi beroperasi, di sejumlah provinsi. Sementara itu, demikian data Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, ada 32 bendungan lainnya masih dalam tahap konstruksi dan ditambah 1 bendungan baru. Selain itu, telah pula dilakukan juga pembangunan 22.958,3 ha daerah irigasi, rehabilitasi 364.510 jaringan irigasi, pembangunan 43 embung, penyediaan 4,57 m3/detik air baku.

Keberadaan bendungan tersebut, diharapkan akan menambah pasokan air baku, juga meningkatkan luas lahan baku sawah irigasi yang mendapat pasokan air dari bendungan menjadi sekitar 20%. Dengan demikian, dapat meningkatkan siklus produksi, produksi, dan kesejahteraan petani padi. Ujungnya tentu akan memperkuat ketahanan pangan nasional.

13 Bendungan Baru di 2021

Berikut adalah 13 bendungan baru yang resmi beroperasi di 2021;

Bendungan Tukul. Bendungan pertama yang diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 2021 adalah Bendungan Tukul di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur (Jatim) pada 14 Februari 2021. Bendungan tersebut memiliki kapasitas tampung 8,7 juta meter kubik, bendungan ini bisa memberikan manfaat yang sangat besar yaitu mengairi 600 hektar sawah. 

Bendungan Tapin. Bendungan kedua yang diresmikan Presiden pada awal 2021 adalah Bendungan Tapin, di Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) pada 18 Februari 2021.  Dengan volume tampung cukup besar yakni 56,7 juta m3 bendungan ini berperan penting dalam pengendalian banjir di Provinsi Kalsel dan juga memperkuat ketahanan pangan melalui penyediaan irigasi seluas 5.472 hektar. 

Bendungan Napun Gete. Bendungan ketiga adalah Bendungan Napun Gete yang merupakan bendungan ke-3 diresmikan Presiden untuk memenuhi kebutuhan air di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).  Bendungan Napun Gete memiliki kapasitas tampung 11,2 juta m3 dan direncanakan mampu mengairi area irigasi seluas 300 hektar. 

Bendungan Sindangheula. Bendungan keempat yang diresmikan Jokowi adalah Bendungan Sindangheula pada awal Maret 2021 adalah Bendungan Sindangheula yang berada di Kabupaten Serang, Provinsi Banten.  Dengan kapasitas 9,3 juta m3, bendungan ini memberikan manfaat irigasi terhadap 1.280 hektare (ha) sawah di Serang dan pada umumnya di Provinsi Banten. 

Bendungan Kuningan. Bendungan kelima yang diresmikan Presiden Jokowi pada awal Agustus 2021, telah diresmikan adalah Bendungan Kuningan, Jawa Barat. Dengan kapasitas tampung 25,9 juta m3, bendungan ini akan mensuplai air secara kontinu untuk pertanian irigasi bagi 3.000 ha sawah masyarakat di Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Brebes. 

Bendungan Way Sekampung. Bendungan keenam yang juga diresmikan pada awal September 2021 adalah Bendungan Way Sekampung di Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Dengan kapasitas tampung 68 juta meter kubik, bendungan ini diproyeksikan bisa memperkuat ketahanan air dan pangan di wilayah Lampung. 

Bendungan Bendo. Bendungan ketujuh terdapat Bendungan Bendo yang merupakan bendungan ketujuh diresmikan Presiden Jokowi pada tahun 2021. Bendungan Bendo akan menyediakan irigasi untuk 7800 ha sawah dan juga untuk pasokan air baku dengan kapasitas 370 liter/detik, serta bisa mengurangi banjir Kota Ponorogo sebesar 31% atau 117,4 m3/detik yakni dari 375,4 m3/detik menjadi 258 m3/detik. 

Bendungan Paselloreng. Bendungan kedelapan yang diresmikan pada 2021 adalah Bendungan Paselloreng di Sulawesi Selatan (Sulsel) pada September 2021. Pembangunan bendungan itu, untuk menambah pasokan air di Provinsi Sulsel sebagai salah satu lumbung pangan nasional.

Bendungan Karalloe. Masih di Provinsi Sulsel, bendungan ke-9 yang diresmikan Jokowi pada 2021 adalah Bendungan Karalloe di kabupaten Gowa, pada November 2021. Sama seperti Bendungan Paselloren, Bendungan Karalloe juga bertujuan untuk menambah pasokan air di Provinsi Sulsel sebagai salah satu lumbung pangan nasional sehingga kontinuitas air ke lahan pertanian terjaga. 

Bendungan Tugu di Kabupaten Trenggalek

Bendungan Gongseng di Kabupaten Bojonegoro. 

Bendungan Ladongi di Kabupaten Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara. Bendungan Ladongi memiliki fungsi utama untuk mengairi daerah irigasi seluas 3.604 hektare yang berada di empat Kabupaten, dan

Bendungan Pidekso di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.  Bendungan ini memiliki fungsi utama mengairi lahan pertanian seluas 1.500 ha di Kabupaten Wonogiri. (*) 

Foto: Jaringan irigasi yang dibangun Kementerian PUPR (Dok. Kementerian PUPR)