- Oleh MC KOTA PONTIANAK
- Rabu, 13 November 2024 | 17:03 WIB
: Lokakarya 'Mengubah Risiko Menjadi Ketahanan melalui Pemodelan Risiko Banjir untuk Kota Pontianak' di Hotel Orchadz Pontianak | Foto : MC Pontianak
Oleh MC KOTA PONTIANAK, Rabu, 13 November 2024 | 17:16 WIB - Redaktur: Santi Andriani - 104
Pontianak, InfoPublik - Pemerintah Kota (Pemkt) Pontianak terus memperkuat mitigasi dalam menghadapi ancaman banjir. Kondisi topografi kota yang rentan terhadap banjir serta dampak perubahan iklim yang makin terlihat, membuat Pemkot bergerak cepat.
Kepala Bappeda Kota Pontianak Sidig Handanu mengatakan, ada tiga bencana yang langganan terjadi di Pontianak, yakni banjir, kebakaran lahan, dan puting beliung. Di lapangan pun terjadi kondisi yang kontradiktif. Ketika hujan datang dengan intensitas tinggi, genangan muncul. Namun di saat hujan tak turun hingga sepekan lebih, kebakaran lahan mengancam.
"Diharapkan jadi solusi atau langkah dalam rangka mitigasi bencana banjir di Pontianak," katanya ketika membuka lokakarya 'Mengubah Risiko Menjadi Ketahanan melalui Pemodelan Risiko Banjir untuk Kota Pontianak' di Pontianak, Rabu (13/11/2024).
Lokakarya tersebut merupakan bagian dari proyek FINCAPES di Indonesia, yang menggandeng Universitas Syiah Kuala. Agenda ini melibatkan akademisi, pemerintah, praktisi, dan masyarakat sipil. Sebelumnya, tim Departemen Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala sudah meneliti banjir Pontianak sejak Juli 2024 lalu.
Sidig Handanu mengatakan saat ini Pontianak telah memiliki rencana aksi iklim yang di dalamnya turut memetakan wilayah rentan bencana. Hasil lokakarya diharapkan dapat dielaborasikan untuk menghasilkan masterplan yang implementatif. Apalagi saat ini Pemkot tengah mengusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045.
"Kami yakin untuk mengatasi ini perlu dukungan dari kabupaten/kota lain dan Pemprov Kalbar. Karena posisi Pontianak diapit wilayah lain yang lebih luas," katanya.
Melalui data dan temuan baru dari studi ini, Sidig berharap adanya landasan kuat bagi kebijakan tata ruang, investasi infrastruktur, dan kesiapsiagaan bencana.
"Hasil dari studi ini tidak boleh hanya berhenti pada angka atau laporan semata. Kami berharap data ini dapat diterjemahkan ke dalam kebijakan yang benar-benar berdaya guna untuk menekan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari banjir, terutama bagi kelompok rentan," ujar Sidig.
Ia juga menyampaikan bahwa lokakarya ini menjadi ruang penting untuk menyatukan pandangan antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat sipil. Melalui diskusi yang ada, Sidig berharap terciptanya sinergi yang lebih kuat dalam menghadapi risiko banjir di Pontianak.
Lokakarya ini juga mengupas berbagai tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mengintegrasikan data ilmiah ke dalam kebijakan berbasis bukti. Selain itu, lokakarya tersebut juga menyentuh pentingnya melibatkan kelompok rentan dalam skenario risiko banjir yang lebih responsif gender.
"Dengan adanya kegiatan ini, kami berharap dapat memperkuat langkah mitigasi banjir yang lebih terarah dan berdampak nyata bagi masyarakat Pontianak," ujar Sidig Handanu. (bappeda/Jemi Ibrahim)