Postur APBN 2021 Hadir untuk Masyarakat

:


Oleh DT Waluyo, Rabu, 27 Oktober 2021 | 21:06 WIB - Redaktur: Ahmed Kurnia - 764


Jakarta, InfoPublik - Kasus harian positif COVID-19 secara global sudah turun 39% dari puncak gelombang varian Delta di Agustus 2021 lalu. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Kasus harian COVID-19 di tanah air, terendah sejak Juni 2020 yaitu pada tanggal 23 Oktober yang lalu dengan angka kasus 769.

“Beberapa negara sekarang masih menghadapi kenaikan kasus dari Delta varian. Bahkan negara-negara yang selama ini dianggap mampu menangani COVID-19 , seperti RRT, Rusia, Inggris pun sekarang sedang menghadapi dan ini akan menjadi hal yang membuat kita terus waspada meskipun secara global kasus COVID-19 mengalami penurunan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani secara daring dalam Konferensi Pers APBN KITA, Senin (25/10/2021)

Membaiknya penanganan pandemi COVID-19 ini memunculkan optimisme di bidang ekonomi. OECD dan IMF membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk 2021 solid, masing-masing 5,7 persen dan 5,9 persen meski risiko meningkat, setelah kontraksi -3,1% di 2020.

Pemerintah Indonesia pun optimis, momentum pemulihan ekonomi di tanah air akan terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi Q3-2021 diperkirakan akan berada pada kisaran 4,5 persen, ditopang oleh konsumsi masyarakat yang masih kuat, meningkatnya aktivitas investasi, masih kuatnya kinerja ekspor didorong berlanjutnya tren harga komoditas, serta pemulihan yang merata di berbagai wilayah.

“Kinerja ekonomi kita dengan perbaikan ini memberikan suatu optimisme untuk merevisi kuartal ketiga kita, outlook pertumbuhan dari kuartal ketiga kita membaik menjadi 4,5 persen, memang dibanding kuartal kedua menurun, tapi kalau dilihat kuartal ketiga kita mengalami Delta varian yang begitu sangat tinggi. Hal itu yang menyebabkan adanya koreksi terhadap pemulihan ekonomi kita di kuartal ketiga namun koreksi tidak terlalu dalam,” ujar Menteri Sri Mulyani.

Menteri Keuangan juga menyampaikan untuk keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi 2021 diperkirakan akan mencapai 4,0 persen. “Dimana kinerja untuk kuartal keempat tetap akan berpotensi rebound namun mungkin lebih normal dan tentu rebalancing dari berbagai kegiatan ekonomi seperti di Tiongkok, Amerika Serikat, dan Eropa akan mempengaruhi outlook di kuartal keempat dan terutama untuk tahun depan”. 

Berbagai indikator dini perekonomian nasional mengalami peningkatan kembali pada September 2021 seperti ditunjukkan oleh PMI Manufaktur telah kembali memasuki zona ekspansif di angka 52,2 meningkat dari 43,7 di Agustus, konsumsi listrik, penjualan kendaraan bermotor, demikian pula dengan berbagai indeks antara lain keyakinan konsumen, penjualan ritel dan belanja Bank Mandiri.

Aktivitas investasi dalam tren positif, ditunjukkan oleh konsumsi semen yang meningkat dan impor besi baja juga tetap positif. Selain itu impor tumbuh cukup tinggi untuk bahan baku dan barang modal mendukung aktivitas produksi nasional. Penguatan indikator-indikator tersebut memberikan sinyal menguatnya kembali aktivitas konsumsi dan investasi domestik, di tengah inflasi yang masih relatif rendah di kisaran 1,6 persen (yoy).

Surplus neraca perdagangan pada September 2021 yang masih kuat, tercatat US$4,37 miliar, ditopang oleh kinerja ekspor yang tumbuh 47,6 persen (yoy), sementara impor tumbuh 40,3 persen (yoy). Posisi cadangan devisa tercatat US$146,9 miliar, jauh di atas standar batas kecukupan internasional.

Menguatnya kinerja ekonomi nasional telah mendorong berlanjutnya peningkatan kinerja APBN. Per September 2021, Penerimaan Negara mencapai Rp1.354,8 T (77,7 persen dari target), tumbuh kuat sebesar 16,8 persen (yoy), ditopang oleh meningkatnya penerimaan perpajakan, kepabeanan dan cukai (BC) dan PNBP. Peningkatan Penerimaan Negara seiring pemulihan aktivitas ekonomi, peningkatan ekspor impor, dan tren kenaikan harga komoditas

Hadir untuk Masyarakat

Dalam keterangan tertulis, Senin (25/10/2021) Kemenkeu menyampaikan, realisasi Belanja Negara mencapai Rp1.806,8 T (65,7 persen dari pagu), tumbuh minus 1,9 persen (yoy), lebih rendah dari tahun lalu 15,5 persen (yoy). Realisasi belanja masih belum optimal khususnya untuk komponen belanja non K/L dan TKDD yang masih mengalami perlambatan. Namun pembiayaan investasi tumbuh signifikan sebesar 172 persen.

Realisasi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp1.265,3 T (64,7 persen dari pagu), tumbuh 4,4 persen (yoy), menurun dari tahun lalu 21,2 persen (yoy). Penurunan ini sebagai dampak dari Belanja Non-KL karena di periode yang sama tahun 2020 terdapat pembayaran kompensasi.

Belanja K/L tumbuh 16,1 persen (yoy), terdiri dari Belanja Modal tumbuh 62,2 persen (yoy) untuk pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas, serta pengadaan peralatan dan Belanja Barang tumbuh 42,4 persen (yoy) untuk mendukung akselerasi program PEN dalam pelaksanaan vaksinasi, klaim perawatan, bantuan upah, dan bantuan usaha mikro.

Realisasi Anggaran Kesehatan mencapai Rp170,8 T, tumbuh 60,6 persen (yoy), membaik dari tahun lalu 58,5 persen (yoy), dimanfaatkan utamanya untuk klaim perawatan 511,7 ribu pasien, pengadaan 107,3 juta dosis vaksin, insentif nakes, serta penanganan kesehatan lainnya (seperti Penerima Bantuan Iuran JKN dan Bantuan Operasional Kesehatan).

Anggaran Perlinsos terealisasi Rp304,1 T (86,2 persen dari pagu), dimanfaatkan a.l. untuk BLT Desa, diskon listrik bagi 32,6 juta pelanggan, subsidi bunga UMKM, Program pra kerja, bantuan PKH bagi 10 juta keluarga, kartu sembako bagi 17,1 juta KPM, dan Bantuan Sosial Tunai (BST) untuk 10 juta keluarga.

Penyaluran TKDD terealisasi sebesar Rp541,5 T atau 68,1 persen dari pagu, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2020. Hal ini antara lain karena dampak relaksasi penyaluran beberapa jenis dana transfer di 2020, namun pertumbuhan penyaluran TKDD ini membaik dibanding bulan lalu. Dengan demikian belanja daerah tetap harus diakselerasi melalui peran aktif Pemda.

Program PEN merupakan instrumen utama yang digunakan oleh Pemerintah dalam rangka penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi sebagai dampak terjadinya pandemi baik di tahun 2020 maupun 2021. Total alokasi anggaran Program PEN dalam APBN 2021 sebesar Rp699,43 triliun, meningkat dibandingkan tahun 2020 yang besarnya Rp695,2 triliun.

Dalam perkembangannya, Program PEN untuk tahun 2021 kembali ditingkatkan menjadi Rp744,77 triliun, terutama untuk memberikan tambahan dukungan penanganan kesehatan dan perlindungan sosial di tengah peningkatan kasus Covid-19 akibat penularan varian Delta. Realisasi program PEN sampai dengan 22 Oktober 2021 mencapai Rp433,91 triliun atau 58,3 persen dari pagu. Progress signifikan dari PEN terjadi pada kluster perlindungan sosial dan kesehatan.

Hingga pertengahan Oktober, insentif pajak telah dimanfaatkan sebesar Rp60,57 triliun dengan perincian  Insentif Dunia Usaha (PMK-9) yang telah dimanfaatkan WP mencapai Rp57,81 triliun; Insentif PMK-21 (PPN DTP Rumah) yang telah dimanfaatkan WP mencapai Rp0,64 triliun; Insentif PMK-31 (PPnBM DTP Kendaraan Bermotor) yang telah dimanfaatkan WP mencapai Rp2,08 triliun dan Insentif PMK-102 (PPN DTP Sewa Outlet Ritel) yang telah dimanfaatkan WP mencapai Rp45,01 miliar.

Kepabeanan dan cukai berperan aktif dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), termasuk bidang kesehatan.  Realisasi insentif tahun 2021 mencapai Rp6,20 triliun sementara insentif yang diberikan berupa impor alat alat kesehatan (Rp1,57 T) dan impor vaksin (Rp4,63 T).  Sementara itu realisasi impor vaksin sepanjang tahun 2021 telah mencapai 283 juta dosis (tahun 2020 sebesar 1,2 juta dosis).

Akselerasi Pembiayaan Investasi berjalan sesuai tahapan yang direncanakan untuk mendukung pembiayaan sektor prioritas, seperti pendidikan dan infrastruktur. Pembiayaan Investasi terealisir sebesar Rp75,1 T dengan pencairan kepada beberapa BUMN, dan Pinjaman PEN Daerah. Tata kelola pembiayaan investasi semakin terjaga dengan adanya Key Performance Indicator (KPI) dimana pencairan alokasi Pembiayaan Investasi dilakukan berdasarkan analisis kinerja dan urgensi pembiayaan investasi. Khusus bulan September realisasi pembiayaan investasi mencapai Rp13,32 T.

Dari sisi Penerimaan Negara, penerimaan perpajakan mencapai Rp850,1 T (69,1 persen dari target), tumbuh 13,2 persen (yoy), melanjutkan tren peningkatan pada bulan Agustus (sebesar 9,5 persen yoy). Perbaikan ini didorong pertumbuhan positif mayoritas jenis pajak utama. PPh 21, PPN DN, dan PPN Impor konsisten tumbuh positif dari triwulan II, demikian juga PPh 22 Impor yang mulai tumbuh tinggi.

Penerimaan pajak didukung sektor Industri Pengolahan dan Perdagangan karena ditopang oleh pulihnya permintaan global dan domestik yang mendorong peningkatan produksi, konsumsi, ekspor, dan impor;  Informasi dan  Komunikasi melanjutkan pertumbuhan double digit pada triwulan III sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam menyesuaikan aktivitas di masa pandemi;  Transportasi & Pergudangan, dan Pertambangan dimana pemulihan sektor transportasi sejalan dengan mulai meningkatnya mobilitas masyarakat terutama dari sub-sektor Angkutan Laut. 

Penerimaan Bea Cukai mencapai Rp182,9 T (85,1 persen dari target), tumbuh 28,9 persen (yoy), lebih tinggi dari tahun lalu 3,8 persen (yoy). Penerimaan Bea Keluar (BK) tumbuh signifikan sebesar 910,6 persen (ytd), didukung peningkatan harga dan volume komoditas. Penerimaan Bea Masuk (BM) tumbuh 13,9 persen (yoy), didorong oleh tren perbaikan kinerja impor nasional. Penerimaan Cukai tumbuh 15,1 persen (yoy), terutama didorong oleh kebijakan penyesuaian tarif dan pengawasan di bidang cukai.

Realisasi PNBP mencapai Rp320,8 T (107,6 persen dari target), tumbuh 22,5 persen (yoy) dan lebih tinggi dari tahun lalu minus 13,2 persen (yoy). Hal ini didorong kenaikan pendapatan SDA, PNBP Lainnya dan BLU. Lebih rinci, SDA Migas tumbuh 16,4 persen (yoy) karena kenaikan harga ICP. SDA Non Migas tumbuh 78,3 persen (yoy) terutama ditopang oleh penerimaan pendapatan pertambangan minerba, khususnya batubara.

Pendapatan Kekayaan Negara Dipisahkan (mencapai 112,9 persen dari target APBN) yang dipengaruhi turunnya kinerja keuangan BUMN perbankan pada Tahun persen Buku 2020 karena imbas pandemi COVID-19 serta tidak adanya setoran sisa surplus BI.  PNBP Lainnya tumbuh 32,9 persen (yoy) akibat kenaikan penjualan hasil tambang batubara, pendapatan minyak mentah (DMO) dan layanan PBNP K/L serta pendapatan BLU tumbuh 94 persen (yoy), didukung pendapatan pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit, layanan pendidikan, serta jasa penyelenggaraan telekomunikasi. (*)

Ilustrasi, Gedung Kementerian Keuangan (Dok. Kemenkeu)