Terobosan Kebijakan Anti Masyarakat Miskin

:


Oleh Endang Kamajaya Saputra, Jumat, 7 Februari 2020 | 16:08 WIB - Redaktur: DT Waluyo - 553


Jakarta, InfoPublik - Peringatan itu datang dari Bank Dunia. Dalam World Development Report (WDR) edisi tahun 2020 bertajuk “Trading for Development in the Age of Global Value Chains” di Jakarta awal Februari lalu, mencuat data kelas menengah Indonesia yang rentan jatuh miskin. Jumlah ada 115 juta atau sekitar 43,4 persen dari total penduduk 265 juta.

Berdasarkan catatan Bank Dunia, kelompok yang masuk dalam kategori rawan jatuh miskin lagi ini adalah mereka yang memiliki konsumsi per kapita Rp 532.000 hingga Rp 1,2 juta per bulan. Kelompok ini memiliki kesempatan kurang dari 10 persen untuk kembali jatuh miskin (konsumsi per kapita kurang dari Rp 354.000 per bulan) di tahun berikutnya, atau lebih dari 10 persen masuk ke dalam kelompok rentan (konsumsi per kapita Rp 354.000 hingga Rp 532.000 per bulan).

Sementara kelompok kelas menengah memiliki kesempatan kurang dari 10 persen untuk kembali jatuh miskin atau rentan miskin. Pengeluaran per kapita kelompok kelas menengah berada di kisaran Rp 1,2 juta hingga Rp 6 juta per bulan. Menurut Bank Dunia, kelompok kelas menengah lebih pesat dibandingkan dengan kelompok lain.

Saat ini, kelompok kelas menengah atau yang masuk dalam kategori aman secara ekonomi mencapai 52 juta jiwa atau 20 persen dari populasi. Sementara penduduk yang masuk dalam kategori miskin sebesar 11 persen dari populasi dengan 24 persen lainnya masuk dalam kategori rentan miskin.

Saran Bank Dunia Jaga Kelas Menengah

World Bank Acting Country Director untuk Indonesia Rolande Pryce mengatakan, untuk meningkatkan jumlah kelas menengah maka pemerintah harus menciptakan lebih banyak pekerjaan dengan upah yang lebih baik. Pada saat yang sama juga menghadirkan sistem yang kuat untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas dan jaminan kesehatan universal.

"Mereka (kelas menengah) adalah sumber dari hampir setengah total pengeluaran rumah tangga di Indonesia. Selain itu, mereka juga berinvestasi lebih banyak dalam sumber daya manusia. Dengan kebijakan yang tepat untuk memperluas kelas menengah dapat membuka potensi pembangunan Indonesia dan mendorong Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi," ucap Rolande.

Bank Dunia mencatat, dalam 15 tahun terakhir, Indonesia telah membuat kemajuan dalam mengurangi tingkat kemiskinan yang sekarang berada di bawah 10%. Selama periode itu kelas menengah Indonesia tumbuh dari 7% menjadi 20% dari total penduduk atau sekitar 52 juta orang.

Oleh karena itu, peran kelas menengah harus didorong untuk meningkatkan laju perekonomian. Rolande mengatakan, upaya membantu mereka yang memiliki aspirasi menjadi kelas menengah masih diperlukan 45% penduduk Indonesia atau 115 juta orang yang telah keluar dari kemiskinan tetapi belum mencapai tingkat ekonomi yang aman.

Bagi kelompok tersebut, kemungkinan naik ke status ekonomi yang lebih tinggi, dan sama besarnya dengan kemungkinan turun ke bawah. Sehingga, lanjut dia, pemerintah perlu mengadopsi kebijakan yang tepat untuk memperluas pergerakan mereka ke atas. Itu adalah bagian penting dalam pembangunan lndonesia.

Rolande mengatakan, masa depan Indonesia berada di kelompok calon kelas menengah atau aspiring middle class tersebut. "Terdapat beberapa alasan mengapa kelompok kelas menengah menjadi penting untuk Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa hal, dan hal tersebutlah yang kami telusuri. Namun di sisi lain, terdapat peran penting kelas menengah bagi kondisi politik dan sosial yang bisa memberikan dampak pada tata kelola dan kebijakan pemerintah," tukasnya.

Kebijakan Terobosan Pemerintah

Pemerintah menilai, kesejahteraan masyarakat kelas menengah dapat ditingkatkan dengan menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin. Pada saat yang sama, masyarakat yang sudah berada di kelas menengah juga harus didorong untuk menjadi pengusaha, sehingga dapat berpartisipasi meningkatkan jumlah lapangan kerja sekaligus laju perekonomian nasional.

“Untuk penciptaan lapangan kerja dengan pendapatan baik, maka harus dilakukan dengan mendorong investasi,” ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia mengungkapkan, pemerintah melakukan intervensi dalam supply dan demand side.

Dari demand side, pengusaha didorong bisa menghasilkan lapangan kerja tanpa harus terhalangi dengan upaya mengawali usaha yang sangat sulit. Sementara dari supply side pemerintah juga terus memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan pengembangan balai latihan kerja (BLK) dan pendidikan vokasi.

“Semuanya membutuhkan kebijakan bersama pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menciptakan lingkungan untuk investasi. Sehingga semua ide yang ada diciptakan dalam bentuk kesempatan kerja yang baik,” ucap Sri Mulyani.

Pihaknya juga terus mendorong agar kesejahteraan kelas menengah bisa terus ditingkatkan, sehingga kelas menengah pun dapat menjadi pembayar pajak yang baik dan berkontribusi untuk penerimaan negara.“Untuk mencapat hal itu maka harus membuat mereka memiliki pekerjaan yang lebih baik dan patuh membayar pajak,” ujar dia.

Pemerintah juga perlu memperkuat kebijakan dan administrasi perpajakan agar kepatuhan kelompok menengah dalam membayar pajak juga terus meningkat. Dengan begitu, kemampuan pemerintah dalam memberikan layanan sosial dan kesehatan bisa terus membaik.

Selanjutnya Sri Mulyani menilai simplifikasi peraturan perundang-undangan yang tertuang dalam Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja akan mampu mendongkrak pertumbuhan kelas menengah. Aturan tersebut, menurut dia bisa mendorong 115 juta penduduk (45 persen dari populasi) yang menurut Bank Dunia rawan kembali jatuh miskin menjadi kelompok kelas menengah.

"Apakah Omnibus Law menjadi salah satu yang mendorong kelas menengah? Ya jelas iya. Karena tujuannya untuk menciptakan lapangan pekerjaan," ungkap Sri Mulyani.

Saat ini, undang-undang yang digadang-gadang mampu meningkatkan investasi di dalam negeri tersebut masih dibahas ditataran pemerintahan. Pembahasan di pemerintah cukup alot lantaran aturan tersebut mendapat tentangan dari banyak pihak dengan salah satu yang paling lantang menolak adalah serikat pekerja.

Keterbatasan lapangan kerja yang menjadi salah satu faktor yang membuat kelompok yang rentan kembali jatuh miskin ini masih dominan di Indonesia. Namun demikian, Sri Mulyani optimistis hal tersebut bisa teratasi dengan kemudahan perizinan membuka usaha yang dibuat pemerintah melalui Omnibus Law.

"Investor itu, kalau mau buka usaha, dia pusing urus surat ini ke lurah, ke Pemda lalu banyak lagi. Karena sibuk urus perizinan, dia kemudian jadi lupa sama idenya yang cemerlang tadi. Jadi ke depan tidak boleh perizinan berbelit," ujar dia.

Dukung Transformasi Ekonomi

Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam menaggapi laporan Bank dunia tersebut menegaskan keyakinannya bahwa Indonesia saat ini tengah menuju transformasi ekonomi, melalui upaya peningkatan daya saing, perbaikan iklim investasi, dan percepatan pertumbuhan ekspor.

Di tengah kondisi perekonomian global yang penuh tantangan, fundamental ekonomi Indonesia tetap sehat. Indonesia masih mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi berkualitas tinggi di kisaran 5% pada tahun 2019, dengan pendorong utama berasal dari konsumsi dan investasi domestik.

Indonesia pun terus meningkatkan daya saing dan iklim investasinya. Menurut Menko Airlangga, saat ini seluruh Credit Rating Agency telah mengakui Indonesia sebagai negara layak investasi dengan resiko rendah. “Terlebih lagi, Indonesia juga secara konsisten meningkatkan peringkat ease of doing business (EoDB)sejak 2015. Hal ini didukung juga oleh peningkatan skor Indeks Persepsi Korupsi selama enam tahun terakhir,” tegasnya.

Menko Airlangga melanjutkan, Indonesia juga berencana untuk meningkatkan peran dalam skema Rantai Nilai Global (Global Value Chains/GVC) untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan pekerjaan bergaji tinggi.

“Ini merupakan waktu yang tepat bagi kita untuk meningkatkan partisipasi dalam GVC dan menjadi pemain global utama dalam revolusi industri keempat. Tentu saja kita perlu menarik lebih banyak investasi untuk dapat melakukan hal tersebut,” imbuhnya.

Untuk memperkuat dan memperluas peran Indonesia dalam GVC sehingga menjadi negara dengan industri manufaktur dan jasa yang maju, pemerintah pun menjalankan sejumlah strategi berdasarkan program prioritas pemerintah, mulai dari penyederhanaan regulasi melalui Omnibus Law (khususnya RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan) hingga implementasi Online Single Submission (OSS) versi terbaru. Upaya ini pun sejalan dengan rekomendasi kebijakan yang tertuang dalam WDR 2020 ini.

Di tengah tantangan teknologi global dan revolusi industri 4.0, pemerintah pun terus bertekad membuat kebijakan yang dapat mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas tinggi dan memastikan bahwa setiap pekerja dapat meningkatkan keterampilan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Wujud atas tekad tersebut, pemerintah telah membuat kebijakan pendidikan kejuruan (vokasi) untuk mempercepat investasi SDM dengan merevitalisasi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri. Hal ini didukung dengan adanya super deduction tax dan pelatihan melalui program Kartu Pra-Kerja.

Selain itu, Indonesia akan bertransformasi dari negara yang mengekspor bahan mentah menjadi negara yang mengekspor barang-barang industri. Perjanjian perdagangan juga akan dieksplorasi untuk lebih meningkatkan keikutsertaan Indonesia dalam GVC. Salah satunya melalui Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang akan diimplementasikan pada 2021/2022.

Biaya logistik berhasil diturunkan dengan adanya Proyek Strategis Nasional (PSN) dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang akan meningkatkan konektivitas. Saat ini terdapat 92 PSN dan 15 KEK yang tersebar di seluruh Indonesia.

Menko Airlangga menegaskan bahwa tingkat partisipasi Indonesia dalam GVC juga dapat ditingkatkan dengan menerapkan strategi peningkatan daya saing nasional dan pertumbuhan ekonomi yang adil, sehingga nilai tambah ekspor Indonesia meningkat dan berkontribusi lebih besar pada kegiatan perdagangan.