Ini Dia Alasan Menkeu Terapkan Cukai Baru

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Jumat, 28 Februari 2020 | 12:14 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 470


Jakarta, InfoPublik - Tarif cukai, belakangan ini menjadi topik hangat di masyarakat, menyusul usulan Pemerintah yang hendak menarik cukai dari beberapa sektor industri. Kepada Komisi XI DPRI RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama jajaran Kementerian Keuangan mengusulkan penerapan cukai kantong plastik, minuman berpemanis, dan cukai terhadap barang-barang yang menghasilkan emisi karbondioksida (CO2). Salah satu hal yang mendasari usulan tersebut adalah agar masyarakat Indonesia akan memiliki gaya hidup lebih sehat dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

Atas usulan itu, DPR pun mengiyakan. Selain menyetujui, DPR bahkan berharap agar pemerintah bisa menerapkan lebih banyak lagi cukai. Terutama untuk produk yang memang berdampak besar ke lingkungan.

Pasalnya, dari sebagian besar anggota berpandangan bahwa, apabila pemerintah ingin mengedepankan aspek lingkungan dan kesehatan, seharusnya cukai plastik bukan hanya ditunjukkan untuk kantong kresek saja.

Tapi juga terhadap beberapa produk plastik lainnya, seperti minuman kemasan, kemasan makanan instan, dan lain sebagainya. Atas keputusan DPR tersebut, Sri Mulyani pun berencana untuk mengatur ulang kebijakan mengenai penerapan cukai ini.

Karena menurut dia, di tengah situasi ekonomi yang tidak kondusif, penerapan perluasan cukai akan menjadi beban kepada masyarakat luas.

"Jadi kami akan melakukan lagi redesigning dari policy ini. Tadi aspirasi-aspirasi [dari anggota DPR] yang masuk kami perhatikan. Karena itu juga harus dilakukan waktunya dan berapa tarifnya produk apa saja yang akan terkena nanti akan kami kaji secara hati-hati," ujar Sri Mulyani di rapat dengan Komisi IX DPR-RI Jakarta, Rabu (19/2/2020).

Kurangi Sampah dan Tambah Pemasukan Negara

Sri Mulyani menjelaskan, sudah banyak pemberitaan di dunia tentang sampah plastik. Indonesia juga mendapat nilai yang buruk di mata negara lain, karena telah menjadi negara terbesar yang memproduksi sampah plastik. 

Mengenai cukai plastik, target Kemenkeu adalah mengurangi sampai separuh volume sampah plastik yang dihasilkan masyarakat Indonesia. Sejalan dengan itu, pemerintah juga akan menerapkan cukai pada minuman berpemanis dan berkarbonasi. Tentu karena minuman-minuman itu juga dikemas dengan wadah plastik sekali pakai. Cukai plastik bukanlah kebijakan baru karena telah diterapkan sebelumnya.

Rencana itu langsung memantik reaksi para pelaku usaha. Mereka berharap pemerintah tidak gegabah. Kebijakan tersebut perlu dipertimbangkan dengan matang agar tidak malah menghambat atau memberatkan sektor industri.

Secara resmi Sri Mulyani meminta izin Komisi XI DPR untuk menerapkan cukai. Dengan adanya cukai, diharapkan konsumsi plastik berkurang. Cukai dipandang sebagai instrumen yang tepat untuk mengendalikan konsumsi plastik.

Skema penerapan cukai sendiri, untuk kantong plastik 75 mikron atau dikenal dengan tas kresek. Di mana tarif cukai plastik yang diusulkan pada tahap awal sebesar Rp 30.000 per kilogram atau sebesar Rp 200 per lembarnya. Saat ini harga plastik berbayar yang biasa tersedia di toko ritel sekitar Rp 200. Dengan pengenaan cukai itu, maka konsumen harus membayar sekitar Rp 400-Rp 500 per lembar."Nanti akan ada dampak inlasi 0,045%. Apabila disetujui komisi XI dengan konsumsi plastik 53,5 juta kilo. Dan potensi penerimaan Rp 1,605 triliun," tutur Sri Mulyani.

Cegah Penyakit Gula dan Potensi Cukai Rp 6,25 T

Diabetes dan obesitas menjadi alasan pemerintah untuk menerapkan tarif cukai pada minuman berpemanis. Namun, usulan pemerintah soal cukai minuman berpemanis belum dapat lampu hijau DPR karena harus disiapkan roadmap atau peta jalannya. 

Sri Mulyani dalam paparannya mengatakan, banyak sekali penyakit yang ternyata berdampak serius akibat gula. Mulai dari diabetes, stroke, kolesterol, dan sebaginya. "Diabetes menyebabkan stroke sampai gagal ginjal. Untuk itu pemerintah siap menerapkan cukai untuk minuman berpemanis. Di beberapa negara pengendalian gula dilakukan agar lebih sehat. Di Singapura, program prioritas juga mengurangi diabetes," jelas dia. 

Adapun objek cukai untuk minuman berpemanis ini di antaranya minuman mengandung pemanis, baik itu gula dan pemanis buatan yang siap dikonsumsi, serta konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran dan konsumsinya masih memerlukan proses pengeceran.

Kendati demikian, Sri Mulyani juga membuat pengecualian untuk minuman berpemanis yang dibuat dan dikemas non pabrikasi (sederhana). Seperti madu dan jus sayur tanpa tambahan gula, dan barang yang diekspor, rusak, atau musnah."Subyek cukai, akan dikenakan terhadap pabrikan, atau produksi dalam negeri. Serta importir, atau produksi luar negeri," jelasnya.

Apabila ditotal, potensi penerimaan negara dari pengenaan cukai pada minuman berpemanis adalah Rp 6,25 triliun. Serta ada dampak kenaikan inflasi sebesar 0,16%. "Kami sudah mengukur dampak minuman pemanis ini, inflasinya sebesar 0,16%. Karena ini komponen makanan lebih besar dari cukai plastik," ujar Sri Mulyani.

Berikut tiga kategori produk minuman yang akan dikenakan cukai:

1. Teh Kemasan. Tarif cukainya Rp 1.500/liter. Saat ini produksi minuman teh kemasan adalah 2,191 miliar liter, dan setelah pengenaan cukai diproyeksi akan turun jadi 2,015 miliar liter. Potensi penerimaan cukainya adalah Rp 2,7 triliun.

2. Minuman berkarbonasi. Tarif cukainya Rp 2.500/liter. Saat ini produksi minuman teh kemasan adalah 747 juta liter, dan setelah pengenaan cukai diproyeksi akan turun jadi 687 juta liter. Potensi penerimaan cukainya adalah Rp 1,7 triliun.

3.Minuman lainnya (energy drink, kopi konsentrat, dll). Tarif cukainya Rp 2.500/liter. Saat ini produksi minuman teh kemasan adalah 808 juta liter, dan setelah pengenaan cukai diproyeksi akan turun jadi 743 juta liter. Potensi penerimaan cukainya adalah Rp 1,85 triliun.

Kurangi Emisi dan Potensi Penerimaan Rp 15,7 T

Selain ingin menerapkan cukai kantong plastik dan cukai minuman berpemanis, pemerintah juga berencana untuk menerapkan cukai terhadap emisi kendaraan bermotor. Sri Mulyani mengatakan, seluruh kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi karbondioksida (CO2) akan dikenakan cukai. Tujuannya untuk meningkatkan kulitas udara yang pada akhirnya memperbaiki kualitas kesehatan. 

"Seluruh dunia banyak beralih ke power dan energi yang less emission. Obyeknya kendaraan bermotor yang menghasilkan CO2. Ini juga sejalan dengan program pemerintah, ingin mendorong kendaraan berbasis listrik, yang emisinya kecil," jelas Sri Mulyani.

Nilai potensi pendapatan negara dari cukai kendaraan bermotor beremisi CO2 seperti motor dan mobil per tahun bisa mencapai Rp 15,7 triliun. Nilai potensi itu berdasarkan asumsi sekurang-kurangnya sama dengan nilai penerimaan PPnBM atau pajak penjualan barang mewah menggunakan skema dan besaran tarif yang sama pada 2017.

Ketentuan pengenaan cukai akan dikenakan kepada pabrikan di dalam negeri dan kepada para importir. Namun, karakter pengenaan cukai pada umumnya, beban cukai itu akan diteruskan kepada konsumen yang membelinya.

Kendati demikan belum ada besaran tarif yang diusulkan oleh pemerintah. Sri Mulyani hanya mengatakan, tarif cukai dihitung dari tarif cukai spesifik multi tarif berdasarkan emisi CO2 yang dihasilkan dan aspek keseimbangan dan keadilan. Artinya, besaran tarif dapat berubah tergantung tujuan dari kebijakan pemerintah. 

"Produk cukainya akan dikenakan pada pabrikan yang harus membayar, bukan pengguna. Setiap produsen harus membayar secara berkala dan dibayarkan saat barang itu keluar dari pabrik," jelas Sri Mulyani.

Ketentuan yang akan diatur dalam rencana pengenaan cukai kendaraan, yaitu dikecualikan pada kendaraan yang tak menggunakan BBM seperti kendaraan listrik, kendaraan umum, kendaraan pemerintah, kendaraan keperluan khusus seperti ambulan dan damkar, serta kendaraan untuk kebutuhan ekspor.