: Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Zainal Abidin, S.H., M.Si., M.H
Oleh MC PROV ACEH, Selasa, 17 Desember 2024 | 02:11 WIB - Redaktur: Juli - 106
Banda Aceh, InfoPublik – Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Zainal Abidin, S.H., M.Si., M.H., menegaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), pelantikan kepala daerah terpilih baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota terpilih tidak dapat dilakukan secara serentak secara Nasional.
Mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 80 Tahun 2024 yang merupakan perubahan dari Perpres No. 16 Tahun 2016, pelantikan kepala daerah secara nasional akan dilakukan serentak pada Februari 2025.
Di mana pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur dijadwalkan pada 7 Februari 2025 yang dilaksanakan di Ibu Kota Negara oleh Presiden dan dihadiri oleh pimpinan DPRD Provinsi. Sementara Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota dilaksanakan pada 10 Februari 2025 oleh Gubernur di Ibu Kota Provinsi.
Namun, kata Dr. Zainal, Aceh memiliki aturan pelantikan tersendiri yang diatur dalam Pasal 69 dan 70 UUPA. Menurut UUPA, pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur Aceh dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden di hadapan Ketua Mahkamah Syar'iyah Aceh dalam rapat paripurna DPRA.
Sedangkan pelantikan Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota, lanjut dia, dilakukan oleh Gubernur atas nama Presiden di hadapan Ketua Mahkamah Syar'iyah Kabupaten/Kota dalam rapat paripurna DPRK.
Dr. Zainal menjelaskan, pelantikan kepala daerah di Aceh tidak dikonstruksikan untuk dilakukan secara serentak dengan jadwal nasional.
“Pelantikan dapat saja dilakukan pada tahun yang sama, tetapi tidak bisa mengikuti pola serentak nasional. Kekhususan ini telah diatur jelas dalam UUPA,” ujarnya kepada Media Center Aceh, Senin (16/12/2024).
Dengan demikian, meskipun pelaksanaan Pilkada serentak 2024 di Aceh tetap berlangsung sesuai jadwal, pelantikan kepala daerah terpilih seharusnya akan mengikuti mekanisme khusus yang diatur oleh UUPA.
“Kami berharap pemerintah pusat dapat menghormati dan menjaga kekhususan Aceh sebagaimana yang telah diberikan,” tutup Dr. Zainal. (MC ACEH/01)