- Oleh MC KAB NAGAN RAYA
- Kamis, 26 Desember 2024 | 11:50 WIB
:
Oleh MC PROV ACEH, Selasa, 12 November 2024 | 22:49 WIB - Redaktur: Untung S - 129
Banda Aceh, InfoPublik – Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Mastur Yahya, menegaskan bahwa lembaga KKR Aceh perlu dipertahankan agar rekomendasi reparasi (pemulihan) terhadap korban konflik Aceh masa lalu dapat terus berlanjut.
Hal itu disampaikannya setelah menerima surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang meminta Pemerintah Aceh mencabut Qanun (Peraturan Daerah) Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR.
"Perlu mempertahankan lembaga KKR Aceh untuk menindaklanjuti ribuan data korban yang sudah direkomendasikan ke pemerintah untuk reparasi, baik yang melalui pemerintah daerah maupun Pemerintah Pusat," ujar Mastur Yahya di Banda Aceh, Selasa (12/11/2024).
Pernyataan ini disampaikan Mastur merespons surat Ditjen Otda Kemendagri Nomor 100.2.1.6/9049/OTDA yang menyarankan Pemerintah Aceh untuk mencabut Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR, dan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Surat ini merupakan tanggapan terhadap permohonan dari Pemerintah Aceh terkait rancangan perubahan Qanun KKR, yang diajukan pada 23 September 2024.
Menurut Pasal 229 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), KKR Aceh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari KKR nasional, yang sayangnya telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Kemendagri juga menyarankan pelaksanaan rekonsiliasi di Aceh dapat dilakukan melalui Badan Rekonsiliasi Aceh (BRA) dan koordinasi dengan Kementerian Hak Asasi Manusia.
Mastur Yahya menanggapi hal ini dengan menjelaskan bahwa sejak 2017, KKR Aceh telah mengumpulkan pernyataan dari lebih dari 6.000 korban pelanggaran hak asasi manusia di 14 kabupaten/kota di Aceh. "Kami sudah mengadakan audiensi dengan Pemerintah Pusat terkait rekomendasi reparasi dan program rekonsiliasi yang telah kami himpun," kata Mastur.
Selain itu, Mastur juga menyebutkan bahwa KKR Aceh turut berperan dalam penyelesaian non-yudisial terhadap tiga peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh, yaitu kasus Simpang KKA, Jambo Keupok, dan Rumoh Geudong, yang dilaksanakan oleh Presiden Joko Widodo pada 2023.
"Kami terus bekerja sesuai mandat Qanun KKR Aceh Nomor 17 Tahun 2013, dengan dukungan dan koordinasi pemerintah daerah, kami sedang menyiapkan mekanisme pelaksanaan reparasi dan penyempurnaan konsep memorial berbasis kearifan lokal," tambah Mastur.
Penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk terus mendukung keberlanjutan KKR Aceh agar proses pemulihan dan rekonsiliasi bagi korban konflik di Aceh dapat terus berjalan dengan efektif. (mc aceh/02r)