Saat China Geser Investasi Jepang di Indonesia di 2019

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Senin, 10 Februari 2020 | 15:08 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 577


Jakarta, InfoPublik - Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM) merilis realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) kuartal IV 2019. Hasilnya? BKPM mencatat China merupakan negara penanam investasi terbanyak di RI sepanjang kuartal IV 2019, dengan nilai investasi 1,4 miliar dollar AS atau meningkat 20,4 persen dibanding kuartal IV 2018.

Kemudian diikuti oleh Hong Kong senilai 1,1 miliar dollar AS (16,3 persen), Singapura 1,1 miliar dollar AS (16,1 persen), Jepang 1,1 miliar dollar AS (15,3 persen), dan Belanda 0,5 miliar dollar AS (7,1 persen).   Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengakui, China memang lebih agresif saat menanamkan modalnya di RI.

"Memang China lebih agresif. Harus kita akui. Mereka banyak masuk di sektor hilirisasi, infrastruktur, dan mereka itu berani," kata Bahlil di Jakarta.

Bahkan China naik ke peringkat 2 setelah Singapura (6,5 miliar dollar AS) dan menggeser Jepang dalam realisasi investasi sepanjang 2019. BKPM mencatat, realisasi investasi China sepanjang 2019 mencapai 4,7 miliar dollar AS (16,8 persen), selanjutnya diikuti Jepang dengan nilai investasi 4,3 miliar dollar AS (15,3 persen).

"China menggeser Jepang tipis sekali angkanya itu. Karena kalau Jepang terlalu lama kajian FS-nya (feasibility study) bisa 3 tahun. Tapi bagus mereka begitu selesai (kajian) langsung jalan," ungkap Bahlil.

Namun, kata Bahlil, Indonesia tidak memberikan prioritas investasi kepada China. Dia menegaskan, Indonesia terbuka kepada setiap negara yang berniat investasi di RI. "Memang kita tawarkan investasi ke semua negara. Jadi BKPM atau pemerintah Indonesia tidak memberikan prioritas untuk investasi itu hanya China. Tapi semua (negara)," pungkas Bahlil. 

Selain berinvestasi, China juga banyak mendanai proyek infrastruktur di Indonesia. Salah satunya adalah proyek Bendungan Pelosika di Sulawesi Tenggara yang melibatkan pemerintah China.

Pemerintah China memberikan dana hibah sebesar 28,19 juta RMB Yuan atau sekitar rp 56,1 miliar.Selain itu, salah satu proyek yang digarap oleh pemerintah China dan Indonesia adalah Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Proyek ini digarap oleh PT Kereta Cepat Indonesia China.

PT KCIC merupakan konsorsium BUMN, PT Pilar Sinergi BUMNB dengan porsi kepemilikan saham 60 persen, dan konsorsium China Beijing Yawan HSR Co. Ltd, dengan porsi 40 persen.

Sementara PT Pilar Sinergi BUMN terdiri dari gabungan BUMN meliputi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk sebagai pemimpin proyek. Anggotanya antara lain PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero), serta PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Sedangkan Beijing Yawan HSR Co Ltd terdiri dari China Railway International Co Ltd, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.

Agresif Berinvestasi di Indonesia

Bahlil mengatakan investasi dari China meningkat karena Negeri Tirai Bambu itu tengah agresif memborong berbagai proyek pembangunan infrastruktur yang ditawarkan oleh Indonesia. Padahal, Bahlil mengklaim tawaran proyek ini sejatinya juga diberikan ke negara-negara lain.

"Kami menawarkan investasi ke semua negara. Indonesia tidak memberi prioritas hanya untuk China, tapi China lebih agresif. Mereka memang berani," ujar Bahlil.

Menurutnya, agresivitas China terlihat dari berbagai jenis proyek yang digarap mereka. Mulai dari hilirisasi industri hingga infrastruktur di Tanah Air.

Selain itu, menurut Bahlil, China memang lebih cepat memberi kepastian minat dan komitmen investasi ketimbang negara-negara lain. Ia menduga hal ini karena China bisa mengimbangi intuisi investasi dengan studi kelayakan (Feasibility Study/FS) dalam penawaran proyek yang datang kepada mereka.

Hal ini, sambungnya, cenderung berbeda dengan kebiasaan para investor Jepang yang mengutamakan FS matang sebelum meneken komitmen investasi. Maka tak heran, katanya, realisasi investasi dari China bisa menyalip Jepang pada tahun ini.

"Kadang mereka itu pikiran FS dan intuisinya seimbang, kalau Jepang kan FS-nya yang tinggi, eksekusinya setelah itu, meski kalau sudah FS, Jepang bagus juga, mereka langsung jalan (pengerjaan proyek). Makanya bisa geser Jepang ke posisi tiga, menyusul Singapura di posisi pertama," terangnya.

China Tak Mendominasi Indonesia

Meningkatnya investasi China di Indonesia, beberapa kalangan menganggap China mendominasi Indonesia. Anggapan miring tersebut dibantah oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

"Pemerintah berusaha menjaring lebih banyak negara untuk berinvestasi ke Indonesia. Jadi kini tidak ada lagi dominasi investasi dari satu negara. Dan banyak juga negara yang meningkatkan investasinya di Indonesia," ujarnya di Jakarta.

Menurut Luhut, investasi di Indonesia dari ragam negara. "Sekarang kita lihat lah, Australia masuk, Timur Tengah masuk, Jepang masuk, Amerika Serikat masuk. Jadi enggak bisa lagi dibilang didominasi oleh salah satu negara," sambungnya.

Luhut lantas mencontohkan Uni Emirat Arab yang beberapa waktu lalu, masuk berinvestasi ke Indonesia. Bahkan, kata dia, dalam pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (WEF) 2020 di Davos, Swiss, beberapa negara Timur Tengah tertarik masuk berinvestasi ke Indonesia.

"Banyak negara yang mau investasi seperti pertemuan di Davos, yang mana negara-negara Timur Tengah dan Amerika mau masuk. Jadi berimbang lah," jelasnya.